"Ayo, Sayang, kita pergi!" ucap Daffa.
"Permisi, Tuan," ucap Raline.
"Ya, lain kali kamu main ke rumah kami," ucap Ramdan.
"Baik, Tuan," ucap Raline.
"Bye, Pa," ucap Daffa, lalu dia dan Raline masuk ke lift.
"Gaya berpacaran anak muda jaman sekarang, sudah tidak malu mengumbar kemesraan di tempat umum," ucap Ramdan, dia pun kembali ke kamarnya.
"Kenapa Anda berkata seperti itu kepada ayah Anda, Tuan?" tanya Raline memberanikan diri untuk menatap Daffa.
"Aku sudah katakan, kau harus menuruti semua yang aku lakukan dan aku perintahkan," jawab Daffa.
"Termasuk berbohong kepada semua orang?" tanya Raline, namun Daffa tidak menjawab ucapan gadis itu.
"Aku tidak mau melakukannya, sekali berbohong, kita akan terus berbohong ke depannya," ucap Raline.
"Oke, jika kau tidak mau melakukan apa yang aku katakan, kau harus mengganti semua uang yang aku keluarkan untuk membayarmu!" ancam Daffa.
"Aku lebih baik mengganti semua uangmu dari pada melakukan kegilaan ini!" ucap Raline dengan menatap kesal kepada Daffa.
"Benarkah kau mau mengganti semuanya?" tanya Daffa dengan alis yang terangkat.
"Ya," jawab Raline dengan lirih.
"Ganti uangku sekarang juga, tiga ratus lima puluh juta!" ucapan Daffa membuat mata Raline terbelalak sempurna.
"Apa? Tiga ratus juta?" tanya Raline.
"Ya, aku ingin dalam dua hari kau harus mengganti semua uangku," jawab Daffa.
"Tapi, itu mustahil, Tuan," ucap Raline.
"Aku tidak peduli mustahil atau tidak, jika kau mau mengganti semuanya, aku berikan kamu waktu dua hari, jika lebih dari itu, maka kau harus menuruti semua yang aku katakan," ucap Daffa.
"Ya ampun, dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat, belum lagi aku harus membayar semua biaya pengobatan ayah," ucap Raline di dalam hatinya.
Ting
Pintu lift pun terbuka, Daffa lebih dulu keluar dari lift, diikuti oleh Raline, namun langkah kaki Daffa terhenti saat dia melihat Meta dan seorang pria keluar dari salah satu kamar dengan sangat mesra.
"Cih ... wanita murahan, sok suci, kenapa mama sangat ingin menjodohkan aku dengan wanita murahan seperti dia!" maki Daffa, lalu dia mengambil ponselnya sebelum Meta dan pria itu menjauh dari pandangannya.
"Kita lihat nanti setelah ini!" ucap Daffa, semua yang Daffa lakukan tak luput dari pandangan Raline.
Raline juga mendengar semua yang Daffa katakan kepada wanita yang tidak dia kenali itu, Raline berpikir, Daffa memang mengenali pria itu.
"Wanita murahan?" tanya Raline di dalam hatinya sambil melihat penampilan Meta yang sangat berkelas, Raline berpikir jika pria yang bersama Meta adalah suaminya. Jika wanita berkelas seperti Meta disebut wanita murahan, lalu bagaimana dengan dirinya yang menjual kesucian hanya untuk mendapatkan uang yang sangat banyak.
Bukankah Raline tidak ada bedanya dengan wanita murahan yang diucapkan oleh Daffa atau mungkin Raline lebih terhina dari pada itu? Entahlah, Raline tidak mengerti bagaimana statusnya saat ini, semuanya sudah terjadi, namun Raline benar-benar terpaksa melakukan pekerjaan ini karena paksaan sang ibu.
"Tuan, ijinkan saya pergi!" ucap Raline setelah dia dan Daffa selesai sarapan, walaupun mereka sarapan di tempat yang mewah, namun itu tidak meninggalkan kesan apa-apa untuk Raline, apalagi dia terus memikirkan bagaimana keadaan Ferdi di rumah sakit.
"Kau tidak boleh pergi," ucap Daffa dengan wajah datarnya.
"Aku mohon, Tuan, aku harus pergi," ucap Raline.
"Apa kau sudah dibooking pria lain sepagi ini?" pertanyaan Daffa terdengar sangat menyakitkan untuk Raline, apa Raline serendah itu hingga di pagi hari seperti ini dia tetap harus melayani nafsu bejat para pria hidung belang.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Raline langsung beranjak dari tempatnya, dia tidak peduli dengan apa yang akan Daffa lakukan kepadanya nanti.
"Kau tidak boleh pergi!" ucap Daffa saat Raline hampir menjauh darinya, namun Raline tetap tidak menghiraukan panggilan Daffa.
Daffa pun beranjak dari tempatnya untuk mengejar Raline yang berjalan semakin cepat.
"Hei, apa kau tuli, kau tidak boleh pergi!" ucap Daffa sambil menarik lengan Raline dengan cengkraman yang kuat namun ....
PLAAK
Raline langsung menampar pipi Daffa dengan sangat kencang karena emosi yang sudah memuncak, apa yang Raline lakukan membuat Daffa terdiam karena ini pertama kalinya dia ditampar oleh seorang wanita.
"Aku tidak tuli, aku bukan budakmu dan aku bukan wanita panggilan yang siap kapan saja menghangatkan ranjang pria bejat sepertimu, kau mengerti!" maki Raline lalu dia pergi mencari taksi.
"What? Pria bejat? Semalam aku tidak melakukan apa-apa kepadanya dia bilang aku pria bejat?" tanya Daffa dengan suara lirih sambil memegang pipinya yang masih terasa panas karena tamparan Raline.
"Lihat pembalasanku!" ucap Daffa lalu dia segera pergi untuk menyusul Raline, namun Raline sudah masuk ke taksi yang lewat di hadapannya, Daffa pun segera masuk ke mobilnya untuk mengikuti taksi yang Raline tumpangi.
Daffa terus mengikuti ke mana Raline pergi, hingga mereka sampai di rumah sakit.
"Untuk apa dia ke sini?" tanya Daffa dengan lirih, lalu dia memarkirkan mobilnya, sebelum Raline semakin menjauh.
"Raline, kamu dari mana aja?" tanya Bian yang keluar dari ruangan Ferdi.
"Jangan sekarang ya, Bian," jawab Raline, dia tidak tau jika Daffa masih memperhatikannya dari jauh dengan rahang yang mengeras karena Raline bicara dengan Bian.
"Aku khawatir sama kamu, semaleman kamu gak bisa dihubungi, aku sama mama ...."
"Terima kasih ya, kamu sama Tante Hanna udah temenin ayah di sini, sekarang kamu bisa istirahat, biar aku yang jagain ayah," ucap Raline menyela apa yang akan dikatakan oleh Bian.
"Raline, tapi aku ...."
"Nanti kita ngobrol lagi ya." ucap Raline, lalu dia segera masuk ke ruangan Ferdi.
"Apa yang sudah terjadi, apa semalam dia baik-baik saja?" tanya Bian yang masih mengkhawatirkan keadaan Raline.
"Pengen banget nemenin dia di sini, tapi gue harus kerja," ucap Bian, sebelum dia pergi Bian kembali melirik Ara yang sudah duduk di samping Ferdi sambil menggenggam tangan sang ayah.
"Maaf, Raline, nanti aku balik lagi ke sini," ucap Bian, dia pun segera pergi dari sana, Daffa yang masih memperhatikan Bian dan Raline, bisa keluar dari persembunyiannya.
Daffa terdiam saat melihat Raline menangis dari balik pintu ruangan Ferdi yang sedikit terbuka.
"Siapa pria itu?" tanya Daffa dengan lirih, dia membuka pintu sedikit lebar lagi, agar dia bisa mendengar apa yang Raline katakan, namun hanya terdengar isakan yang semakin kencang.