Matahari semakin naik ke tengah langit, mulai menyebarkan hawa panasnya seperti biasa. Namun, keributan di hotel tempat Sofia menggelar resepsi lebih panas lagi sekarang. Ia sudah dibuat kaget atas aksi sahabatnya yang menyerang duluan.
Ify ditarik rambutnya secara kasar oleh Lisa hingga wanita itu mundur jatuh ke lain arah. Refleks pegangan tangannya pada lengan Naran terlepas.
"Li-Lisa!" Sofia diserang panik. Dirinya tak bisa berbuat apa-apa dengan juntaian gaun yang lumayan merepotkan ketika berjalan.
"Ify! Ify!" Naran melompat mengikuti ke mana Lisa menarik calon istrinya itu. "Lisa, lepaskan dia!" Dan dia mencoba untuk membela Ify.
Rusuh sudah situasinya. Semua tamu yang hadir begitu terkejut dengan apa yang mereka saksikan itu.
Naran sendiri tahu jika kedatangannya bersama Ify ini akan membuat sebuah kekacauan, tetapi ia tak menyangka jika kekacauan itu akan seperti ini jadinya.
"Dasar perempuan rubah! Berani sekali datang ke sini!" Naomi kini malah ikut-ikutan.
Dua lawan satu tampaknya belum cukup. Inggit pun segera melepas sepatu high heels miliknya dan turun tangan.
"Apa yang kalian lakukan! Lepaskan sekarang!" sentak Naran terpaksa menarik tubuh Lisa secara kasar.
Sementara Sofia sendiri kini tengah berpikir bagaimana caranya ia turun untuk melerai. Masih berkutat dengan gaun yang sangat sulit diatur.
Lihatlah wajah itu, menyiratkan betapa dirinya kesulitan. Hingga tak menyadari kalau diam-diam Nazam memerhatikan serius.
"Mereka siapa, Sofia?" tanya Nazam masih bersikap cuek. Tak peduli dengan kerusuhan yang terjadi di depan mata.
"Mantanku dan selingkuhannya, lah! Siapa lagi!" Tanpa menoleh ke arah suaminya, Sofia menjawab refleks. Bahkan, wanita itu menjawab di antara sadar dan tidak.
Nazam tak lagi berkata barang sepatah. Dirinya langsung menoleh ke arah keributan berasal. Dipindainya dengan seksama seseorang yang Sofia sebut 'mantan' itu. Lantas, ia tersenyum miring sangat tipis.
'Berani sekali datang ke sini dan membuat istriku kesal,' protesnya dalam hati.
Nazam si pelit awalnya tak ingin ikut campur soal ini, tetapi melihat Sofia begitu heboh dan panik, terpaksa ia turun tangan.
Ia berdiri.
"Duduk saja. Kamu akan jatuh kalau turun dari sini. Parahnya riasan wajahmu akan hancur kalau ikut berjibaku di sana," saran Nazam seraya membuka jas. Ia melipat lengan kemeja putihnya sampai hampir melewati siku.
Sofia tercenung melihat suaminya. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa yang sekiranya akan Nazam lakukan? Jika boleh jujur, tak sedikitpun ia percaya pada Nazam. Bisa jadi dia malah lebih memperkeruh suasana.
Nazam turun dari pelaminan. Mendekati kelima orang yang sedang saling tarik di sana. Bersamaan dengan itu, kedua orang tua Sofia yang sebelumnya terpaku di tempat, akhirnya tersadar. Mereka begitu geram, merasa bahwa Naran tak punya urat malu.
"Kurang ajar!" umpat ibunda Sofia. Saking marahnya, air mata telah berkumpul di pelupuk mata. Tangannya mengepal kuat.
"HENTIKAN SEKARANG JUGA!"
Suara menggelegar itu memenuhi aula. Dan dalam sekejap, keributan yang sedang berlangsung telah berhenti.
Tangan Lisa, Naomi, dan Inggit masih dalam posisi menjambak Ify dan Naran. Tak lama Naran segera menepis tangan-tangan yang menyakiti Ify juga dirinya secara kasar, lantas membawa wanita itu sedikit mundur, sedangkan dia membiarkan diri menjadi tembok penghalang kalau-kalau hal serupa terjadi lagi.
Oh, tidak. Lihatlah sekarang Ify dan Naran. Mereka sangat kacau. Rambut dan pakaian mereka berantakan.
"Kenapa kalian membuat keributan?" hardik Nazam dengan kilatan mata marah kepada tiga sahabat Sofia.
Ketiganya baru sadar atas tindakan mereka yang memalukan. Ketiganya terlalu malu sehingga tak bisa berkata apa pun.
"Shit!" umpat Sofia memukul pahanya tak sadar.
Wanita itu mulai geram. Sesuai dugaan, Nazam sangat tak sesuai harapan. Ia tak menyangka, ternyata Nazam akan memperlakukan teman-temannya begitu. Padahal, Sofia tahu ketiganya melakukan suatu 'keributan' itu karena ingin membelanya.
"Bisa-bisanya!" Sofia sungguh mengangkat gaunnya, menjinjitkan sedikit kaki itu agar bisa berjalan maju.
"Dan kalian berdua! Atas izin siapa kalian masuk ke sini? Rasa-rasanya kami tak mengundang kalian." Nazam menunjuk Ify dan Naran. Perkataan pedasnya membuat Ify dan Naran malu.
Mendengar Nazam mempertanyakan hal yang membuat mantannya diam tak berkutik, Sofia menghentikan langkah kecilnya.
Ia memandang Nazam dan berubah pikiran. Baginya, Nazam lumayan. Tapi itu tak cukup. Ia terlalu sakit hati melihat kedatangan dua orang itu. Lagipula, jika dipikir ulang, Sofia merasa tak pernah mempublikasikan soal pernikahannya bersama Nazam. Lalu, mengapa Naran dan Ify bisa tahu?
Segelintir rasa penasaran hadir di antara sakit juga sedihnya. Dia juga bertanya pada diri sendiri. Lelaki itu sudah tak waras. Mengapa Naran melakukan ini? Setelah membatalkan pernikahan mereka, dengan sengaja membawa Ify ke acara resepsinya. Apakah sengaja ingin mengejek? Sengaja ingin mengolok karena Sofia terpaksa menikahi lelaki lain?
Begitulah isi pikiran Sofia kini. Jika semua itu benar, mereka sangat jahat!
"Maaf, kami hanya ingin memberi ucapan selamat. Bagian mana yang salah? Bahkan kami tidak mengacau," kata Ify menatap tajam Nazam.
"Terima kasih, tapi kami tidak perlu ucapan selamat dari kalian. Jadi tidak usah repot-repot datang ke sini. Silakan pergi, tahu jalannya, kan?"
"Wuaah." Ketiga teman Sofia membulatkan mulut mereka, tak percaya Nazam bisa sekeren itu ketika mengusir dua manusia rubah itu. Perlahan senyum mereka mengembang.
Naran menunduk malu. Ia sadar kalau kedatangannya sangat tak diharapkan. Sudah tahu akan berakhir kacau, masih saja nekad.
'Bodoh. Kenapa mau menuruti kemauan Ify hanya karena dia ... ngidam,' sesalnya dalam hati.
Ify yang dikenal lugu dan manis itu membenarkan anak rambut, memamerkan senyum merekah yang tentunya hanya senyum palsu yang dipaksakan.
"Terima kasih sambutannya. Dan jangan khawatir, kami akan seg—"
PLAK!
Ucapan Ify terjeda setelah satu tamparan keras mendarat di pipinya.
Semua orang terkejut. Apalagi Ify dan Naran.
"Beraninya kamu menampakkan batang hidung di sini. Tak tahu malu! Setelah menghancurkan kebahagiaan Sofia, tak adakah sedikitpun penyesalan yang kamu rasa? Sungguh keterlaluan!" hardik bunda Sofia marah.
Dirinyalah yang baru saja menampar Ify sekuat tenaga. Tak ada yang tahu kapan wanita separuh baya itu turun ke sana. Mereka terlalu fokus pada Ify yang dikeroyok ramai-ramai.
Ify menatap ibunda Sofia sembari memegangi pipinya itu dengan mata berkaca. Ia tak terima diperlakukan seperti itu. Akan tetapi, tak ada yang bisa ia lakukan selain mematung dan menahan semua penghinaan terhadapnya ini.
"Saya pikir kamu adalah teman baik Sofia, ternyata saya sudah salah menilai selama ini. Dengan bodoh terus membiarkan kamu tinggal di sisi Sofia. Saya salah! Saya pikir kamu hanyalah gadis lugu yang setia pada sahabatnya, ternyata kamu ...."
Ibunda Sofia menangis kecewa. Tak bisa melanjutkan kata-kata. Dirinya berpikir keras. Mengapa setelah selama ini ia menganggap dan memperlakukan Ify bak anak kandung sendiri, tetapi semua kebaikan yang ia beri kepada gadis itu tak lebih dari sebuah luka? Hanya luka! Dan keluarga Sofia sungguh tak menyangka.
"Pergi! Pergi dari sini!"
Tampaknya satu tamparan saja tak cukup bagi ibunda Sofia. Ia hendak melayangkan tamparan lagi, tetapi untung saja dicegah oleh ayah Sofia.
"Bun, Bun! Berhenti!" Ayah Sofia merangkul istrinya dari samping, mencoba menghalangi agar istrinya tak lagi memakai kekerasan pada Ify.
Bagaimanapun, ayah Sofia tak mau sampai berurusan dengan polisi nanti.
"Ayo Ify, sebaiknya kita pergi dari sini," ajak Naran dengan suara rendah.