"Tidak, Tuan, aku mohon jangan," ucap wanita itu, lalu dia berdiri untuk menghindari Daffa, namun dengan cepat Daffa menarik lengan wanita itu dan menghempaskan tubuh dia tepat di atas ranjang, apa yang Daffa lakukan membuat wanita itu semakin ketakutan.
"Aku mohon, biarkan aku pergi," ucap wanita itu kembali mengharapkan belas kasihan Daffa. Namun, Daffa malah membungkuk tepat di hadapan wanita itu dengan menatap tajam wajahnya yang berurai air mata.
"Aku juga mengatakannya tadi, aku sudah membayarmu dengan sangat mahal, aku tidak ingin kehilangan uangku begitu saja, jadi kau harus melayaniku malam ini, aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan," ucap Daffa.
"Lepaskan aku, aku akan melakukan apapun untuk mengganti uang yang sudah kau berikan kepada mami, aku bisa menjadi pelayanmu seumur hidup, asal kau jangan memaksa aku melakukan ini," ucap wanita itu.
"Pelayanku seumur hidup?" tanya Daffa.
"Ya, Tuan, aku akan melakukannya, tapi jangan melakukan ini kepadaku," jawabnya semakin memelas.
"Tidak, aku tidak tertarik sama sekali dengan tawaranmu," ucap Daffa dan mulai mengecup bibir wanita itu, namun dia sama sekali tidak membalas kecupan Daffa, hal itu membuat Daffa marah lalu dia beranjak dari atas wanita itu.
"Kau!" maki Daffa sambil menunjuk wajah wanita itu.
Wanita itu pun langsung bangun dari ranjang dan bersimpuh sambil memegang kaki Daffa.
"Aku mohon, Tuan, tolong lepaskan aku, aku bersumpah tidak akan lari dari tanggung jawab," ucap wanita itu.
"Aku hanya ingin kau melayani aku malam ini," ucap Daffa.
"Aku tidak ingin melakukannya," ucap wanita itu lagi.
"LALU KENAPA KAU DATANG DENGAN PARA WANITA MURAHAN ITU, HUH?" tanya Daffa dengan sengit.
"Aku terpaksa melakukannya karena aku membutuhkan uang yang sangat banyak untuk pengobatan ayahku yang sedang koma di rumah sakit!" jawab wanita itu dengan suara bergetar.
Daffa masih menatap dengan nyalang gadis yang semakin gemetar ketakutan karena bentakannya tadi, entah kenapa Daffa menjadi lepas kendali saat melihat gadis itu berada di antara para wanita yang dibayar untuk menuntaskan hasrat para pria hidung belang.
"Tatap aku!" perintah Daffa dengan tatapan seakan ingin membunuh gadis itu sekarang juga.
"Tatap aku!" bentak Daffa lagi, dengan perlahan wanita itu pun menatap Daffa sambil menghapus air matanya.
"Kau benar-benar terpaksa melakukan ini?" tanya Daffa.
"I ... iya, Tuan," jawab gadis itu dengan suara bergetar.
"Benar seperti itu? Katakan dengan jelas!" bentak Daffa.
"Iya, aku terpaksa melakukan ini, aku sudah mengatakannya sejak tadi," jawab gadis itu.
"Siapa namamu?" tanya Daffa.
"Namaku?" tanya gadis itu.
"Ya, kau tidak punya nama?" tanya Daffa.
"Na ... namaku, Raline," jawab gadis itu.
Ya, gadis yang saat ini sedang bersama Daffa adalah Raline, saat dia pergi dari ruangan ayahnya, dia kembali pergi dengan Sarah kembali ke tempat Kumara.
Mau tidak mau Raline harus melakukan pekerjaan itu untuk menuruti semua perintah ibunya.
"Tidurlah!" perintah Daffa membuat mata Raline membulat sempurna.
"Ti ... tidur?" tanya Raline.
"Ya, aku sangat lelah, jadi aku tidak tertarik menyentuhmu sekarang," jawab Daffa.
"Ta ... tapi, apa aku boleh pergi?" tanya Raline.
"Pergi?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.
"Ya, aku mohon, mungkin ayahku sendirian di rumah sakit," jawab Raline dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tidak, kau tidak boleh pergi dari sini, aku membayarmu agar kau menuruti semua perintahku," ucap Daffa.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Raline.
"Aku sudah katakan, kau harus menuruti semua yang aku katakan, jadi jangan banyak membantah, sekarang tidurlah," jawab Raline sambil melepaskan jas yang dia gunakan, lalu dia masuk ke kamar mandi.
"Ibu, maafin aku," ucap Raline dengan lirih, tak berapa lama ponsel Raline berdering dari dalam tasnya, Raline segera mengambil ponselnya karena dia takut terjadi sesuatu dengan ibunya di rumah sakit, lalu Raline menerima panggilan itu yang ternyata dari Hanna.
"Halo, Raline, kamu di mana? Udah malem begini belum balik ke rumah sakit?" tanya Hanna setelah telpon tersambung.
"Maaf, Tante, aku masih ada urusan, aku mau minta tolong sama Tante, apa boleh?" tanya Raline.
"Boleh, kenapa?" jawab Hanna.
"Apa Tante bisa temenin ibu malam ini aja, kayaknya aku masih sibuk, belum bisa balik lagi ke rumah sakit," jawab Raline.
"Boleh, lagian Tante emang niat mau nemenin kamu malam ini di rumah sakit, tapi kamu malah sibuk, ya udah gak apa-apa, semoga urusan kamu cepat selesai," ucap Hanna.
"Iya, Tante, terima kasih," ucap Raline.
"Kamu hati-hati ya, Raline," ucap Hanna.
"Iya, Tante, sekali lagi terima kasih banyak," ucap Raline.
"Sama-sama, Raline," ucap Hanna, lalu Raline. memutuskan sambungan telponnya, tanpa dia sadari jika Daffa mendengar apa yang Raline bicarakan di telpon.
"Aku gak seharunya melakukan ini, Yah, tapi aku gak tau lagi gimana caranya biar aku dapet uang yang banyak, semua tabungan aku udah habis, bahkan uang yang aku dapat semuanya dipegang sama ibu, setelah ini aku gak tau gimana sama masa depan aku, aku juga gak mungkin bisa lepas begitu aja dari ibu," ucap Raline, lalu dia kembali menangis, dia sangat menyesal sudah menuruti semua permintaan Sarah.
Tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur, Raline harus bisa menghadapi semuanya dan dia harus lebih pintar menghadapi sang ibu agar masa depannya tidak semakin hancur.
Daffa yang membuka sedikit pintu kamar mandi, melihat Raline menangis di sana, sekarang dia benar-benar yakin Raline memang terpaksa berbaur dengan para wanita panggilan itu, Daffa pun segera keluar dari kamar mandi, Raline juga dengan cepat menghapus air matanya.
"Kau tidur di ranjang, biar aku tidur di sofa," ucapan Daffa membuat Raline menatap tak percaya kepadanya.
"Tidak, Tuan, biar aku yang tidur di sofa," ucap Raline.
"Aku tidak suka dibantah," ucap Daffa dengan tatapan tajamnya kepada Raline.
"Ba-baik lah," ucap Raline dengan suara yang bergetar.
"Kau tidak boleh mengatakan apa-apa tentang malam ini, apalagi kepada temanku," ucap Daffa.
"Baik, Tuan," ucap Raline.
"Tidurlah," ucap Daffa yang mulai merebahkan tubuhnya di atas sofa, sedangkan Raline masih duduk terdiam di sana, gadis itu masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.
Apa semua wanita yang bekerja seperti ini mengalami apa yang Raline alami saat ini? Atau Raline hanya sedang beruntung karena Daffa yang sudah membayarnya. Entahlah, Raline juga tidak mengerti, yang terpenting sekarang adalah, Raline selamat dari hal buruk yang terus dia pikirkan.