"Sudah sudah. Jangan marah. Kau boleh ikut bersama ku." ucap ku lantang ke luar kamar agar ael bisa mendengar nya.
"WOOHHOOOOO!!!"
Itu jawaban nya.
________
Aku Dan ael berjalan pelan keesokan hari nya. Melewati sebuah padang rumput yang sedikit gersang.
Ya.
Kami baru memulai perjalanan pulang.
"Misi mu kali ini sepertinya lebih simple kak dari misi mu yang lain-lain seperti nya." ucap ael sambil mencabut beberapa ilalang yang sudah tinggi.
Aku mengedikkan bahu, "Mana ku tahu. Lagi pula kau hanya ikut berapa misi ku yang kebetulan saja mudah."
"Tapikan bukan kebetulan kalau yang ini." ia memasukkan sebuah ilalang kedalam telinga kanan ku.
"Hiss hentikan itu."
Ia tertawa, "Misi mu kali ini kan hanya memastikan tetua penting di desa Timur itu masih sehat dan semua kebutuhan nya terpenuhi kan?"
Aku menatap nya aneh, "Sembarangan."
"Eh?- Bukan itu?-.."
Aku berhenti berjalan dan menatap nya serius. Ael ikut berhenti dan menatap balik sambil memasang wajah ingin tahu gosip.
Melihat ekspresi nya yang aneh bagi ku, aku menarik nafas dalam lalu memulai penjelasan ku, "Dulu, keluarga bangsawan Metcalfe, Putra sulung entah turunan keberapa.. 'Tanpa sengaja' membuat Baron Atheo terluka. Atas dasar iri harta dan tahta, jadilah insiden tidak masuk akal itu terjadi. Dan sampai saat ini keturunan dari Mendiang Atheo, ingin membalas dendam tentu saja."
"Hmm... Gelap juga.. Lalu apa hubungan nya dengan tetua Timur itu kak?"
Aku menarik telinga nya mendekat, "Kau ini bodoh sekali kau tahu itu?"
"Serius kakkkkkkkkk!"
Aku terkekeh pelan, "Druid yang kau sebut-sebut itu adalah," aku memelankan suara ku seperti angin sejuk gurun gersang, "Dawson Robin Metcalfe."
Mata biru es ael melebar tak percaya, "Bilang pada ku kalau kau membunuh nya.."
Aku mengambil botol air dari saku tas di punggung dengan telekinesis, "Yep. Tentu saja iya."
"Phewwww."
"Tapi kak.. Bukan kah marga tuan Axy adalah Pallas?"
Aku kembali mengedikkan bahu setelah selesai minum, "Mana ku tahu? Tapi yang ku dengar, setelah kejadian Atheo itu, seluruh keluarga mereka langsung memecahkan diri maing-masing. Bukan karena terpecah belah, tapi mereka yang malu karena membiarkan insiden yang menurut mereka memalukan itu. Semua keturunan mereka serentak mengganti marga."
Mulut ael membulat tanpa mengeluarkan suara.
Aku kembali meneguk air dalam botol yang masih ku pegang sedaritadi bicara pada ael. Kemudian sepertinya air di dalam sana habis.
"Hey ael. Tolong deteksiskan dimana ada oasis bersih disekitar sini."
"Siap kak~"
Ael sedikit menjauh dari ku, mengeluarkan sebuah kristal bulat berwarna putih, lalu ia berkonsentrasi penuh.
Kristal bulat itu mengeluarkan aura biru seperti angin saat hujan. Semakin lama, aura itu semakin kuat dan semakin terang.
Sepertinya ael sudah selesai mencari oasis yang ku pinta, namun ekspresi nya kecewa dan sebal. "Tidak ada yang bersih didekat sini kak.. Yang ada hanya kolam buaya dan belut."
Perjalanan kami akan selesai sampai malam untuk mencapai rumah. Tapi kalau persediaan kebutuhan habis, mau bagaimana lagi ? Harus mencari tempat sumber makanan atau minum. Pilihan kedua adalah mencari tempat istirahat semalam.
"Tapi aku mendeteksi sebuah peradaban kecil yang bisa kita lewati untuk membeli makanan kak."
"Hmm. Jauh juga?"
"Tidak tuh. Hanya beberapa ratus meter di depan." jawab nya polos.
Aku menjitak dahi lebar nya, "Mati kehausan aku bodoh."
"Hehe aku bercanda kak." ia menjulurkan lidah nya keluar. "Menurut kristal ku, hanya tinggal kita lurus ke depan 100meter, jalan sedikit ke kanan, maka gerbang tempat itu akan terlihat."
Aku hanya manggut-manggut sebagai jawaban kemudian berjalan ke depan sendiri.
Ael mengejarku setelah sedikit kerepotan mengamankan kristal berharga nya, "Kakak! Tungguuu!"
Setelah berhasil sama langkah dengan ku, ia bertanya lagi, "Kak.. Apa setelah ini, masih akan ada misi yang berhubungan dengan insiden Mendiang Tuan Atheo?"
Aku berfikir sebentar sebelum menjawab, "Sepertinya tidak ael. Tetua Timur yang sudah ku racun itu adalah target terakhir dari dendam keluarga dan keturunan Atheo. Sisa nya sudah tidak tahu apa-apa tentang insiden itu."
"Bagus juga pemikiran keluarga itu ya. Tidak membawa dendam sampai tujuh turunan."
"Itu teknik kuno."
Kami melanjutkan berjalan sambil aku menceritakan beberapa misi ku yang ael tidak tahu.
________
Angin membawa debu pasir terbang menggumpal cukup tebal dan tinggi.
Kami sampai di sebuah tempat misterius, sangat aneh, dan mistis mencurigakan.
Mungkin nya dulu sebuah desa. Tapi mengapa hanya sedikit rumah yang masih berbentuk utuh disini? Sisa nya sudah tidak berbentuk apa-apa. Hanya tinggal tiang atau bahkan hanya bongkahan besar maupun kecil. Benar-benar sudah porakporanda daerah ini.
Kemana pemimpin nya?
"Kau yakin ini daerah yang dimaksud oleh kristal mu itu? Atau kristal itu sudah tua jadi salah menunjukkan arah?" tanya ku sambil meledek ael.
"Hiss kakak... Kristal ku tidak pernah salah.. Ini adalah tempat terdekat yang dimaksud kristal ku. Tidak ada desa atau tempat singgah lagi yang terdeteksi.."
"Ini akan jadi masalah.."
Kami berjalan masuk perlahan dalam jalan setapak yang hampir dipenuhi rerumputan liar dan ilalang.
Aku dapat melihat beberapa warga berlarian masuk ke tempat persembunyian begitu melihat kami mendekat.
Kami terus berjalan lurus saja kedepan sambil mencoba memfokuskan diri ke jalanan saja dan mencari tempat yang dimaksud adik ku ini.
Ael yang mulai gelisah dengan keadaan, mulai frustrasi karena kami belum juga sampai.
Mata ku mulai mencari tanda-tanda tempat yang dimaksud ael.
Benar-benar tidak banyak pemukiman warga disini..
Bagaimana yang hidup disini akan bertahan hidup kalau begini keadaan hidup mereka?
Mata ku menangkap sebuah tempat yang setengah hancur, Mungkin tidak setengah juga.. Namun bisa terlihat dari luar nya kalau bangunan itu sudah pernah dihantam sesuatu ledakan. Bisa bertahan begitu saja sudah bagus.
"Ael.." ucap ku pelan. "Di depan sebelah kanan, bangunan 2 tingkat yang cukup besar. Berwarna putih namun seperti warna pasir, pintu yang tinggal setengah dan jendela yang hanya tinggal satu. Di depan nya ada sebuah papan nama dengan bentuk oval 'Travis Products~'." terang ku panjang lebar dan seditail mungkin karena ael tidak mau melihat kedepan.
"IYA ITU!!" kemudian ia berlari ke tempat yang baru saja ku jelaskan.
Aku buru-buru mengikuti nya.
Ael berhenti di pintu nya dan menoleh ke belakang, menatap ku.
Aku juga berhenti di depan pintu itu.
Kami menatap satu sama lain, mengangguk, baru membuka pintu.
Ditempat yang sepertinya adalah toko peralatan dan sebuah restoran kecil dibagian depan-dalam bangunan ini,
Entah bagaimana dan kenapa..
Ada Elf wanita mendatangi ku. Dengan sangat sedikit pakaian di tubuh nya.
Maksud nya...apa ya?-.....
"Maafkan kami tuan.. Sungguh Maaf... Tapi..tapi.. Kami belum ada pelanggan lagi setelah dua hari.."
"Uhhmm....."
Wanita itu meletakkan tangan nya di dada ku. Wajah sedih dan frustrasi terlihat jelas di wajah nya, "A-aku akan..lakukan apapun kemauan tuan..~" ucap nya seperti ingin menangis.
Aku menatap ael tidak mengerti dan adik ku pun membalas dengan tatapan yang sama..
"Ah! Ya! Aku juga punya simpanan.. Se-sebentar ku ambil kan.." wanita itu tersenyum terpaksa lalu pergi ke suatu ruangan.
Kesunyian terjadi ditempat baru ini antara aku dan ael. Karena kebingungan.
"Aku lebih baik Homo bersama mu.' ucap ku memecah keheningan.
*BUGGGG
Ael memukul perut ku keras.
"Homo kepala mu! Kau ini masih digaris. Melihat Pria latihan tanpa memakai baju atasan saja kau sudah ketakutan."
"Dewaaaaa aku ingin muntah...." aku berlutut ke lantai tempat aneh itu.
"Tidak ada yang melarang mu."
Aku mendengar langkah kaki keluar dari sebuah ruangan, Jangan bilang kalau wanita aneh itu sudah kembali...
Aku mengangkat kepala dan melihat wanita aneh tadi sudah kembali ke hadapan kami. Kali ini ia membawa sebuah kantung kulit yang tidak terlalu besar. Apa isi nya itu?
"Uh.. Apa tuan baik-baik saja..? tempat ini bau ya?.. Uhm.. Memang belum dibersihkan selama 3 bulan sih..."
Aku dapat mendengar ael kembali menelan muntah nya begitu mendengar kalau tempat ini tidak pernah dibersihkan selama 3bulan penuh.
Aku menatap wanita itu dengan tatapan 'Sudah selesai bicara mu?'.
Menyadari tatapan ku, wanita yang tidak terlalu tinggi itu diam dan menunduk.
Ael menarik ku untuk berdiri, "Pertama, Nona." tegas ku. "Kami bukanlah makhluk-makhluk yang akan mengambil koin sewa bangunan kalian atau milik siapapun bangunan ini." tambah ku sambil melepas mantel ku.
Wanita itu terlihat terkejut dan langsung salah tingkah.
Aku melepaskan mantel ku dan 'memakaikan' nya pada Nona muda dan mungil itu, "Kedua, ganti pakaian dulu lah sana ke yang lebih wajar sedikit. Aku bukan suami mu."
Wajah Nona muda itu memerah lalu ia cepat-cepat membungkuk, "Ma..maaflan aku.. Aku akan ganti pakaian dulu sebentar.." kemudian ia meluncur kembali ke ruangan ia pergi awal tadi.
Aku Dan ael menarik nafas lega.
Tak lama setelah menunggu gadis itu berganti, ia kembali muncul dengan pakaian yang wajar.
Memakai pakaian elf penjaga toko berwarna coklat nya dengan rok sebuah apron putih. Ia terlihat manis sekarang.
Rambut pirang nya ia biarkan tergerai.
"Maaf atas apa yang sudah kalian lihat tadi..." ucapnya malu-malu sambil menaruh beberapa bagian rambut ke belakang telinga nya. "Ini mantel tuan." ia memberikan kembali mantel ku yang sudah dilipat rapi. "Atau mau ku cuci dahulu tuan..?" ia menatap ku semakin salah tingkah.
Aku menggelengkan kepala pelan, "Tidak perlu. Apa boleh kita bicara tentang tempat ini dan apa yang terjadi?"
"Tentu saja tuan. Duduk saja dimana pun tuan-tuan nyaman."
Kami bertiga pun langsung duduk di meja terdekat. Aku Dan ael menaruh tas perbekalan seadanya di bawah meja sebelum memfokuskan diri ke Nona yang ada di bangunan ini.
Satu-satu nya yang bisa diajak bicara baik-baik....
"Nama ku Naomi. Dulu, tempat ini dikenal sebagai 'Sanddhart'." ia memulai penjelasan nya.
Kami mendengarkan penjelasan Naomi dengan serius.
"Semua baik-baik saja disini. Sebuah peradaban kecil yang biasa digunakan para penjelajah untuk singgah singkat dalam menempuh perjalanan mereka."
"Lalu apa yang terjadi hingga tempat ini porakporanda?" tanya ael.
Naomi menarik nafas dalam, "Karena peradaban Kami sedikit disini, tidak banyak Prajurit dari para bangsawan atau Ksatria yang bisa menjaga wilayah kecil kami ini. Dan kami pun tidak berfikir kalau akan ada penyerangan yang datang ke tempat ini."
Aku manggut-manggut mengerti. Ael pun sepertinya sudah menduga kalau ada penyerangan dan bukan bencana alam semata.
"Suatu hari di waktu siang, entah darimana.. 'kota' kecil kami ini diserang dari dua arah.. Oleh 2 kubu bandit yang ternyata sudah lama mengincar tempat ku lahir ini. Tapi karena mereka berebut, jadilah Sanddhart jadi tempat lapangan duel para bandit itu. Namun pada akhir nya, ke2 nya tahu kalau kekuatan mereka seimbang. Lalu mereka sama-sama mundur. Namun meninggalkan Sanddhart dalam keadaan seperti ini begitu saja.."
"Jadi begitu..." ucap ku setelah mendengarkan penjelasan Naomi.
"Aku ingin bertanya kalau boleh Nona Naomi.." ucap ael.
Naomi mengangguk, "Silahkan saja tuan."
"Nama ku Ragfael. Dan ini kakak ku Barca."
"Senang bertemu dengan kalian. Aku ingin kembali meminta maaf tentang awal pertemuan ku dengan kalian secara aneh dan sangat tidak sopan itu..."
Ael tersenyum lembut, "Tidak apa nona.. Aku hanya ingin bertanya.. Maaf kalau sekira nya lancang... Tapi, nona bilang barusan kalau nona lahir di kota kecil ini bukan?"
Naomi hanya mengangguk dan memasang ekspresi ingin tahu ke pertanyaan ael.
"Lalu mengapa nona seperti mau membayar sewa bangunan tadi?"
Aku menoleh ke kenan. Ke arah luar bangunan ini.
Seperti ada aura makhluk gelap yang tidak diinginkan mendekat ke bangunan ini.
Aku berdiri, "Kita dapat tamu~" aku dapat merasakan kalau mata ku berubah warna.
Naomi cepat-cepat berdiri juga, "Itu pasti mereka!!"
"Penagih hutang?" tanya ku sedikit menoleh ke Naomi.
Naomi sedikit terkejut melihat mata dan tatapan ku yang langsung berubah, tapi kemudian mengangguk. "Itu pasti mereka.."
Aku kembali menatap keluar jendela yang hancur, "Naomi.."
"Tuan Barca..?"
Aku memanggil Gladius ku yang ada biru langit berkilau ku yang ada dalam tas milik ku, "Bertingkahlah seolah kau biasa saja dan menunggu pembeli datang ke toko manis mu ini. Dan ael,"
"Aku siap membantu mu kak."
"Kau pura-pura menjadi pekerja baru disini dan sibukkan lah diri mu dengan yang ada disini, dengan izin Naomi tentu saja, agar terlihat kau bekerja betulan disini."
"Baik kak."
"Maafkan aku Naomi.. Namun, tempat mu akan ku kotori sedikit~" aku menjilat bibir ku sendiri lalu berubah tak kasat mata.
Aku yang sudah tidak terlihat secara fisik, berjalan ke arah pintu sambil menggenggam erat gladius kesayangan ku.
Aku menatap gerak-gerik ael dari jauh. Juga gerakan Naomi.
Ael mendekati Naomi, "Nona jangan takut. Aku dan kakak ku tidak akan membiarkan bahaya datang kemari."
Naomi yang seperti nya mulai takut, menatap ael dengan memohon, "Tuan Ragfael.. Kumohon, jangan biarkan bandit-bandit itu mengambil uang ku.. Aku, ayah dan kakak ku sudah tidak punya apa-apa lagi selain tempat ini..."
'Ayah dan Kakak Naomi kemana dalam keadaan genting seperti ini?' batin ku.
Ael berusaha menenangkan Naomi semampu nya.
Aku semakin merasakan kalau bandit-bandit diluar semakin dekat langsung bicara pada adik ku dan Naomi, "Cepat ambil posisi. Mereka didepan bangunan."
Mendengar ucapan ku, Naomi menarik tangan ael dan berjalan cepat ke arah counter yang seperti nya tempat kasir atau pembayaran.
Aku bersiul pelan lalu isi bangunan lantai 1 itu langsung harum berbau bunga.
Ael yang tahu dimana keberadaan ku, menatap ku. Seperti nya ia gugup.
Naomi memberikan nya sesuatu namun tak bisa ku lihat karena terhalang counter.
Mereka terlihat kompak dan menjalankan apa kata ku.
Pintu luar ruangan terbuka dan bel pintu berbunyi tanda ada yang masuk.