Selang beristirahat, semua rombongan Igho berjalan kompak menghampiri kantin.
Seperti biasa, mereka memesan minuman segar untuk menyapu semua keringat yang ada setelah berlama-lama bercutat dengan bila basket.
Prak!
Bola itu di simpan di atas meja oleh Igho. Seperti mendewakan bola itu, Igho selalu menjadikan hobinya nomor satu.
"Coffe late satu, Bi!" pinta Igho tak menunda lagi, saking dahaganya sudah mulai meradang.
Di ikuti oleh reng-rengan temannya yang memesan minuman lainnya lagi.
Gelak tawa saling bersambar, tak ada lagi hal yang paling seru selain bersama kumpul di kantin itu sambil menikmati banyak camilan yang ada.
Pria bertubuh tinggi besar itu merasa heran dengan tingkah Igho yang sangat aneh detik itu.' Tumben?' pikir Zayyan melihat Igho tak ikut menyambar perbincangan atau hanya sekedar bersenda gurau saja.
Igho terdiam sambil mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan yang ia sambungkan ke dasar bibirnya.
"Gho!?" sapa Zayyan pelan namun manik mata Igho masih saja melamun kosong.
Tatapannya terpantul ke arah sebuah meja yang ada di sebrang meja geng Elang.
Ya, nama tim basket Igho di namakan geng Elang berharap mereka bisa mengibarkan sayap lebarnya hingga mewangikan nama universitasnya ke penjuru dunia.
Zayyan mulai menyeringai faham saat melihat orang yang sedang beruntung mendapat tatapan special dari Igho.
Jarang-jarang Igho melayangkan pandangannya seperti itu. Zayyan yang sudah berteman selama ini dengan Igho tahu betul bagaimana sikap Igho yang sangat dingin pada perempuan.
"Kamu tertarik sama dia?" sambar Zayyan menyikut sudut siku Igho dengan ujung jarinya.
Igho terperanjat kaget bangun dari lamunannya hingga gelas yang sedang ia mainkan ikut bergetar.
"Apaan sih Lo?"
"Cieee, rupa-rupanya ada yang lagi kasmaran nih?" goda Zayyan hingga mengundang banyak tanda tanya di teman-teman lainnya.
Zayyan tidak sembarang mengucapkan semua itu tanpa ada pembuktian terlebih dahulu. Tatapan pria dingin itu jelas menampakan sebua ketertarikan pada wanita berbingkai kaca mata di sebrang meja mereka.
Semua pandangan para tim elang sontak bersarang ke arah Igho.
Tak beberapa lama kemudian semua memantulkan pandangannya ke arah wanita itu, hingga tanpa ada kalimat apapun juga semua temanya sudah memahami jejak tilas godaan dari Zayyan.
"Cieee ... Cieeee," serentak kekompakan itu nampak jelas dari tim basket yang sedang naik daun di universitas itu.
Igho yang awalnya biasa-biasa saja seperti tergugah untuk marah.
"Motor gua masih mulus tuh, siapa yang mau taruhan?" tanya teman lainnya sedikit beradu canda.
"Adanya duit nih!" teman lain menggebrak meja dengan lembaran kertas berwarna merah.
"Emang kalian yakin Igho bakalan jadi dengan cewek itu?"
Mereka melirik ke arah Igho dengan tancapan mata penuh harap kemenangan.
Bagi mereka, tidak ada yang tidak mungkin bagi pria sekeren Igho. Dengan mudah Igho bisa menaklukan wanita manapun yang ia suka karena semua harta yang ia miliki sekarang.
Para wanita nempel kaya perangko berlomba mencuri hati pria berdada bidang itu.
"Apaan sih Lo, Yan? Jangan ngaco deh ah!" sanggah Igho memasang wajah mencekam.
Kecairan meja itu mulai membeku. Semua langsung merapatkan bibirnya ketika melihat ketua tim mereka tampak memperlihatkan kemarahannya.
"Gho, mata kamu gak bisa bohong. Kamu suka 'kan sama perempuan itu?" tunjuk Zayyan pada Jesslyn Kato wanita culun si kutu buku itu.
Hanya Zayyan yang berani berucap selolos itu.
Kembali semua teman satu tim-nya kompak terkekeh-kekeh menggoda Igho, berusaha mencairkan suasana.
Alih-alih suasana itu mencair, tiba-tiba saja Igho menggebrak meja yang sudah penuh dengan makanan yang dipesan tadi.
Brak!
Tubuh Zayyan menegang, amarah membawa Igho untuk bangkit begitu saja dari meja itu.
Sebenarnya Igho tak mengerti kenapa dia harus semarah itu pada Zayyan.
Padahal canda dan tawa seperti itu sudah biasa di lakukan oleh mereka ketika berkumpul ria.
"Lo, kenapa jadi marah? Maaf deh kalau aku salah," Wajah Zayyan sontak memucat pekat.
Ia paling tidak bisa melihat sahabat karibnya itu marah seperti yang sedang terjadi detik itu juga.
"Gimana aku gak marah? Kamu tahu sendiri kan bagaimana tipeku, Yan?" Pekik Igho melihat wanita lain yang ada di sampingnya.
Wanita berbaju ketat dengan rambut tergerai lurus dan make up tebal dan juga sangat glamour.
Igho melirik wanita itu, sebagai dalih bahwa tipenya adalah kalangan atas, tidak seperti Alyn yang culun dan juga terlihat kampungan.
"Mana mungkin aku menyukai wanita seculun dia? Kamu pikir otakku udah pindah ke dengkul?"
"Canda aja 'kan Gho. Jangan marah gitu dong!!"
Zayyan langsung ikut bangkit menyetarakan pandangannya dengan Igho.
Ia yang berjiwa besar langsung menepuk pundak Igho pelan sebagai perminta maafannya yang telah lancang membuat Igho merasa tersinggung.
Sebisa mungkin Zayyan meraba hati Igho agar tidak terusik. Karena kalau itu terjadi maka karier ayah Zayyan akan ikut terganggu.
Secara selama ini Zayyan bisa bersekolah atas bantuan Ayah Igho juga yang selama ini sudah menempatkan ayahnya bekerja di perusahaan Masterindo Corp.
Igho menarik nafasnya panjang, ia melirik Zayyan dengan sebelah mata.
"Hai! Siang, ada apa ini? Kok tegang banget wajahnya?" tanya wanita yang duduk di samping Igho menghampirinya.
Wanita itu sering di panggil dengan sebutan Mikayla.
Wanita yang jadi primadona di universitas itu jadi rebutan pria hidung belang di sana.
Maka jika ketika Igho dekat dengan Kayla, maka semua pandangan para remaja sekitar seperti terlihat cemburu dengan kedekatan itu.
Igho merasa Kayla datang tepat waktu.
Ia yang masih terengah marah, langsung menarik tangan Kayla tanpa aba-aba.
"Kayla. Jalan yuk!" ajak Igho melirik sinis teman-temannya.
Kayla sama sekali tidak sempat menjawab, tapi sambaran tangan Igho membuat Kayla benar-benar lunglai tak berkutik lagi.
"Gho! Kamu mau kemana?" teriak Zayyan masih tak terima dengan kepergian mendadak tanpa ada kata apapun lagi.
Mata Zayyan kembali melihat para temannya yang masih terpaku diam melihat kejadian itu.
"Hei, gimana ni?" tanya Zayyan mendongakkan pandangannya menunggu saran dari kawan lain. Ia memerlukan masukan saran saat itu karena menurutnya Igho marah bukan hanya karena ulahnya saja.
Balasan para teman itu hanya mengendikkan pundaknya seolah tak mau tahu.
Sesaat Igho berjalan melewati meja Alyn, ia mencuri pandangannya yang masih penuh amarah saat itu.
Ekor matanya melirik sinis ke arah Alyn dengan tangan masih menggenggam tangan Kayla yang ikut membuntutinya.
Alyn menoyor kaca mata tebalnya yang sudah melorot ketika melihat Igho yang terlanjur sinis padanya tak mengerti kenapa tiba-tiba pria itu nampak sangat jutek sekali.
Perlu beberapa helaan nafas panjang bagi Alyn menanggapi pria introvert itu.
'Ach, dasar cowok jutek,' batin Alyn nampak mengerucutkan bibirnya.
Hingga ketika Alyn hendak melanjutkan membaca bukunya di kantin itu, suara di balik ponselnya membuat detak jantung Alyn berdegup kencang.
"Hallo?" suara Alyn bergetar saat mengangkat telpon di balik ponsel itu yang datang dari Ibu Daniah.