Entah kenapa Rey merasa ngeri saat melihat Ariela marah. Wanita itu nampak memilik aura berbeda. Dan Rey seperti terhipnotis yang bisa menuruti keinginan wanita itu.
Rey akhirnya memasukkan lagi card miliknya ke dalam dompetnya. Rey jadi salah tingkah sendiri. Tidak seharusnya ia jadi grogi seperti ini. Entah kenapa ia jadi seperti orang bodoh. Padahal sebelumnya ia sangat tidak mementingkan soal perasaan.
Sejak pertama merasakan sentuhan tangan wanita ini. Rey bisa merasakan sesuatu yang sangat berbeda. Rey sangat senang dan ia seperti menemukan sebuah titik cerah di dalam hidupnya yang sunyi ini.
Rey sendiri tidak pernah membayangkan jika ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda seperti ini. Rey merasa sangat aneh. Hingga detik ini ia belum bisa memahaminya dan masih menyangkal jika dirinya sudah jatuh cinta pada wanita yang sudah menemaninya satu malam yang panas.
Rey dan Ariela keluar dari mini market. Mereka kembali berjalan bersama. Rey tidak membiarkan wanita itu jalan sendirian di tempat gelap seperti ini.
Rey melihat jarak mobilnya yang semakin dekat. Entah kenapa ia jadi merasa sedih. Apa sampai di sini saja pertemuan mereka? Kenapa hatinya merasa tidak rela seperti ini?
'Apa yang terjadi padaku?' pikir Rey.
"Jemputan Anda belum datang?"
'Jemputan?' pikir Rey lagi, ia hampir saja lupa jika tadi sedang berbohong pada Ariela.
"Ah iya, aku akan menanyakannya. Seharusnya mereka sudah sampai. Mau aku antar dulu?"
Ariela berpikir jika Rey mengantarnya maka pria ini akan mengetahui rumahnya. Jelas saja, Ariela tidak ingin hal itu terjadi.
"Mmm, tidak usah. Lagi pula rumah saya sudah dekat. Kalau gitu saya pulang dulu ya."
Rey diam sejenak lalu tak lama ia menganggukkan kepalanya. Rey tidak ingin memaksa wanita itu. Atau nanti Ariela akan menolak tawarannya untuk tinggal bersama dengan dirinya.
"Hati-hati."
Ariela mengangguk dan ia langsung pergi meninggalkan Rey yang masih tidak bergerak dari posisinya.
Rey terus memandangi punggung Ariela, menyimpannya di dalam memory-nya. Ia ingin terus mengingat tentang wanita itu.
Rey tersenyum saat melihat bayangan Ariela tak terlihat lagi. Ia langsung menuju mobilnya dengan hati yang berbunga-bunga. Entah perasaan apa ini. Yang jelas, Rey sangat bahagia. Bahkan insiden di club tadi, sepertinya ia sudah melupakannya.
Rey melajukan mobilnya. Ia akan kembali ke rumahnya. Tubuhnya juga sudah terasa sangat lelah.
Di rumah Ariela.
Wanita itu baru saja masuk ke dalam rumahnya. Ia meletakkan belanjaannya dan melihat ibunya yang sudah tertidur.
Ariela mengeluarkan isi belanjaannya. Ia memerhatikannya dan bahan-bahan yang akan digunakan besok dan menatanya di dapur.
"Hmmm, oke. Sekarang waktunya istirahat. Besok pagi aku akan menyiapkan makanan yang enak untuk Ibu," gumam Ariela sebelum ia melangkahkan kakinya untuk menuju kamarnya.
Ariela menidurkan tubuhnya di atas ranjang tidur. Ia menyelimuti tubuhnya sendiri hingga bagian dadanya. Ariela menatap langit-langit atap kamarnya. Entah kenapa bayang-bayang Rey muncul di sana.
Ariela menggelengkan kepalanya, ia merasa isi kepalanya sudah gila.
"Kenapa aku bisa mengingat pria itu? Ada apa coba? Lagi pula mau apa tadi dia ke tempat itu?" gumam Ariela lalu ia membelalakan kedua matanya.
"Apa jangan-jangan dia sengaja mengikutiku? Ini sangat berbahaya! Aku harus berhati-hati padanya."
Ariela mencoba memejamkan kedua matanya lagi. Tapi lagi-lagi ia seperti mendengar suara, suara Rey yang sedang memanggilnya.
"Ah, ini sungguh gila," ucap Ariela.
Wanita itu mengambil ponselnya. Ia akan menggunakan cara jitu selanjutnya.
"Ok, kita bermain game saja, dasar Rey sialan! Bisa-bisanya dia mengganggu tidurku!" ucap Ariela kesal.
***
Setelah pertempuran dengan pikirannya sendiri, akhirnya menjelang subuh Ariela baru bisa tertidur.
Ariela merasa terusik saat cahaya matahari sudah memancar ke wajahnya. Rasanya, ia baru saja memejamkan kedua matanya dan saat ini, ia harus kembali membuka kedua matanya mengingat ada sang Ibu di rumah ini.
Dengan berat hati, wanita itu membuka matanya. Menatap keluar jendela dengan wajah kantuknya.
Ariela menyibakkan selimut miliknya. Ia mengambil ikat rambutnya lalu mengikat rambut panjangnya.
Ariela keluar dari dalam kamarnya. Ia melihat ibunya yang sudah bangun dan sudah membuka semua jendela.
Ariela tersenyum lalu memeluk manja tubuh wanita paruh baya itu.
"Bu, seharusnya Ibu tidak perlu membuka semua jendela ini. Biar aku saja yang membukanya."
"Tidak apa-apa. Walau penglihatan Ibu tidak baik-baik saja. Ibu sudah hapal letaknya ada di mana. Kamu jangan cemas."
Ariela tersenyum lalu mengecup pipi ibunya. "Ok, aku janji akan menemukan dokter mata terbaik. Sekarang Ibu duduk dulu ya, aku akan menyiapkan sarapan untukmu."
Elise tidak menolaknya. Ia memilih duduk di dekat jendela, menghirup udara pagi sambil merasakan hangatnya cahaya matahari yang mulai menerpa tubuhnya.
Ariela menuju dapur. Ia menyiapkan semua bahan-bahan yang akan dimasak pagi ini.
Ariela cukup pandai memasak. Sejak kecil ibunya selalu mengajarinya memasak. Jadi tidak terlalu sulit bagi Ariela untuk membuat beberapa jenis makanan dalam waktu yang singkat.
Aroma masakan mulai memenuhi dapur miliknya. Sang Ibu yang sedang menunggunya pun bisa merasakan betapa lezatnya masakan sang putri. Rasanya ia sendiri sudah tidak sabar ingin menikmatinya. Perutnya sudah mulai mengeluarkan suara.
Di sisi lain.
Rey sedang menyegarkan tubuhnya di sebuah kolam renang yang ada di belakang rumahnya.
Rey yang tidak bisa tidur tadi malam, saat ini lebih memilih untuk melakukan kegiatan yang bisa membuat tubuhnya menjadi segar.
Rey menyentuh dinding pembatas kolam lalu ia memunculkan kepalanya dari dalam air.
Rey melihat anak buahnya yang ada di dekat sofa tunggu. Pria itu menggunakan stelan jas yang cukup rapih dan membawa sebuah dokumen yang ada di tangannya.
Rey naik ke atas kolam. Ia mengambil handuk dari anak buahnya untuk mengeringkan tubuhnya.
"Tuan," sapa pria itu sambil sedikit membungkuk.
Rey mengangguk, ia mengambil jus yang ada di atas meja lalu meminumnya.
"Ada apa?" tanya Rey sambil meletakkan gelasnya.
"Ini yang Anda minta, Tuan," ucap pria itu sambil memberikan amplop berwarna cokelat.
Rey mengambilnya lalu membacanya. Hatinya kembali berbunga-bunga karena anak buahnya selalu bisa diandalkan.
"Bagus, kau sudah memberitahunya kalau kita bisa saja datang secara mendadak?"
Pria itu mengangguk. "Kami sudah mengaturnya, mereka hanya tinggal menunggu kita datang saja."
Rey tersenyum. Pria yang ada di hadapannya sampai kaget saat melihat bosnya tersenyum. Ini adalah kejadian yang sangat langka.
'Apa sesuatu akan terjadi nanti? Apa Tuan akan mengamuk nanti?'
Pria itu terus berpikir mengenai hal buruk akan terjadi pada mereka semua. Masalahnya, mereka tidak pernah melihat bosnya tersenyum. Dan kali ini mereka justru merasa ngeri saat melihat wajah bos mereka melemparkan senyuman yang menurutnya sangat mengerikan jika ia melihatnya dengan jarak yang dekat ini.
Biasanya pria ini akan melemparkan senyum pada rekan bisnisnya jika memang Kerjasama yang mereka jalani membuahkan hasil. Tapi kali ini, tidak ada angin dan tidak ada hujan turun tiba-tiba Rey tersenyum. Itu akan sangat mengerikan bagi mereka yang tidak pernah melihatnya.
Bersambung