Keesokan harinya
Dengan senyuman yang mengembang, Meta terus memperhatikan Daffa yang masih terbuai di alam mimpinya, orang yang diam-diam masuk ke kamar Daffa adalah Meta, tangan Meta pun terulur untuk membelai pahatan sempurna yang ada di hadapannya, namun apa yang Meta lakukan membuat Daffa terusik.
Mata Daffa membulat sempurna saat melihat Meta tersenyum tepat di hadapan wajahnya, bukan dia merasa senang, tapi Daffa benar-benar merasa kesal, Daffa langsung mendorong tubuh wanita itu agar dia menjauh dari hadapannya.
"Apa yang kau lakukan di sini, huh?" tanya Daffa dengan sengit.
"Tidur denganmu, memangnya kau tidak ingat apa yang kita lakukan semalam," jawab Meta dengan senyuman penuh kemenangan.
"Cih ... jangan bermimpi, aku tidak sudi menjamah tubuhmu!" maki Daffa
"Aku mengerti kau pasti tidak akan menyadarinya Baby, tapi semalam kita memang ...."
"SHUT YOUR DAMN MOUTH! GET OUT!" maki Daffa menyela ucapan Meta dengan tatapan yang berapi-api, bahkan makian Daffa sampai terdengar ke luar kamarnya, hal itu membuat Diandra dan Ramdan datang ke kamarnya juga.
"Ada apa?" tanya Diandra yang berdiri di ambang pintu bersama Ramdan.
"Kenapa Mama kasih ijin dia masuk ke kamar aku?" tanya Daffa.
"Emangnya kenapa kalau Meta tidur di kamar kamu, kan kalian sebentar lagi menikah," jawab Diandra.
"Stop it Ma, ini udah keterlaluan, aku gak mau menikah sama perempuan murahan kayak dia!" maki Daffa.
"Daffa!" bentak Diandra, dia semakin murka karena melihat Meta menangis.
"Jaga ucapan kamu!" ucap Diandra dengan tatapan tajamnya, lalu dia menghampiri Meta.
"Ayo Sayang, kita keluar dari sini," ucap Diandra.
"Ma, kali ini Papa gak setuju dengan apa yang Mama lakukan," ucap Ramdan.
"Apa yang salah, Pa?" tanya Diandra.
"Mama masih tanya apa yang salah? Kesalahannya udah nyata di depan mata Ma, gak sepantasnya seorang perempuan diam-diam masuk ke kamar laki-laki dan tidur di kamar itu, sekali pun mereka calon suami istri, tetap itu gak pantas dilakukan oleh perempuan baik-baik!" jawab Ramdan.
"Jadi sekarang Papa juga membela, Daffa?" tanya Diandra.
"Jelas Papa membela Daffa, di sini Meta yang salah, masuk ke kamar Daffa tanpa ijin sedangkan dia tamu di rumah ini apa seperti itu etika bertamu," jawab Ramdan.
"Mega bukan tamu Pa, dia calon menantu kita," ucap Diandra.
"Hanya Mama yang menganggap dia calon menantu, selama Daffa tidak setuju untuk menikah dengan dia, dia tetap bukan siapa-siapa dan dia harus punya sopan santun saat bertamu di rumah ini!" ucap Ramdan dengan tatapan tajamnya.
"Papa ...."
"Kenapa? Mama mau membela dia lagi? Silahkan Mama bela dia mati-matian, semoga Mama tidak menyesal dengan apa yang Mama lakukan saat ini!" ucap Ramdan menyela ucapan Diandra.
Diandra yang benar-benar merasa kesal, pergi begitu saja dari kamar Daffa.
"Kau suka melihat kekacauan ini, huh?" tanya Ramdan kepada Meta yang masih ada di kamar Daffa.
"Om, aku ...."
"Pergi dari sini, aku tidak ingin mendengar apapun alasanmu!" ucap Ramdan menyela jawaban Meta.
Dengan perasaaan kesal, Meta pun keluar dari kamar Daffa tanpa mengatakan apa-apa lagi.
"Papa percaya sama aku, 'kan? Aku emang gak ngapa-ngapain sama dia, aku kaget pas tadi Meta ...."
"Kamu gak perlu menjelaskan apa-apa, Papa percaya kamu tidak akan melakukan sama dia, tapi Papa gak mau suatu saat nanti dia menipu mama kamu lagi," ucap Ramdan.
"Maksud Papa apa?" tanya Daffa.
"Sudah lah, nanti kamu pasti ngerti," jawab Haris lalu dia keluar dari kamar Daffa.
"Apa maksud papa?" tanya Daffa, cukup lama dia terdiam memikirkan apa yang dimaksud oleh Ramdan, namun Daffa tetap tidak menemukan jawabannya sendiri, Daffa pun beranjak dari tempatnya lalu pergi ke kamar mandi, karena hari ini dia banyak sekali pekerjaan di kantor.
***
Sejak Farhan masuk ke ruangan operasi, Raline terus gelisah, Raline benar-benar takut jika dokter tidak berhasil menangani ayahnya dan itu akan membuat ....
Tidak, tidak, bahkan Raline tidak ingin membayangkan hal itu, Raline tidak mau semua itu terjadi.
"Raline!" panggil Bian yang sejak tadi melihat Niela mondar-mondir gelisah di hadapannya.
"Kenapa, Bian?" tanya Raline.
"Jangan mikir yang aneh-aneh, dari pada kamu gelisah gak jelas kayak gitu, mendingan kamu duduk terus berdoa, biar ayah kamu baik-baik aja, hidup dan matinya seseorang itu sudah ditakdirkan Allah, bukan berada di tangan manusia, dokter hanya perantara untuk menyembuhkan ayah kamu," ucap Bian menyela, dia sudah mengerti apa yang dimaksud oleh Raline. Bian pun menarik lengan Raline agar dia duduk di sampingnya.
"Nih minum dulu, biar kamu sedikit lebih tenang," ucap Bian sambil memberikan sebotol air mineral kepada Raline.
"Terima kasih, Bian," ucap Raline, lalu dia meminum air yang diberikan oleh Bian.
"Udah lebih tenang 'kan, gini lebih baik dari pada kamu mondar-mandir kayak tadi," ucap Bian.
"Iya, Bian," ucap Raline.
"Om Ferdi pasti selamat, kamu jangan terlalu khawatir," ucap Bian.
"Aamiin," ucap Raline.
"Kalau Om Farhan selesai dioperasi, aku pulang dulu ya, nanti aku ke sini lagi bawa makanan buat kamu," ucap Bian.
"Gak usah, biar aku beli aja," ucap Raline.
"Jangan nolak, barusan mama chat aku, mama udah siapin makanan, nanti biar mama gantian jagain Om Farhan kamu bisa istirahat dulu," ucap Bian.
"Maaf ya, aku ngerepotin kamu terus seharunya ibu yang melakukan ini, tapi ...," ucap Raline terhenti.
"Udah gak usah pikirin soal ibu kamu, lagian aku sama mama gak ngerasa direpotkan jangan bilang kayak gitu lagi aku gak suka," ucap Bian sambil tersenyum.
"Tetap aja Bian, cuma kamu yang selalu ada buat aku, aku gak tau gimana caranya membalas semua kebaikan kamu sama aku," ucap Raline.
"Saat aku melihat kamu bahagia, itu adalah balasan yang cukup buat aku," ucapan Bian membuat Raline terdiam lalu menatap pria yang duduk di sampingnya itu dengan sangat lekat.
"Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu? Ada yang salah di muka aku?" tanya Bian.
"Eh ... enggak kok, gak ada," jawab Raline yang mulai merasa gugup, keadaan di antara mereka pun menjadi hening, tidak ada lagi yang bicara.
Hingga dua jam berlalu, akhirnya dokter keluar dari ruang operasi bersamaan dengan Farhan yang akan dipindahkan ke ruang pemulihan lagi.
Operasinya berjalan dengan lancar, namun keadaan Farhan belum sepenuhnya pulih, dia masih dalam keadaan koma dan masih harus mendapatkan perawatan di rumah sakit, walaupun keadaan Farhan belum sepenuhnya pulih, Raline tetap bersyukur karena setidaknya ada perkembangan untuk sang ayah.