"Apa yang terjadi?" Tanya suara berat dan serak yang terdengar mengerikan itu.
Dia melihat sosok penyihir yang baru saja sadarkan diri, matanya menatap lurus ke depan tanpa mempedulikan sosok besar yang tak lagi bisa merubah dirinya sebagai manusia. Ruangan besar yang gelap tanpa cahaya itu, hanya memiliki satu cahaya dari bola sihir.
Giginya bergemeletuk menahan marah, mata penyihir itu menyala merah dengan tatapan tajam. Basah terasa mengaliri kedua pipinya, nafasnya mulai memburu. Dia baru saja mendengar ucapan yang sangat dibencinya, kata yang terlambat dan tak berguna.
"Apa yang terjadi denganmu?!!"
"Berhentilah merengek sialan!!" penyihir itu berteriak dengan suara menggema hebat, suaranya keras dan membahana.
Naga itu tertegun oleh bentakan sang penyihir kepercayaannya, dia kesal tetapi menahan diri tak melawan. Penyihir ini adalah satu-satunya orang yang dapat menyelamatkannya, tempat ini satu-satunya yang dapat menampungnya.
"Sialan!! Sialan!! Sialan!!!" Dia marah pada dirinya yang merasakan perasaan menjijikan, lega.
Dia merasa lega dan bersyukur, seakan kalimat itu adalah hal yang besar. Nyatanya tak dapat merubah apapun tentang masa lalunya. Dia harus tetap menaruh rasa marah padanya, agar dirinya dapat dengan keji membunuh pria itu dengan tangannya sendiri.
"Akan kubunuh mereka semua, akan ku lumat habis dengan api dendamku!!" Ucapnya penuh janji dihadapan sang naga besar yang duduk di singgasana sederhana dengan panggung persembahan di depannya yang masih tersisa darah segar dengan tubuh tergolek di atasnya tertusuk pedang tepat di jantungnya.
Naga merah yang duduk di singgasana besar sederhana miliknya itu mendesah, sekali lagi dia harus melihat tingkah tak biasa yang penyihir hitam itu lakukan. Tiap kali ditanya, dia akan marah dan bersikap kasar padanya. Andai dia tak sedang membutuhkan bantuannya, dia mungkin sudah menginjak penyihir itu sampai rata dengan tanah.
"Jadi, apakah teror pertama itu berhasil?"
"Ya, dan aku menemukan sesuatu yang menarik. Orang sok baik itu ada disana, orang yang tak tau diri yang tengah mencari keberadaanku sampai saat ini."
Naga merah yang mendengar ucapan terakhirnya langsung saja cemas, siapa yang mencari penyihir hitam terhebat yang pernah dia kenal dengan berani. Jika seseorang berani mengejar penyihir hitam secara terbuka, itu artinya orang ini tahu kekuatannya bisa mengalahkan sang penyihir hitam.
"Apa dia lebih kuat darimu?!!" Tanya Naga merah dengan cemas.
"Ya, dia memang sangat kuat bahkan sampai aku hampir mati. Jika kau ingat pertemuan pertama kita, aku sekarat karenanya." Ucapnya begitu enteng.
Penyihir hitam memakai tudung hitam yang menutupi seluruh wajahnya, hanya sekali tadi warna matanya yang merah terlihat. Bahkan helai rambut peraknya pun terlihat.
"Sial!! Kemudian apa yang harus kita lakukan?!! Tak ada lagi tempat yang paling aman selain di bawah tanah!!"
"Tenanglah naga merah, dia tak akan berhasil menemukan tempat ini. Sama sekali tak akan ada yang bisa menemukannya."
Dan kalimat itu menenangkan si naga merah yang nafasnya mulai memanas, bahkan asap keluar dari mulutnya siap mengeluarkan api panas yang dapat melelehkan apapun.
"Kita hanya perlu membuat teror baru, mereka pasti akan sangat ketat. Tapi tak ada yang bisa melihat celah itu selain diriku, seketat apapun aku pasti akan menemukan celah itu." Katanya dengan yakin sambil mengingat kalimat terakhir dari si raja penyihir yang terlihat kelelahan.
Anehnya, kenapa dia terlihat begitu lelah dan juga kehabisan mana sihirnya yang melimpah tak terbatas itu. Seharusnya untuk melawan satu hollow lemah saja dia bisa melakukannya, tapi yang dilakukannya hanyalah menahan tanpa melawan sampai alpha Matthias datang.
....
Bulu mata lentiknya yang berwarna perak bergetar perlahan, dan tak lama kedua manik mata itu terbuka. Tak lama ada linangan air mata yang jatuh di kedu asisi wajahnya, matanya mulai bergetar. Perlahan bola mata merah yang cantik dan menawan itu melihat langit-langit kamarnya, beberapa potongan masa depan kembali masuk ke dalam mimpinya.
"Elle..." perempuan itu bergumam sambil menghapus air mata yang tak berhenti mengalir wajahnya.
Perempuan memiliki rambut berwarna hitam pekat, bulu mata putih dan juga manik mata berwarna merah darah. Kulitnya seputih salju, begitu menawan dan bercahaya. Meski begitu wajahnya terlihat tak memiliki ekspresi pasti, terlihat dingin bak gunung es yang sulit dinaiki.
TOK... TOK...
Dia menoleh perlahan ke arah suara itu berasal bak robot untuk bertanya."Siapa?"
"Ini saya, Anne nona. Maaf mengganggu waktu istirahat anda, hanya saja saya ada kabar dari black pack jikalau raja penyihir tak sadarkan diri setelah kehabisan mana sihir."
Dengan segera setelah mendengar kalimat dari pelayannya berakhir, dia langsung bangkit dan turun dari ranjang dengan segera berjalan menuju kearah lemari untuk mengambil jubah miliknya yang berwarna putih.
Tanpa menunggu lama dia keluar dari kamar untuk berhadapan dengan pelayan bernama Anne yang menunduk dengan patuh, kemudian memberikan jalan sang nona muda untuk menuju ke ruang bola sihir yang terhubung langsung ke black pack.