"Iris adalah penerima donor kornea dan jantung Rhea?!"
"Tapi, Evan? Iris itu siapa? Dan ada hubungan apa antara Iris, Dokter Alberto dengan Julian? Setahuku, Dokter Alberto adalah dokter bedah terbaik di Italia, dia sangat berpengalaman. Semua pasiennya adalah orang penting, dan kalau tidak salah dia bersaudara tiri dengan presiden. Evan, sepertinya jalan kita akan terasa sangat sulit."
Evan menghela napas panjang. "Kita harus selidiki masalah ini dengan teliti, jangan sampai kita melakukan sedikitpun kesalahan. Dan, untuk masalah yang satu ini, aku bisa mengandalkanmu," ucapnya sambil menatap Peter yang direspon dengan helaan napas.
"Sepertinya aku harus alih profesi menjadi seorang detektif setelah aku pensiun dari jabatan wakil pimpinan mafia," seloroh Peter dengan mimik wajah pasrah yang membuat Evan tersenyum simpul.
Peter berdiri kemudian menepuk pelan pundak Evan sambil tersenyum. "Aku lebih suka Evan yang dulu, saat masih bersama Rhea." Peter pun berlalu pergi menuju ke pintu.
"Peter, kamu mau pergi kemana?"
"Aku mau tidur sebentar! Aku tidak mau wajahku menjadi keriput seperti kakek-kakek karena kurang tidur," canda Peter sambil menggeliat dan berlalu pergi meninggalkan Evan sendiri.
Begitulah cara Peter untuk mencairkan suasana, namun ia sebenarnya tidak pergi tidur. Peter memang pergi ke kamarnya, tapi ia hanya mengganti bajunya dengan warna yang serba hitam. Setelah memakai topi dengan warna senada dengan pakaiannya, pria berwajah kalem namun mematikan itu pergi keluar diam-diam dari mansion Evan.
Lalu ... kemanakah Peter pergi?
Peter ternyata pergi ke rumah sakit, membuntuti Dokter Alberto dengan mobil Ferrari warna hitamnya layaknya seorang detektif professional. Hingga, mobil Alberto berhenti di luar gerbang sebuah rumah mewah, Alberto tidak memasukkan mobilnya ke dalam, mungkin dia akan pergi lagi setelah ini.
Pukul 10.35 malam.
Dengan perlahan, Peter keluar dari mobilnya. Ia berjalan mengendap-endap ke arah mobil Alberto, dengan gerakan secepat kilat Peter langsung menyusup ke bawah mobil Alberto dan memasang sebuah alat pelacak di bawah mobil mewah dokter itu.
Kurang dari 5 menit, pekerjaan Peter telah selesai dan ia pun segera kembali ke mobilnya, hanya sepersekian detik berikutnya Alberto keluar dari rumah mewah itu lalu masuk ke dalam mobil dan pergi entah kemana. Untung saja gerakan Peter sangat cepat, kalau tidak ia pasti sudah ketahuan.
Peter mengambil tab miliknya, ia hanya ingin memastikan kalau alat pelacak yang terpasang di bawah mobil Alberto bisa berfungsi dengan baik. Setelah itu barulah ia mengemudikan mobilnya kembali ke mansion Evan.
"Bagaimana dengan pekerjaan barumu? Apakah kamu betah?" tanya Evan kepada Peter yang duduk di balik kemudi, kali ini Peter menggunakan mobil milik Evan tapi yang berukuran agak besar.
Evan masuk ke dalam mobil sambil menaruh beberapa kuntum bunga mawar putih yang sudah mekar di atas dashbor mobil, Peter hanya melirik ke arah bunga mawar yang diletakkan oleh Evan. Namun ia tidak mau bertanya kepada Evan, karena ia mengira Evan melakukannya hanya untuk mengobati rasa kangennya terhadap Rhea saja.
"Staordinario! Akan lebih luar biasa lagi kalau kamu juga ikut menjadi detektif dadakan sepertiku. Sei pronto, signore?" tanya Peter.
"Si, andiamo in fretta, Peter."
"Peter, al suo servizio, signore."
Peter segera mengemudikan mobil menuju ke tempat tinggal salah satu anak buah Julian.
Beberapa saat kemudian.
Evan dan Peter sudah sampai di sebuah bangunan tua yang terbengkalai, kedua pria yang saat ini memakai pakaian serba hitam masih duduk di dalam mobil sambil terus mengamati keadaan di luar.
Setelah dirasa cukup aman, Peter dan Evan segera turun dari mobil. Tanpa menunggu lama, keduanya segera masuk ke dalam bangunan yang sedang tidak dikunci. Peter yang berjalan tepat di belakang Evan langsung menutup pintu rapat-rapat dan menjaganya.
Kali ini hanya Evan yang beraksi, Peter hanya sebagai penjaga pintu saja. Evan melihat anak buah Julian itu sedang tertidur pulas dan tidak menyadari kedatangan dua malaikat pencabut nyawa itu sedang mengincarnya dengan santainya Evan menarik bantal anak buah Julian itu hingga terbangun.
Kaget melihat sosok Evan, anak buah Julian langsung melawan. Namun Evan lebih tak kalah gesit, pimpinan Cosa Nostra itu tak butuh waktu lama untuk melumpuhkan anak buah Julian. Hanya melawan satu orang pria saja, tidak akan sulit bagi Evan.
Evan memang tidak membunuh pria itu, karena kalau Evan membunuhnya secara langsung maka organ tubuhnya tidak akan bisa didonorkan. Evan hanya cukup mematahkan kaki dan tangan anak buah Julian, lalu menyumpal mulut pria itu dengan kain agar suara teriakannya tidak terdengar.
Setelah itu Evan menjambak rambut pria itu dan menyeret tubuhnya ke dalam bagasi mobil, sangat kejam memang. Tapi ini adalah balasan untuk para bajingan yang telah tega menculik dan membunuh Rhea.
"Cepat, Peter. Kita harus segera berangkat ke Poliklinik," perintah Evan.
"Ok," jawab Peter singkat.
Peter segera mengemudikan mobilnya menuju ke poliklinik ilegal milik seorang dokter yang menjalankan praktek jual beli organ manusia secara ilegal. Di sana Evan sudah membuat sebuah perjanjian penting, dan mereka pun akhirnya telah sepakat.
Evan hanya membutuhkan, mata, jantung serta jasad dari anak buah Julian. Sedangkan dokter itu bisa mengambil ginjal atau pun organ lainnya yang bisa ia jual, begitulah awal kesepakan yang mereka buat. Kesepakatan yang saling menguntungkan tentunya.
Policlinico Sant' Del Gionni, 38 menit kemudian.
"Aku bawakan seorang pasien untukmu! Tapi ingat! Lakukan sesuai kesepakatan," ucap Evan sembari melempar tubuh anak buah Julian dihadapan Dokter bedah bernama Alessandro.
"Evan! Jangan terlalu kejam kepada orang yang akan menghasilkan uang untukku," ucap Alessandro saat melihat kondisi anak buah Julian yang sangat memprihatinkan.
"Jangan terlalu banyak berbicara, Alessandro! Lakukan saja tugasmu dengan baik, tapi ingat satu hal. Jangan gunakan obat bius, agar bajingan itu mati perlahan-lahan karena tersiksa oleh rasa sakit dan aku ingin mendengarkan suara teriakan bajingan itu," titah Evan kepada Alessandro.
"Baiklah, sekarang keluarlah! Biarkan aku melakukan tugasku," suruh Alessandro.
Evan dan Peter bergegas keluar dari ruang praktek Alessandro, dan dokter itu menjalankan semua perintah dari Evan. Suara teriak kesakitan anak buah Julian terdengar begitu merdu di telinga Evan dan sedikit mengobati rasa sakit hati Evan atas tewasnya Rhea.
Tidak lama kemudian suara teriakan itu menghilang, dan 1 jam kemudian Alessandro pun keluar menemui Evan dan Peter.
"Aku sudah melakukan semuanya sesuai kesepakatan kita, lalu ... apa yang harus aku lakukan setelah ini?" tanya Alessandro kepada Evan yang sedang berjalan masuk ke dalam ruang praktek Alessandro.
"Anak buahku yang akan mengurus jasadnya, dan organ yang aku butuhkan akan segera aku kirim ke rumah sakit untuk segera ditransplantasikan kepada pasien yang membutuhkan," jawab Evan sambil mendekati jasad anak buah Julian lalu menyelipkan sekuntum bunga mawar putih ke mulut pria itu.
Menjelang fajar, pekerjaan Evan sudah selesai. Hati Evan begitu senang saat melihat senyum bahagia dari keluarga pasien yang telah menerima donor mata serta jantung darinya, kematian Rhea yang disebabkan oleh kebencian akan berakhir dengan cinta.
Namun ini hanyalah sebuah awal, dan akan terus berlangsung hingga Evan bisa menghabisi nyawa Julian dengan tangannya sendiri.
****
6 bulan kemudian ....
Satu hari penuh, langit di kota Roma diselimuti awan hitam pekat. Rintik hujan perlahan turun membasahi rerumputan dan menyebarkan aroma basah yang menyegarkan.
Evan tengah melintas di jalanan kota Roma, tapi entah kenapa perasaannya saat ini terasa sangat tidak tenang. Apa yang sebenarnya terjadi kepada Evan?
"Aakkkh!!" Evan tiba-tiba memekik kesakitan sambil memegangi dada sebelah kirinya.
"Evan! Kamu kenapa? Apa yang terjadi denganmu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Peter khawatir. "Cepat! Kita pergi ke rumah sakit sekarang," perintah Peter cepat kepada anak buahnya yang sedang mengemudi.
Peter yang saat ini duduk tepat di samping Evan, terlihat sedang memegangi punggung Evan dengan raut wajah yang terlihat sangat cemas.
"Stop! Hentikan mobilnya sekarang," perintah Evan tiba-tiba dan anak buah Evan segera menghentikan mobil sesuai perintah pimpinannya.
Seperti orang gila, Evan segera turun dari mobil diikuti Peter. Netra Evan bergerak menyapu seluruh jalanan, dan terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Tapi ... Evan sendiri tidak tahu apa yang kini sedang terjadi kepadanya.
Distrik Trevi, Roma, Italia.
"Peter! Kita sedang berada dimana?" tanya Evan kepada Peter yang kini berada tepat di belakangnya.
"Kita sekarang berada di dekat Trevi Fountain, distrik Trevi. Memangnya kenapa, Evan?"
DEG!!
Jantung Evan semakin berdebar tidak karuan.
"Tidak! Tidak mungkin kalau ini hanya sebuah kebetulan," ucap Evan dengan raut wajah yang sedih dan bingung.
Evan berjalan ke arah Trevi Fountain, di sana ia melihat sesosok gadis berambut panjang, bertubuh langsung sedang membawa satu buket bunga mawar putih di lengan kirinya dan ia membawa payung di tangan kanannya.
" Rhea ...." Evan menggumam menyebut nama wanita yang sangat ia cintai.
Rintik-rintik hujan perlahan turun menjadi bulir-bulir hujan, yang membasahi tubuh Evan dan Peter, dan membuat lekuk tubuh kekar Evan kini semakin terlihat dengan sangat jelas.
Air mata Evan terjatuh dan bercampur dengan air hujan. Dengan Langkah yang gontai, Evan berjalan menghampiri gadis yang mirip dengan Rhea.
"Rhea!! Rhea .... Apakah kau Rhea-ku?"'
Jantung gadis itu tiba-tiba berdebar sangat kencang setelah mendengar suara Evan, debaran jantungnya bisa merespons dengan kuat suara Evan. Dengan cepat gadis itu berbalik dan posisi mereka kini saling berhadapan.
"Evan ....?" lirih sang gadis setelah melihat sosok Evan yang berada tepat dihadapannya.
To be continued.