Chereads / Pondasi Huruhara / Chapter 15 - Penerobosan

Chapter 15 - Penerobosan

"baru saja aku ingin bersemadi untuk melatih ilmu beladiri spiritualku, malah datang yang lain sekarang" ucap Yaq sembari membuka kedua matanya.

Setelah mengatakan itu, tak berselang lama Nyonya Iva berada di depan Yaq, Yaq langsung berdiri untuk memberi salam kepada sang Tuan Rumah.

"Salam Tuan Nyonya Adaina," ucap Yaq kepada Nyonya Iva, Yaq sekarang hanya ingin membangun image yang bagus di keluarga Adaina, dirinya lebih memilih untuk bersikap ramah dan tenang daripada bersikap arogan dan menekan.

Yaq merasa jika dia melakukan itu, mungkin akan berdampak bagus di masa depan nanti.

Melihat sikap yang di lakukan Yaq kepada dirinya, Nyonya Iva merasa senang, dia mengangguk lalu kemudian ia berkata;

"Aku dengar kamu ingin bertemu denganku?" Ucap Nyonya Iva, dirinya penasaran apa benar bahwa Yaq ingin bertemu dengan dirinya.

"Iya Nyonya, saya memang ingin menemui Nyonya Adaina, terimakasih karena sudah repot repot datang sendiri kemari, saya meminta maaf karena seharusnya sayalah yang datang kepada Nyonya." ucap Yaq kepada Nyonya Iva.

"Itu bukan masalah besar, katakan apa ada yang ingin kamu bicarakan padaku". Ucap Iva kepada Yaq, dia ingin tau kenapa anak muda ini ingin menemuinya.

"Sebelumnya saya minta maaf, saya hanya ingin mengatakan kepada Nyonya agar tidak menghukum kedua pelayan yang sebelumnya berada di sini, saya sendiri yang menyuruh mereka untuk pindah posisi" ucap Yaq kepada Nyonya Iva.

"Kenapa kamu menyuruh mereka untuk berpindah? Apa kamu tidak suka dengan pelayanan dari kami?". Tanya Nyonya Iva, dirinya ingin tau apakah jawaban Yaq akan sama dengan para pelayannya atau memang karena ada hal lain

"Tidak, bukan seperti itu, pelayanan dari Nyonya sangatlah baik kepada kami, alasan saya menyuruh mereka untuk pindah, itu karena saya agak risau dengan Semadi teman saya yang ada di dalam ruangan ini"

"Saya hanya ingin memberikan ruang kepada teman saya agar dia lebih fokus berkonsentrasi dan bisa menembus ranahnya" ucap Yaq kepada nyonya Iva

Nyonya Iva mendengar alasan Yaq yang seperti itu, dirinya mengangguk dan kemudian berkata kepada Yaq;

"Jadi begitu, kalau tidak salah temanmu itu ada di Ranah Pejuang tingkat 9 iyakan"

"Iya anda benar Bag memang masih di Ranah Pejuang".

"Jika Ranah beladiri temanmu itu masih di Ranah Pejuang, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sama dengannya?" Ucap nyonya Iva, dia sungguh penasaran dengan seluk beluk anak yang bernama Yaq ini, dirinya masih belum tau di Ranah apa tingkat ilmu Beladiri dari Yaq.

Itu sebabnya dirinya secara terang terangan langsung menanyakan soal tingkat Ranah beladiri Yaq.

Pertama adalah kupu ilusi, Kedua menangkap pengacau dalam waktu singkat, dan yang Ketiga anak ini melaporkan soal kematian Diarso.

Ada di tingkatan Ranah apa ilmu beladiri dari anak yang bernama Yaq ini?

Sementara itu Yaq tidak menyangka pertanyaan ini akan muncul dari tuan rumah Adaina. Adalah hal yang berani untuk menanyakan langsung tingkatan ilmu beladiri dari seseorang.

Tetapi secara usia, Yaq memang masihlah lebih muda dari Nyonya Adaina, dengan kata lain Yaq adalah junior di pandangan nyonya Iva.

Itu sebabnya dia bertanya soal tingkatan ilmu beladiri dengan enteng.

"Ranah ilmu beladiri saya? Kalau itu..." ucap Yaq, dia mengatakan itu sambil melirik ke sisi sampingnya. Dia memang tidak berniat untuk memberitahu ranah ilmu beladiri nya.

Tidak menyelesaikan kalimatnya, Yaq malah tersenyum dan melihat tepat ke arah Nyonya Iva.

Sensasi aneh dirasakan Nyonya Iva saat dilihat oleh Kedua mata Yaq, dirinya kaget dan tubuhnya terhenti untuk sejenak, dia merasa sedikit malu karena di lihat dengan tatapan dan senyum yang seperti itu.

Hampir salah tingkah karena rasa malunya, dirinya berkata kepada Yaq;

"Eh.. kenapa kamu melihatku seperti itu?"

mendengar perkataan dari Nyonya Iva yang itu, Yaq langsung menundukkan kepalanya lalu dia berkata;

"Maaf Nyonya, bukan maksud saya tidak sopan, saya minta maaf kepada nyonya, karena saya tidak bisa memberitahu soal tingkat ilmu beladiri yang saya capai, saya mohon maaf kepada Nyonya Adaina" ucap Yaq kepada nyonya Iva, dirinya tersenyum menjelaskan itu semua

Sedangkan nyonya Iva, dirinya sedikit tertawa melihat sikap dari Yaq yang seperti itu, dia tersenyum.

"Cukup di sayangkan aku tidak bisa mengetahui di ranah apa kamu ini, tapi tidak apa, itu bukan masalah"

"Terimakasih nyonya, saya meminta maaf karena tidak bisa memberikan jawaban dari pertanyaan Nyonya" jawab Yaq kepada Nyonya Iva. yah bagaimanapun Ranah ilmu beladiri adalah info pribadi. Dan jika kau tidak mampu mengetahui Ranah ilmu dari seseorang, maka diam adalah sebuah pilihan yang bijak.

Selain itu, keputusan untuk memamerkan Ranah ilmu beladiri adalah pilihan pribadi dari ahli ilmu tersebut.

Disisi lain, tuan Dali mengumpulkan beberapa bawahannya, terlihat raut wajah Tuan Dali yang serius menatap kepada para anak buahnya yang telah berkumpul di hadapannya, dia lalu berkata;

"Kalian diberi tugas, cari informasi soal pemimpin wilayah Gondo, sampaikan pesan ini ke teman teman pedagang di wilayah itu. Aku ingin berita dan info secepatnya"

"Baik Tuan!" Jawab serempak bawahannya, mereka berjumlah 3 orang.

Ketiga orang itu langsung pergi beranjak dari tempatnya.

2 hari setelah perintah dari Tuan Dali di berikan, belum ada laporan yang datang dari para anak buahnya.

Tuan dali dan Nyonya Iva saat ini sedang di ruang kerja, merasa sedikit risau karena dirinya sama sekali belum mendapatkan informasi soal Diarso, Dali kemudian berkata;

"Sudah 2 hari tetapi masih belum ada laporan apapun yang masuk tentang Diarso." Dia mengucapkan itu dengan raut muka yang murung

Menyadari suaminya sedang dalam suasana hati yang kurang bagus, nyonya Iva menjawab perkataan dari Suaminya itu;

"Tenanglah kamu, perjalanan dari wilayah ini ke Gondo tidaklah sebentar, bisa memerlukan waktu seharian hanya untuk perjalanannya, bersabarlah esok hari adalah penentunya"

Iva mengatakan itu dengan senyuman di wajahnya.

"Baiklah, selama Famira aman maka itu bukan masalah besar, ngomong ngomong bagaimana dengan kedua anak muda itu?" Tanya Dali kepada Iva.

Iva langsung paham siapa yang di maksud Suaminya, kemudian dia menjawab;

"Keduanya masih berada di ruangannya, mereka sedang bersemadi"

Dali heran dengan 2 anak muda itu, Yaq dan Bag. Sudah 2 hari ini mereka tidak keluar dari tempat ruangannya itu, Yaq masih dalam posisi di depan pintu sedangkan Bag dirinya masih berada di dalam ruang kamar.

Dari pintu gerbang terdengar suara kereta kuda yang terhenti, para penjaga gerbang segera membukakan gerbang untuk menyambut kedatangan kereta kuda tersebut.

Kereta itu masuk kedalam dan kemudian berhenti persis di tempat parkir kereta kuda yang lainnya. Di saat kereta itu berhenti, 2 sosok muncul dari dalam kereta tersebut.

Gadis bermata Ungu yang berpakaian gaun hitam, dia adalah Famira eal adaina. Di belakangnya ada wanita dewasa yang rambutnya di kuncir seperti ekor kuda, dia adalah Irene, pengawal dari nona Famira.

Mereka berdua kini berjalan kearah rumah utama, di sambut para pelayan yang ada di depan rumah utama, mereka di bukakan pintu, lalu masuk ke dalamnya.

".. Cape sekali mengurusi ini itu di rumah kakak, perjalanan ini sungguh melelahkan". Ucap Famira, dirinya duduk di kursi yang ada di ruangan itu.

Melihat tuannya mengeluh Irene hanya memejamkan matanya dan tersenyum kecil.

Setelah dirasa cukup dirinya bersantai untuk melepaskan sedikit rasa penatnya, Famira berkata;

"Aku ingin menemui ayah, apa kamu mau ikut Irene?".

"Tentu Nona" jawab Irene singkat.

Sebenarnya Famira tidak perlu menawarkan hal seperti itu kepada Irene, jika dia ingin sesuatu, dirinya hanya perlu menyuruh Irene untuk melakukannya, menyuruh Irene untuk melakukan sesuatu untuknya, menerima perintah dan melaksanakannya. Itulah tugas dari seorang Pengawal.

Tetapi karena beberapa alasan Famira selalu menawarkan sesuatu Kepada Nona Irene, dan itu sudah menjadi kebiasaannya.

Saat Famira dan Irene berjalan menuju ruangan ayahnya, Famira melihat ada 2 pelayan berdiri di luar lorong, mereka seperti menunggu sesuatu.

Melihat pemandangan itu Famira langsung menghampiri para pelayan tersebut dan menanyakan sesuatu pada mereka;

"Kalian kenapa ada di sini?"

"Nona putri, anda sudah kembali dari perjalanan anda? Maaf kami berjaga disini untuk melayani kebutuhan para tuan pemburu" jawab pelayan tersebut.

Mendengar jawaban dari pelayannya Famira merasa bingung dan dia bertanya lagi;

"Tuan pemburu?"

"Iya benar Nona, itu mereka ada di sana" jawab pelayan itu dengan menunjuk kedalam lorong memakai ibu jarinya

Famira melihat kearah lorong tersebut, matanya melebar karena terkejut melihat apa yang ada didalam lorong sekarang.

Dirinya melihat Yaq yang sedang bersemadi di depan pintu kamar nya dahulu, lebih tepatnya kamar dari dirinya dan kakak kakaknya waktu mereka kecil.

Famira berjalan ke arah Yaq dan di ikuti oleh Irene di belakangnya, Famira ingin menyapa kedua pemburu itu karena telah kembali ke kediamannya.

Dan jika keduanya sudah kembali ke kediamannya itu berarti tugas mereka sudah selesai. Itulah yang di pikiran Famira.

Saat Famira mulai mendekati posisi dimana Yaq duduk bersemadi, dirinya mendengar sebuah suara yang mengatakan;

"Salam nona Famira, nona Irene"

Itu adalah suara dari Yaq, dia mengucapkan itu sambil membuka kedua kelopak matanya, kemudian dia berdiri dan menundukkan kepalanya ke arah kedua perempuan yang menemuinya.

"Salam tuan pemburu Yaq, Sudah cukup lama, sejak keberangkatan anda ke wilayah Gondo" ucap Famira kepada Yaq

Melihat Yaq yang bisa kembali dari wilayah Gondo, Irene bertanya tanya, Bagaimana cara mereka menyelesaikan tugasnya disana.

Sebaliknya Famira malah terlihat senang mengetahui Yaq bisa kembali ke kediamannya dengan selamat.

"Iya nona Famira, memang cukup lama sejak kepergian kami dari sini, tapi nona, saya minta maaf, bisakah saya meminta nona untuk memberikan saya ruang"

"Teman saya di dalam sedang bersemadi, jadi jika nona tidak keberatan, saya meminta kepada nona untuk memberikan sedikit ruang kepada saya dan teman saya yang bersemadi"

"Tentu, baiklah, kalau begitu kami akan pergi menemui ayahku" jawab Famira kepada Yaq dirinya paham dengan apa yang di maksud oleh Yaq,

Walaupun aslinya ruang kamar itu sudah lebih dari cukup sebagai tempat Bag bersemadi, Famira hanya ingin memberikan apa yang di minta oleh Yaq secara langsung.

"Terimakasih nona atas perhatiannya" ucap Yaq sambil tersenyum ke arah mereka

Mereka berdua kini pergi meninggalkan lorong itu.

Hari ke 3 setelah pemberian perintah kepada para bawahannya.

Dali dan Iva keduanya masih menunggu di ruang kerja milik mereka.

Sampai pada akhirnya, terdengar suara ketukan pintu dari balik pintu kerja mereka,

"Masuklah". Ucap Dali

Sesosok pria dewasa memasuki ruangan, dia berjalan dan berhenti di hadapan Tuan Dali. Pria dewasa itu adalah salah satu dari beberapa bawahannya yang ia suruh untuk mencari info soal Diarso.

Melihat orang yang memasuki ruangannya adalah anak buah yang ia suruh untuk mencari informasi, Dali langsung berkata;

"Katakan padaku, berita apa yang kau dapat dari Gondo?"

mendengar perkataan dari tuannya Dali, bawahan itu langsung menyampaikan informasi yang dia dapat, sambil menundukkan kepala dirinya berkata;

"Lapor tuan, saya telah kembali dari wilayah Gondo, saat saya tiba di sana, tepat di pusat kota Gondo, saya mendapatkan informasi bahwa pemimpin wilayah dari Gondo telah tewas terbunuh di dalam aula Balaikota wilayah Gondo."

"Hah.. apa!? Terbunuh di dalam.. di balaikota? Yang benar saja kau?" Ucap Dali kepada bawahannya itu, dia sulit mempercayai dengan laporan yang di sampaikan oleh bawahannya tersebut.

Iva yang mendengar itupun hanya bisa kaget dengan apa yang di sampaikan oleh bawahannya itu, tubuhnya terhenti karena mendengarkan laporan tersebut.

Ingin memastikan apa yang di dengar tadi, Iva berkata kepada bawahan itu;

"Apa kamu benar dengan berita yang kau sampaikan ini? Apa yang membuatmu yakin kalau Diarso terbunuh di dalam balaikotanya sendiri?"

Bawahan itu kemudian menjawab;

"Saat saya sampai di pusat kota, keluarga Assan sudah memblokade beberapa tempat di wilayah Gondo yang di curigai sebagai markas dari pembunuh Diarso."

"Selain itu bukan hanya Diarso yang di kabarkan mati didalam wilayah itu, tetapi.. bahkan para tetua dari keluarga Assan hingga para petinggi kepercayaan Diarso, semuanya di bantai habis didalam Balaikota Gondo"

Dali dan Iva hampir muntah darah karena mendengarkan lanjutan laporan dari bawahannya itu. Mereka benar benar tidak habis pikir, sebenarnya siapa dan apa yang di lakukan oleh kedua anak muda yang mereka pekerjakan hingga bisa berdampak seperti itu.

Membayangkan semuanya, Dali dan Iva merasakan ngeri dengan apa yang mampu Yaq dan Bag lakukan, tidak mungkin keduanya bisa membunuh para tetua dan petinggi begitu saja. Apa ini ada hubungannya dengan Organisasi mereka? Pondasi Huruhara?, jika ini memang kekuatan dari Organisasi mereka, maka alangkah bijak jika menghindari masalah yang bersinggungan dengan organisasi itu.

Mereka kini tidak bisa memandang Yaq dan Bag seperti saat baru pertama kali keduanya datang ke tempat mereka. Kemampuannya benar benar tidak masuk akal, bahkan hanya dalam beberapa minggu mereka mampu membunuh pemimpin wilayah bahkan dengan para Tetuanya.

Di sisi lain terlihat energi tenaga dalam yang terkumpul di area tangan Bag, energi tenaga dalam menyebar ke seluruh tubuh, lalu kemudian terserap ke dalamnya.

Hembusan angin tercipta di sekeliling tubuh dan setelah 3 hari bersemadi, Bag mengalami terobosan ke Ranah Pendekar tingkat 2. Fisiknya sekarang menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya dan dia bisa mengendalikan kekuatan petirnya lebih leluasa.

Dirinya membuka kedua matanya dan untuk sekilas, terlihat kilatan biru dari kedua matanya tersebut. Dirinya mampu melihat sekelilingnya dengan sangat baik, dia bahkan bisa melihat gerak gerik semut dan hewan kecil lainnya dalam jarak puluhan meter dari dirinya. Itu adalah kemampuan telah ia dapatkan setelah menembus ke ranah Pendekar, kemampuan pendekar Ajian Pingeti.

Bag berdiri dan membuka pintu di depannya, lalu dirinya keluar dari kamar itu.

Dia ingin tau sudah berapa lama dirinya bersemadi.

Di balik pintu sudah ada Yaq yang menunggu sambil berdiri bersandar di dinding lorong.

Yaq kemudian berkata;

"Sudah waktunya kita pergi"

..

....