Bella tersenyum dengan penuh semangat ketika mendapat bunga mawar merah yang begitu indah, ya, rasanya benar-benar indah sekali. Ia dengan cepat menggenggam erat mawar merah tersebut. Namun sayangnya, genggaman tangannya terluka karena duri mawar merah yang menusuknya.
"Mas, tanganku jadi berdarah. Kenapa kamu harus memilih mawar merah ini untukku, Mas?"
"Karema mawar merah ini terlihat begitu indah seperti dirimu, Bella. Aku akan menyembuhkan lukamu ini, sayangku," sahut Saga dengan perlahan sembari menggenggam erat tangannya Bella yang sedang kesakitan.
Bukannya semakin sembuh, namun darah semakin bertambah keluar. Rasanya begitu sia-sia saat genggaman tangan Saga berada di atas tangannya. Bahkan duri itu semakin tertusuk begitu dalam, dan semakin menyakitinya.
Tanpa terasa mimpi mawar merah itu mampu membuat Bella terbangun, dan dengan seketika ia melihat kearah telapak tangan kirinya itu. "Ya ampun, ternyata darah itu hanyalah sebuah mimpi semata. Aku sungguh tidak menyangka akan bermimpi seperti itu. Rasanya hidupku benar-benar sama persis seperti yang sedang mimpiku alami."
Saat mawar merah itu terlihat begitu indah, dan tak ingin lepas. Justru keindahan itu semakin membuat Bella merasakan sakit yang sama seperti yang kini ia rasakan, namun Bella tidak mengerti dengan apa yang sedang ia mimpikan.
"Rasanya mimpi itu benar-benar seperti nyata. Meskipun anehnya dalam mimpiku Mas Saga terlihat sangat baik, namun tetap saja ia memberikan setangkai bunga yang penuh dengan duri. Dia tidak berpikir bahwa bunga indah itu yang akan semakin menyakitiku, dan sama seperti di kehidupan nyata ku ini, tidak ada bedanya, selalu menyakitiku," gumamnya.
Bergegas bangkit dari tidurnya, namun tiba-tiba saja ia melihat dua butir obat dengan segelas air putih di atas meja lampunya.
Membuat Bella kebingungan, dan ia mencoba untuk melihat ke dalam laci meja bagian bawah. Terdapat beberapa obat yang sudah dituliskan dengan resep dokter. Akhirnya Bella tahu bahwa obat tersebut berasal dari dokter.
"Ternyata Mas Saga memanggil dokter untukku? Ternyata diam-diam dia itu juga peduli denganku. Meskipun dia selalu saja bersikap ketus, tapi baiklah aku akan segera meminum obat ini, dan keluar untuk mencarinya," ucap Bella dengan perlahan.
Tetapi ia baru saja teringat sebelum ia pingsan malam itu. Saat itu bayangan buruk kembali di dalam ingatannya, dan ia segera bergegas pergi menuju keluar.
Tepat ketika pintu terbuka, dan ternyata Saga juga ikut masuk ke dalam kamar itu dengan penampilan di atas kursi roda. Tak pernah ia duga bahwa Bella telah sadar lebih cepat.
"Hei, mau ke mana kamu?" tanya Saga.
"Kebetulan kamu ada di sini, Mas. Aku sangat takut, dan semalam aku mencoba berteriak-teriak, tapi tak ada siapapun di rumah ini. Kenapa semalam kamu tidak ke luar juga? Lalu di mana pria misterius yang memakai topeng itu, Mas Saga? Dia sangat kejam, aku takut dia menyakiti kita di sini. Akan lebih baik kita segera pindah saja dari sini." Bella terlihat tergesa-gesa sampai tidak hentinya berkata terus-menerus.
Hingga membuat Saga merasa sangat kasihan saat melihat kecemasan Bella saat itu. Ia pun menahan tangannya Bella agar wanita itu tak pergi, namun sedikit terpikirkan, menyentuh suhu keningnya Bella.
"Suhu tubuhmu baik-baik saja. Bella, sudah tenanglah. Di sini tidak ada pria misterius yang seperti kamu ucapkan itu, dan semalam aku juga tidak mendengar apapun, aku bahkan tidur lebih cepat dari biasanya. Apa mungkin kamu sedang bermimpi?" Saga menjawab dengan penuh kebohongan yang sangat ia tutupi. "Maafkan aku, Bella," lirihnya perlahan dalam batinnya.
Berkali-kali Bella menggelengkan kepalanya saat mendengar hal itu, ia takut jika terjadi sesuatu dengan pria itu, dan hanya ini yang bisa ia lakukan sekarang. Bagaimanapun juga, ia tak ingin ada kekacauan yang ia alami.
"Aku bersungguh-sungguh, Mas Saga. Aku tidak bermimpi dan aku sedang baik-baik saja. Lagipula mana mungkin aku bisa terluka seperti ini tanpa adanya sebab? Aku harap kita harus segera melaporkan kejahatan pria misterius itu kepada pihak berwajib, Mas. Aku sangat takut." Bella terus mencoba membuat Saga mengerti hingga membuatnya menangis tersedu-sedu saat terus menjelaskan kebingungannya sendiri.
Dengan perlahan Saga membawa Bella ke dalam pelukannya, dan untuk pertama kalinya ini Saga bersikap baik seperti itu. Namun semua itu ia lakukan bukan atas sebab, hanya tidak ingin melihat Bella kebingungan.
Merasa sedikit tenang, dan pelukan terlepaskan. "Ya sudah kalau begitu kamu sekarang mendingan mandi, lalu setelah itu kita sarapan pagi bersama. Air hangat juga sudah disediakan oleh pelayan untukmu."
"Benarkah? Mas Saga, bagaimana jika kita mandi bersama saja? Aku takut kalau seandainya pria misterius itu datang lagi saat aku mandi nanti. Dia bahkan seperti hantu, Mas. Please! Mau ya?" Bella memohon sampai memperlihatkan raut wajah kebenciannya itu.
"Apa-apaan! Udah sana jangan ngaco deh." Mana mungkin Saga akan mau mandi bersama dengan Bella, tentu saja menahan diri dari keindahan tubuh wanita adalah yang paling sulit dilakukan.
Tetapi saat itu, Bella terlihat tidak senang ketika Saga menolaknya. Ia kesal, dan dengan cepat mendorong kursi rodanya Saga agar ikut masuk ke dalam kamar mandi. Bahkan dengan sengaja mengunci pintu, dan kuncinya segera ia sembunyikan di tempat yang tinggi.
Mau tidak mau, Saga terpaksa berpura-pura tidak bisa mengambil kunci kamar yang telah di sembuyi. Ingin sekali rasanya ia bangun dari kursi roda dan mengambil kunci pintu, tetapi sama saja itu adalah kebohongan yang paling gila.
"Aduh ... Masa iya sih harus duduk dan lihat Bella mandi dari sini? Kalau nantinya keperkasaan ku naik gimana? Ah, benar-benar gila!" gerutu Bella dalam batinnya.
Berbeda dengan Bella yang perlahan melirik kearah Saga saat ia membuka semua pakaiannya. Terlihat Saga mengalihkan pandangannya agar tidak menatap kearah Bella, namun Bella dengan sengaja membawa kursi roda itu menatap kearahnya.
"Maafkan aku, Mas Saga. Tetapi aku benar-benar takut kalau harus melakukannya sendirian."
"Ya sudah kamu mandi terus, dan jangan teruskan menarik kursi roda ku. Jangan berbuat gila."
"Ya, aku bisa gila di depan suamiku sendiri. Mas, lagipula kita belum pernah melakukan semua itu kan?" tanya Bella dengan langsung berdiri di depan Saga dengan penampilan terbuka.
Rasanya begitu sulit menahan rasa nikmat untuk tidak menyentuh istrinya, namun Saga mencoba menahannya. Akan tetapi, semakin ia menahan, justru rasa sesak di bawah sana semakin membuatnya kewalahan. Benar-benar tidak menyenangkan, dan kini ia hanya bisa menutup matanya sampai menelan ludahnya.
"Ini hari yang gila, dan Bella benar-benar membuatku tidak waras," ocehan Saga dalam benaknya. "Andaikan saja kamu tahu, Bella. Bahwa aku lah pria misterius itu, dan tentu saja kita sudah pernah melakukan hubungan suami dan istri meskipun dengan cara aku yang memaksamu. Tetapi sekarang, aku benar-benar tidak mengira bahwa kamu akan bertindak bodoh seperti ini. Rasanya celana ku ini sangat sempit, oh tidak ...."