Hari semakin sore, jam kantor sudah selesai. Namun, Galang masih sibuk dengan urusan pekerjaannya. Ruby sudah pamit pulang tiga puluh menit yang lalu. Kondisi kantor juga sudah sepi, hanya beberapa OB yang masih stay di sana.
"Argh!!" desah Galang, pikirannya tidak menentu saat ini. Memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya seperti apa, membuat kepala Galang sangat sakit memikirkan hal tersebut.
Berbeda dengan Galang yang saat ini sedang kesal, Hanin sudah selesai menyiapkan makan malam untuk suaminya.
"Oke siap. Sebentar lagi Mas Galang pulang, dia bisa langsung makan malam," ucapnya. Setelah itu Hani uduk di kursi ruang tamu menanti kehadiran sang suami. Sembari menunggu menunggu kedatangan suaminya, Hanin mulai membuka laptopnya mengecek beberapa bisnis yang dirinya dirikan sejak lama, Hanin membangun bisnis ini dari nol hingga berada di titik ini.
Bisnis yang dibangun dengan keringatnya sendiri, tanpa ada sedikitpun bantuan dari sang Papa. Bukan karena Hanin tidak ingin, tapi karena tidak ada perhatian dari orang tuanya. Bahkan bisa dibilang, Hanin seolah hidup sendirian, dirinya berjuang untuk bisa menghasilkan dan memenuhi keinginannya sendiri.
Cukup lama Hanin berada di depan laptopnya hingga suara mobil masuk ke dalam halaman rumah terdengar, Hanin segera meletakkan laptopnya di meja dan berlari menuju pintu. Senyum di bibir wanita itu tidak pernah luntur, Hanin menyambut sang suami dengan kebahagian.
Namun, berbeda dengan Galang yang hanya menatap istrinya itu dengan tatapan datar.
"Malam Mas. Sini tasnya aku bawa," ujar Hanin. Tapi Galang tidak menanggapinya, pria itu masuk dan segera duduk di sofa. Hanin segera menyusul suaminya, dan tak lupa dirinya segera menuju dapur untuk membawakan segelas air untuk sang suami. Dengan gerakan cepat, Hanin sudah berada di depan Galang.
"Diminum dulu Mas," ucapnya. Galang yang sedang menutup matanya, membuka dan menatap tajam ke arah Hanin.
Prang
Gelas itu dilemparkan oleh Galang dan sontak saja, membuat Hanin begitu kaget dengan apa yang dilakukan suaminya itu.
"Kenapa? Marah? Ini rumah aku, jadi terserah aku mau ngapain," ucap Galang dengan nada dingin dan angkuh.
"Tapi kenapa harus di lempar Mas. Kalau kamu gak mau minum, mending gak usah seperti ini," protes Hanin. Wanita itu, tidak suka dengan sikap Galang seperti sekarang.
"Bukan urusan kamu, terserah saya mau buat seperti apa."
Hanin menarik napas berat, wanita itu ingin menjawab ucapan sang suami. Namun, diurungkan ketika Galang mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah map coklat dari dalam tasnya.
"Baca dan segera tanda tangani itu."
Hani mengerutkan dahinya, bingung dengan apa yang diucapkan oleh sang suami. Dirinya segera meraih map tersebut, dan membukanya lalu membaca setiap bait dari kalimat yang berjajar dengan rapi di sana.
Mata Hanin melotot dengan begitu tajam, ketika membaca apa isi dari surat tersebut. Rasanya begitu sesak tadi dirinya menemukan 'surat cerai' dan sekarang 'perjanjian pernikahan' rasanya Hanin ingin berteriak.
"Apa apaan ini Mas? Tidak mungkin!! Kamu pasti sedang bercanda, kan Mas," ucap Hanin dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Tidak. Itu benar. Saya akan segera menceraikan kamu setelah kontrak pernikahan itu berakhir."
"Mas!!!" pekik Hanin.
"Kalau Mas, cuma mau mempermainkan pernikahan kenapa Mas menerima ini semua. Ingat Mas, kita baru menikah dan ketika bercerai bukan cuma aku yang terluka tapi Mama. Mama juga akan terluka, apakah Mas tega dengan seorang wanita yang sudah melahirkan dan mengandung Mas, selama 9 bulan dan sekarang balasannya, Mas seperti ini?"
Galang seketika terdiam, mencernah setiap kata yang dilontarkan oleh Hanin. Rahang pria itu juga mengeras, akibat ucapan dari Hanin.
"Tidak usah banyak bacot. Saya tetap pada pendirian saya, untuk menceraikan kamu. Kalau bukan sekarang, masih ada nanti. Sampai kapanpun, saya tidak akan pernah menerima pernikahan ini," ucapnya lalu beranjak dari tempat duduknya.
"Berikan aku waktu 6 bulan lagi Mas. Selama itu jika aku, tidak bisa membuat kamu mencintaiku maka, ceraikan aku saat itu juga. Perjanjian ini berlaku 6 bulan, bukan? Maka berikan aku waktu 6 bulan lagi. Sehingga selama satu tahun ini, izinkan aku menjadi istri kamu, Mas. Setelah itu terserah kamu mau seperti apa!!"
Galang yang akan menaiki tangga menghentikan jalannya dan menoleh ke arah Hanin. Pria itu kaget dengan apa yang diucapkan oleh istrinya.
"Tapi sampai kapanpun. Saya tidak akan pernah mencintai wanita seperti kamu, wanita yang tega menyakiti saudaranya sendiri," ucap Galang lalu pergi meninggalkan Haninyang masih terpaku di tempatnya.
Hanin masih terdiam di tempatnya, mencernah setiap kata yang diucapkan oleh sang suami. Apa maksud sang suami, siapa yang disakiti, siapa yang jadi korban. Kenapa seolah dirinya yang berbuat salah, Hanin menarik panjang napasnya menatap ke arah pintu kamar yang tertutup dengan sangat rapat.
Hanin, pun beranjak dari tempatnya pergi dari sana menuju ke arah dapur. Menatap makanan yang sudah dirinya siapkan untuk sang suami.
"Kenapa semuanya sangat sulit," ucap Hanin, sembari menahan sesak di dadanya. Air matanya mengalir dengan begitu deras, rasanya sangat sakit. Hanin merasa bahwa hidupnya tidak pernah ada kebahagiaan, sejak kepergian sang mama hingga dirinya menikah hanya ada rasa sakit yang harus dirasakan.
"Apakah tidak ada lagi, kebahagian untuk aku? Apakah kebahagian ini, hanya untuk mereka saja!!"
Berbeda dengan Hanin, Galang masuk ke dalam kamarnya tidak ada sedikitpun rasa bersalah di wajah pria itu. Galang segera menuju ke atas tempat tidurnya, melihat air mata Hanin membuatnya begitu senang.
"Meminta waktu?" gumam Galang. "Lucu sekali, dia meminta waktu selama 1 tahun, supaya aku bisa berubah pikiran? Tidak akan terjadi, selamanya aku tidak akan pernah berubah pikiran untuk wanita seperti dia. Selamanya wanita yang berarti di dalam hidup aku hanya Wina!!"
Galang lalu mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi sang kekasih namun, panggilan telepon Galang tidak di jawab. Pria itu sedikit kesal namun, Galang yakin bahwa saat ini kekasihnya itu sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"Dia masih marah, biarkan saja. Nanti dia akan kembali baik, aku mau mandi dulu. Rasanya begitu panas apalagi melihat wanita itu," ucap Galang.
Pria itu, segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai berjalan menuju kamar mandi. Galang tidak tahu, jika dilain tempat wanita yang begitu dipujanya sedang bersenang senang, bersama pria lain di sebuah club' malam.
"Woi itu Wina bukan sih?" Pertanyaan yang di ucapkan oleh Tian membuat kedua pria lainnya menoleh ke arah samping.
"Gila yaa!! Itu cewek yang di pertahankan Galang? Anjing' banget sumpah, dasar murahan!!"
Ketiga teman Galang tidak pernah, suka dengan Wina sejak awal mereka selalu membuang muka melihat Wina dan Galang. Apalagi malam ini, mereka melihat bagaimana sikap asli Wina, wanita yang dikira baik-baik menurut Galang.
###
Selamat membaca dan terima kasih.