Pagi hari yang begitu indah ini Hanin sudah bangun dari tidurnya dan saat ini wanita itu sedang menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya. Cukup makanan semalam yang tidak disentuh oleh sang suami, pagi ini suaminya itu harus sarapan dan Hanin akan berusaha untuk bisa mempertahankan pernikahannya.
Dengan penuh semangat, Hanin mulai menata sarapan yang sudah dirinya masak. Hanin memasak nasi goreng ayam suwir, tempe sambal kemangi, serta sayur brokoli tumis. Aroma masakan Hanin pun, sudah sampai ke penciuman Galang, pria itu menatap ke arah dapur dari lantai dua.
Galang bisa melihat bagaimana dengan lincahnya sang istri mulai menatap dan menyiapkan semua makanan di meja makan. Hingga tanpa Galang sadari, langkah kakinya berjalan ke arah dapur hal itu membuat dirinya semakin dekat ke arah meja makan.
"Kamu sudah bangun, Mas. Ayo duduk dulu Mas, kita sarapan ini aku udah masak sambal kesukaan kamu." Mendengar ucapan dari Hanin, membuat Galang tersadar akan apa yang terjadi, pria itu lalu berbalik dan hal itu membuat Hanin kebingungan dengan sikap suaminya.
"Mas ... Mas Galang, kenapa berbalik lagi. Itu aku udah buatin sarapan untuk kamu. Aku udah tanya sama Mama, apa saja kesukaan kamu, Mas," cegah Hanin.
Galang menghentikan langkahnya, pria itu terdiam sesaat hingga Galang tidak menyadari bahwa dirinya sekarang ditarik oleh Hanin menuju ke arah meja makan.
"Kita sarapan aja dulu Mas. Aku udah siapin semuanya, aku masak nasi goreng dan sambal kesukaan kamu," ucap Hanin pelan.
Galang tersadar dan segera melepaskan tangan Hanin dengan kasar, lalu pergi meninggalkan istrinya itu tanpa berkata sedikit pun. Hanin hanya bisa melihat suaminya pergi menjauh, helaan napas berat terdengar jelas.
"Selalu seperti ini," ucap Dita.
***
Mobil yang dikendarai oleh Galang, melesat dengan kecepatan tinggi, pria itu hanya diam menatap ke arah depan fokus dengan kegiatan menyetirnya. Hingga tidak membutuhkan waktu lama mobil tersebut sudah sampai di sebuah apartemen mewah di kawasan elit. Pria itu segera turun, dari mobil dan segera masuk ke dalam unit yang ada di lantai enam belas.
Ting!!
Pintu kamar apartemen itu terbuka, hal yang pertama kali di lihat oleh Galang adalah seorang wanita yang sedang berada di dapur. Senyum manis Galang mengembang, dengan langkah pelan dirinya masuk dan segera memeluk wanita itu dari belakang.
"Mas!!" pekiknya. Wanita tersebut kaget, saat mendapatkan pelukan dari belakang.
"Good morning," ucap Galang sembari mendaratkan bibirnya ke bahu yang terbuka dengan jelas itu.
"Morning Sayang," jawabnya.
Keduanya saling menatap satu dengan lainnya, senyum manis terpatri di bibir keduanya.
"Aku rindu kamu Wina," ujar Malik.
Wanita tersebut adalah Wina, adik tiri Hanin yang tinggal di apartemen sehari setelah Hanin dan Galang menikah. Jangan tanyakan kenapa hal itu terjadi, semua karena mereka ingin selalu bisa bersama-sama.
Jarak kedua wajah mereka semakin dekat, hingga akhirnya bibir keduanya menyatu. Kegiatan yang tak seharusnya terjadi oleh seorang pria yang sudah beristri namun, berbeda dengan keduanya. Galang melumat bibir itu dengan pelan, pria itu tidak mau menyakiti kekasihnya.
Lalu Galang melepaskan ciuman mereka saat merasakan bahwa Wina hampir kehilangan napasnya.
"Aku lapar kamu masak apa?" tanya Galanh, sembari mengusap lembut rambut kekasihnya itu.
"Tumis brokoli sama sambal tempe Mas. Sekalian lagi goreng telur," jawabnya.
Galang mengangukkan kepalanya, pria itu segera melepaskan jas yang dia gunakan dan duduk di meja makan. Wina pun mulai menyiapkan semuanya, wanita itu belaga seperti seorang istri.
Tanpa Galang sadari, Wina yang berhati licik itu memotret Galang yang sedang duduk di meja makan dan mengirimkan sebuah chat kepada seseorang..
"Tidak akan pernah ada kebahagian untuk kamu kakakku, Sayang" batin Wina
***
Hani saat ini sedang membuat beberapa kotak bekal yang akan dirinya bawa ke cafe miliknya. Sudah cukup makanan semalam, berakhir di kotak sampah. Makanan ini terlalu berharga, sehingga jika harus terbuang kembali.
Ini adalah kali pertama Hanin kembali ke Cafe miliknya, setelah hampir dua bulan dirinya meliburkan diri dan bekerja secara online. Tidak ada seorang pun di tempatnya yang mengetahui jika Hanin sudah menikah. Hal itu karena sang suami tidak ingin banyak orang tahu mengenai status mereka.
"Oke beres, lanjut kita pergi," ucapnya sembari menenteng dua kotak bekal berwarna ungu itu. Tak lama taksi online yang dipesan olehnya sudah berada di depan pintu. Hanin segera naik ke dalam mobil tersebut, wanita itu lalu mengecek handphonenya. Sudah banyak pesan dan juga telpon dari cafe, mengenai kedatangannya hari ini. "Tumben Wina mengirimkan sebuah pesan," gumamnya.
Tanpa rasa curiga, Hanin segera membuka pesan tersebut, matanya tiba-tiba saja berembun ketika melihat pesan yang dikirim oleh adiknya tersebut. Hanin terdiam menatap foto di mana suaminya sedang duduk di sebuah meja dengan senyum yang begitu lebar.
Sudut hati Hanin, menjerit mengetahui hal itu. "Kenapa kalian berdua tega menyakiti aku," gumam Hanin dengan pelan. Dirinya tidak ingin supir taksi mendengarnya namun, nyatanya tidak supir tersebut bisa mendengar suara lembut Hanin.
Mobil yang ditumpangi oleh Hanin sudah sampai di sebuah cafe. Tanpa banyak menunggu, Hanin segera turun dan masuk ke dalam Cafe.
Saat masuk ke dalam Cafe, semua orang di dalam sana tidak berani menegur Hanin. Wanita itu langsung menuju ke dalam ruangannya, rasanya sangat sesak Hanin ingin berteriak namun, suaranya tidak keluar.
"Sampai kapan aku harus merasakan sakit seperti ini?" gumam Hanin.
Ponsel milik Hanin berdering nama Wina tertera di sana. Dengan rasa malas Hanin mengangkat panggilan tersebut. Wina meminta dirinya untuk datang ke sebuah restoran masakan Jepang, wanita itu mengatakan ada hal yang ingin dirinya katakan.
Jujur saja Hanin, rasanya tidak sanggup bertemu dengan Wina. Melihat wajahnya membuat rasa sakit di dalam hatinya semakin terluka.
"Aku harus gimana," ucapnya dengan nada pelan.
Sebuah ketukan pintu membuat lamunan Hanin terpecah, seseorang dari balik pintu masuk ke dalam ruangannya. Di sana sudah berdiri Ocha dengan senyum yang begitu mengembang.
"Gue masuk," ucap Ocha. Hanin hanya merespon dengan anggukkan kepalanya. Wanita yang begitu cantik dengan gaya tomboy itu, lalu duduk di dekat Hanin.
"Lo kenapa? Ada apa? Kenapa masuk ke Cafe tiba-tiba wajahnya cemberut gini? Lo nggak dipaksa Om Bagas buat nikah kan? tanya Ocha.
Mendapatkan pertanyaan tersebut membuat Hanin, melotot dengan begitu tajam. Bagaimana bisa rekan kerja sekaligus sahabatnya itu bisa berkata seperti itu.
"Soalnya muka Lo itu di tekuk seperti ini, makanha gue mikirnya gitu," lanjut Ocha.
"Gue capek aja Cha!! Pengen liburan," jawab Hanin.
"liburan?? Dua bulan Lo nggak masuk ke cafe, dan pengen liburan lagi? Lama-lama ini Cafe jadi milik gue," jawab Ocha.
Keduanya lalu membahas beberapa pekerjaan, Ocha juga menyampaikan laporan yang selama ini dirinya buat. Meskipun Ocha sangat yakin, ada hal yang sedang disembunyikan boleh Hanin. Namun, dirinya tidak mau mendesak Hanin, membiarkan sahabatnya itu bercerita dengan sendirinya.
"Hanin, gue sama lo udah sahabatan lama. Jadi kalau lo butuh tempat cerita, ada gue yang siapa mendengarkannya."
Hanin lalu memeluk Ocha dengan begitu erat, tanpa sadar air matanya mengalir dengan begitu deras.
###
Selamat membaca dan terima kasih.