"Kamu kenapa?" tanya Ocha. Wanita itu merasa sangat aneh ketika melihat Hanin menangis. Sebagai seorang sahabat, Ocha selalu memberikan supportnya untuk sang sahabat.
Sejak beberapa hari lalu, Ocha sudah curiga akan sahabatnya. Tidak pernah Hanin libur selama hampir dua bulan, karena Ocha tahu bagaimana sikap Hanin. Yang akan selalu bekerja, demi bisa membiayai semuanya.
Keduanya berteman sudah sejak lama, bukan satu atau dua bulan. Tapi sudah hampir delapan tahun lamanya, sehingga Ocha begitu mengenal Hanin, jika ada sesuatu hal yang mengganjal di dalam hatinya.
"Apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Hanin. Mendengar hal itu membuat Ocha, semakin yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi pada Hanin.
"Coba kamu jelaskan dulu Nin, kenapa bisa kamu berkata demikian!!"
Hanin menatap ke arah Ocha, keduanya saling menatap satu dengan lainnya. Helaan napas berat terdengar dengar sangat jelas, Hanin lalu memejamkan matanya mencoba untuk menahan rasa sesak di dalam hatinya.
Wanita itu mulai menceritakan apa yang terjadi, mengenai perjodohan, pernikahan paksa, surat perjanjian, bahkan hubungan terlarang antara Galang dan Wina, semuanya dijelaskan secara rinci oleh Hanin. Ocha yang mendengar cerita dari sahabatnya itu hanya terdiam, Ocha tidak menyangka bahwa kenyataan hidup Hanin begitu berliku.
"Aku udah nggak tahu harus seperti apalagi, Cha!! Rasanya sangat sakit, kamu tahu bahwa hari ini, Mas Galang lebih memilih berada bersama dengan Wina dibandingkan sarapan atau duduk dengan aku."
"Kamu udah cerita sama Om Bagas?" tanya Ocha.
"Kamu tahu bagaimana papa selalu bersikap, Cha. Terkadang aku selalu merasa bahwa aku ini anak tirinya, atau malahan aku adalah anak pungut bukan anak kandungnya. Papa selalu saja membedakan kami, entah apa kesalahan yang aku perbuat sehingga keadaannya seperti ini."
Hanin mencurahkan semua yang ada di dalam hatinya, sebagai seorang sahabat Ocha menjadi pendengar yang baik. Kedua wanita yang hampir memiliki kehidupan yang sama, hanya saja Ocha ditinggal oleh kedua orang tuanya sejak lama.
"Aku memang belum menikah, tapi aku hanya kasih saran sama kamu Nin. Ikutin, semua apa yang hati kamu katakan, jika saat ini hati kamu meminta pergi lakukan. Tapi jika hati kamu meminta untuk tinggal, maka tinggallah karena Tuhan tidak akan membebani hidup manusia tanpa dia tahu, bagaimana kita bisa menghadapinya. Tapi kamu juga harus ingat, bahwa setiap keputusan jangan pernah diambil ketika sedang marah."
Hanin begitu beruntung, memiliki tempat seperti Ocha. Wanita itu selalu memberikan nasehat, bukan menggurui orang lain.
***
Dengan begitu banyak pertimbangan serta dukungan yang diberikan Ocha, akhirnya Hanin memutuskan untuk datang dan bertemu dengan adiknya. Wanita itu terus saja menarik napasnya panjang, berusaha untuk menahan rasa sesak di dalam dadanya.
"Win!!" Panggilan tersebut dilakukan oleh Hanin, ketika dirinya sudah sampai di depan meja tempat mereka berjanji akan bertemu. Wina yang mendengar namanya dipanggil segera mengangkat kepalanya, tanpa merasakan rasa bersalah Wina memasang wajah dengan senyuman yang begitu indah.
"Duduk kak," ucapnya dengan sangat lembut. Hanin pun mulai duduk di depan adik tirinya tersebut, keduanya saling terdiam satu dengan lainnya. Hingga dengan cepat Wina memegang tangan sang kakak, dengan air mata yang mengalir deras.
Melihat hal itu, membuat Hanin bingung karena tidak ada hal yang keduanya lakukan namun, kenapa bisa Wina menangis seperti sekarang.
"Lepaskan Mas Galang ya Kak."
Deg
Jantung Hanin berdetak dengan cepat, wanita itu terdiam saat mendengarkan ucapan yang dilontarkan oleh Wina, dunianya seperti hancur. Hanin memasang wajah dengan ekspresi datar.
"Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti," jawab Hanin.
"Tolong lepaskan Mas Galang. Kami saling mencintai kak, kamu tega merebut kebahagian yang sudah kami bangun. Kamu bisa mendapatkan semua laki-laki lainnya, tapi jangan ambil Mas Galang, aku tidak bisa hidup tanpanya kak," ucap Wina dengan air mata yang mengalir. Hanin hanya bisa diam dirinya tidak tahu, harus berkata apa. Hanin tidak mengerti pembahasan apa yang sedang terjadi, hal apa yang ingin keduanya bahas.
"Win, kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti," jawab Hanin dengan nada rendah.
"Tolong kak. Tolong, jangan rebut Mas Galang. Kami saling mencintai kak," ucapnya lagi. Hanin hanya diam menatap ke arah Wina yang terus menangis sedangkan dirinya, masih terdiam dengan situasi yang terjadi.
Hingga sesuatu yang begitu mengejutkan terjadi, Wina menyiramkan air ke arahnya sendiri dan hal itu membuat Hanin terkejut.
"Hanin!!!" teriakan dari seseorang di arah belakang sana, membuat keduanya menoleh. Terlihat jelas raut wajah marah tercetak di wajah Galang. Pria itu berjalan ke arah Wina, membawa wanita ke dalam pelukannya. Sedangkan tatapan mata Galang begitu tajam menatap ke arah Hanin.
"Apa apaan ini, kenapa kamu bisa menyiram Wina," bentak Galang dengan suara besar sehingga membuat semua orang yang ada di sana menoleh ke arah mereka.
"Aku bisa jelaskan semuanya Mas. Aku gak tahu kenapa ini bisa terjadi," bela Hanin. Dirinya saja terkejut, melihat Wina menyiramkan air kepada dirinya sendiri.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan aku sudah lihat sendiri. Kamu memang wanita murahan, kamu tidak memiliki hati, kamu tega menyakiti saudara kamu sendiri. Berhenti bersikap seolah seperti malaikat padahal kamu adalah iblisnya kamu it ...,"
Plak!!
Sebuah tamparan mendarat dengan mulus ke pipi Galang, Hanin sudah tidak bisa menahan dirinya, ucapan yang dikeluarkan oleh mulut Galang begitu menyakitkan apalagi mereka berada di tempat umum. Seorang suami, yang seharusnya menjaga nama baik istrinya namun, lebih wanita lain membuat perasaan Hanin begitu hancur.
"Jaga ucapan kamu Mas. Aku tidak pernah melakukan apapun, kamu harus tanya kepada dia bukan malahan menyalahkan aku. Di sini, aku yang istri SAH tapi seolah aku yang bersalah."
Keduanya saling menatap satu dengan lainnya, tatapan yang begitu intens terlihat jelas dari mata Hanin bahwa dirinya, begitu kecewa yang begitu dalam dengan apa diucapkan suaminya itu.
"Kamu ...,"
Galang mengangkat tangan namun, seseorang menahan tangan tersebut.
"Seorang pria baik tidak akan berani mengangkat tangannya di depan istrinya sendiri."
Mereka menoleh ke arah samping, seorang pria dengan setelan jas yang begitu mewah berdiri tepat di samping Hanin. Tatapan matanya begitu dingin, mendapatkan perlakuan seperti ini semakin membuat Galang tidak suka.
"Harusnya anda bertanya seperti apa yang terjadi, apalagi disini anda membela orang lain. Sedangkan istri muda sendiri anda permalukan. Dimana hati anda sebagai seorang suami!!"
Semua orang di sana sudah mulai berbisik mengenai Galang yang lebih membela Wina dibandingkan istrinya, dan hal itu semakin membuat Wina menangis dengan kencang. Galang yang tidak ingin melihat wanitanya tersakiti segera membawa Wina untuk pergi dari sana. Tatapan mata yang diberikan oleh Galang begitu terlihat sangat tidak suka akan apa yang diucapkan oleh pria tersebut.
***
Duduk di taman adalah cara bagi Hanin untuk membuat perasaannya tenang. Dan disinilah dirinya berada di sebuah taman yang begitu banyak bunga.
Hanin, berulang kali menarik napasnya berat, hal yang terjadi hari ini benar-benar membuatnya kecewa. Suaminya lebih memilih mendengarkan orang lain dibandingkan istrinya sendiri.
"Matcha dengan susu, bisa membuat mood kamu kembali membaik," ucap seseorang. Hanin lalu menoleh ke arah samping dimana saat ini, seorang pria dengan senyum yang begitu mengembang berdiri dengan dua cangkir kopi di tangan.
"Buat kamu. Mactha bisa membuat mood yang tadinya hancur kembali bersinar."
"Terima kasih," jawab Hanin dengan senyuman. Pria tersebut lalu menganggukkan kepalanya dan ikut duduk di samping Hanin, mereka berdua saling terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.
###
Selamat membaca dan terima kasih.