Singkat waktu..
Permainan terus berlangsung, kali ini permainannya adalah tebak kata. Setiap kelompok diberikan 5 kata yang harus di tebak dengan mengatakan clue kata tersebut. Guru olahraga membawa kardus berisi earphone.
"Anak-anak, tolong setiap perwakilan kelompok mengambil dua earphone. Permainan tebak kata kali ini harus mendengarkan musik yang besar, kalau bicara biasa saja pasti tidak seru. Ngomong-ngomong tentang permainan ini, Bapak sudah merencanakan untuk dimainkan setelah menonton sebuah acara televisi yang memainkan game ini. Harus semangat ya. Usaha teriaknya bisa lebih besar musik di earphone." Ujar Pak Olahraga sambil tertawa.
Ia sudah membayangkan bagaimana anak-anaknya akan memainkan game tersebut, pastinya mereka akan emosi jika sang partner tidak dapat menjawab.
"Jef, gue yang bagian tebak aja ya. Gue gak jago nyusun kata-kata untuk clue." Pinta Alfius saat giliran mereka.
"Memang itu yang gue mau juga. Gue gak percaya sama lo, bukannya menang malah kalah nanti kita." Jawab Jefran meremehkan Alfius.
Kemudian ia langsung menggunakan earphone dan pergi ke tempatnya. Ia sengaja langsung menggunakan earphone itu karena tidak mau mendengarkan ocehan tidak berbobot dari Alfius.
"Memang gak betul otak nih anak. Ngomongnya suka banget jujur." Alfius emosi.
"Eh Jef tunggu gue woi, masa ninggalin cowok ganteng sendiri." Lanjutnya berlari mengejar Jefran.
Kata pertama yang akan ditebak Alfius adalah cantik, Jefran sudah siap memberikan clue kepada Jefran.
"Lawan kata dari ganteng." Teriak Jefran.
"Ha, apaan Jef. Gue ganteng? Oh sudah jelas, Danendra Alfius putra memang paling ganteng." Puji Alfius kepada dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia masih sempat untuk memuji dirinya.
"Kampret betul nih anak, tenggorokan gue udah sakit malah bercanda." Jefran berucap emosi.
"He nyet, lawan kata ganteng apa woi, lama-lama sepatu gue melayang nih ke kepala lo." Lanjut Jefran masih emosi.
Malah kali ini emosinya bertambah dari yang tadi, Rara yang bertugas memegang papan kata mereka terus tertawa melihat kelakuan kedua cowok itu. Yang satu suka emosian dan yang satu kayak emak rempong, perpaduan yang sangat bagus bukan.
"Cukup, Jef. Jawabannya tuh cantik. Gue cuma bercanda aja." Teriak Alfius menjawab.
Sebenarnya Alfius ingin lebih lama bercanda dengan Jefran, namun wajah marah Jefran mampu membuat Alfius takut. Baru kali ini dia melihat Jefran marah, 3 menit telah berlalu. Gilirannya Alfius dan Jefran pun telah selesai, tak disangka mereka bisa menjawab semua kata dengan benar. Walaupun saat permainan berlangsung mereka suka sekali berantem.
Sekarang giliran Satria dan Beby yang bermain, mereka sudah bersiap ditempat masing-masing. Sebelum memakai earphone Beby tiba-tiba mengangkat tangannya.
"Pak boleh gak saya sama Satria pindah ke bawah pohon saja, ini panas-panas pagi bikin kepala saya sakit, bapak gak mau kan saya pingsan di sini." Teriak Beby kepada Pak Guru.
"Ya sudah kalau begitu, saya izinkan kalian pindah ke bawah pohon saja. Saya tak mau juga lihat kamu pingsan disini." Pak Guru mengizinkan mereka.
Beby dan Satria saling tos, rencana mereka ternyata berjalan mulus. Mana mau mereka terkena sinar matahari, mereka takut kolagen diwajah mereka bisa luntur. Kalau luntur bisa-bisa wajah mereka rusak dan memerah, seperti itu lah pemikiran otak mereka jika terkena sinar matahari terlalu lama. Catrin yang bertugas memegang papan kata mengikuti mereka dari belakang.
"Kalau bisa kita mulai sekarang ya biar gak buang waktu." Ujar datar Catrin saat mereka sampai dibawah pohon.
Ia seperti sedang kesal melihat kedekatan Satria dan Beby. Mereka berdua seperti sepasang kekasih, ia juga sedikit kecewa dengan Satria karena telah melukai sedikit hatinya. Walaupun baru sekali bertemu dan berbincang, Catrin sudah bisa menaruh hatinya untuk Satria. Tidak tau kenapa begitu cepat dirinya menaruh rasa kepada Satria, mungkin kah sikap Satria yang begitu manis hingga Catrin cepat menaruh hati padanya.
Selama ini dia terus menutup diri kepada semua cowok, hanya dua cowok yang bisa membuat dia jatuh hati, pada Nadial dan Satria.
Catrin tiba-tiba sadar dari lamunannya saat Satria memanggil namanya. "Catrin."
Dengan gugup Catrin membalas Sapaan itu. "Iya."
"Maaf ya gue sama Beby terlalu asik ngobrol sampai ga tau ada lo, Cat. Bersyukur banget lo yang megang papan." Satria meminta maaf. Ia merasa bersalah sudah membiarkan Catrin sendiri tanpa bicara.
"Dia siapa, Sat? Pacar lo ya, masa gak kenalin sama gue sih." Tebak Beby.
Satria yang mendengar kata-kata itu langsung dengan sigap mendekat ke arah Catrin dan merangkul sang gadis dari bahunya.
"Cantik kan pacar gue, Satria gitu loh. Masa mau di lawan." Jawab Satria dengan kepercayaan diri penuh.
Sontak wajah Catrin memerah. Malu, kaget, serta sedih bercampur aduk.
"Kenapa dia bersikap begitu percaya diri saat mengenalkanku sebagai pacarnya? Sikapnya terlalu manis, Tuhan tolonglah diriku agar tidak pingsan saat ini. Jantung ku seperti ingin meledak saja." Kata hati Catrin.
"Cantik banget sih ini, Sat. Beruntung banget lo bisa dapat si Catrin. Gue yang kasihan sama si Catrin kok bisa ya dapat cowok modelan lo gini." Ujar Beby terus tertawa. Catrin juga ikut tertawa melihat Beby.
"Kalau ngomong bisa gak sih jangan terlalu jujur, malu kan di depan calon istrinya." Ujar Satria sedikit serius.
"Ya maafin gue Sat. Bentar deh, kita jadi main gak sih. Waktu dah mau selesai dan gue disini daritadi cuma lihat lo sama pacar lo rangkulan terus." Omel Beby mengalihkan pembicaraan.
Ia tak mau terus berdebat dengan Satria, karena ia tahu tak akan ada ujungnya. Satria itu adalah Beby versi cowok.
"Catrin kamu gak apa kan kalau megang papan itu lama? Takut kamu capek terus pingsan eh pas pingsan kamu langsung di bawa ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit kamu malah belum sadarkan diri dan koma selama satu bulan lamanya." Satria terlihat begitu khawatir.
Beby yang emosi langsung melepaskan sepatunya dan melempari Satria.
"Gue salah apa coba ha. Pakai lempar sepatu segala, mana bau pula nih sepatu." Omel Satria sambil melempar kembali sepatu Beby kepada Beby.
"Gue emosi lihat lo, Sat. Mikir aneh-aneh banget soal pacar lo. Dia megang papan aja bukan angkat beban dosa lo yang seberat harapan orang tua. Ini juga kita di tempat teduh jadi gak bakal pingsan sumpah, Sat. Lama-lama gue telepon Pak Nathan biar nilai lo di turunin sama dia." Ancam Beby membuat Satria dengan cepat memakai earphone nya. Hanya dengan cara itu saja Beby bisa membuat Satria diam.
Beby dan Satria akhirnya memulai permainan mereka, permainan berjalan lancar. Hanya saja mereka cuma bisa menjawab tiga dari lima kata, Satria tidak fokus memberikan clue kepada Beby karena ia sibuk memperhatikan wajah cantik Catrin.
Satria sudah terlanjur tertarik kepada Catrin jadi setiap melihat Catrin, dirinya suka lupa akan keadaan. Beby pun pergi meninggalkan Satria dan Catrin di bawah pohon.
"Cat, lo gak marah kan sama gue?" Ujar Satria tiba-tiba Ketika mereka berdua sedang duduk beristirahat.
"Gue marah sama lo? Buat apa?" Tanya Catrin bingung.
Bukannya menjawab dia malah tidur sambil menaruh kepalanya di paha Catrin.
"Maaf soal tadi, gue sudah lancang nyebut lo sebagai pacar gue didepan teman gue." Jelas Satria Sambil melihat wajah Catrin dari bawah.
Ia sangat cantik jika dilihat dari segala arah, dari bawah saja ia terlihat begitu cantik.
"Ya gak apa juga sih. Gue juga gak inget soal itu lagi. Lihat, sekarang aja lo buat paha gue sebagai bantal aja gue gak marah kan. Santai aja kalau sama gue." Jawab Catrin santai.
Diluar saja santai seperti tidak terjadi apa-apa. Didalam, jantungnya berdetak begitu kencang dan tak beraturan.
"Jadi kalau gitu lo gak marah nih sama gue? Ya sudah sekarang lo bakal jadi pacar gue. Mau ya, Cat. Lo harus jawab ya atau iya aja. Gak boleh jawab selain dari dua kata itu." Ujar Satria serius sambil menatap Catrin dari bawah.
"Iya deh. Biar lo senang." Jawab Catrin tersenyum.
Satria langsung memeluk dirinya masih dengan posisi tertidur, ia menyembunyikan wajahnya di perut Catrin dan memeluk perut wanita itu. Mau memeluknya lebih ke atas tapi ia sedang dalam posisi tertidur. Sudahlah, yang penting ia bisa memeluk Catrin, padanya.