Dua lelaki sedang berjalan menuju suatu tempat, mereka adalah Yaq dan Bag. Keduanya kini sudah melewati wilayah Gondo.
"Bag latihlah ilmu beladirimu, lakukan pengisian dan teroboslah ranah yang lebih tinggi." Ucap Yaq kepada Bag, terlihat dia sedikit gusar sekarang
"Apa kau memang harus menunggu untuk di hajar dahulu, baru kau mau melakuan terobosan? aku sudah pernah memberitahumu sebelumnya padahal"
"Tapi apa yang kau katakan? *'tidak apa apa, lagipula ini sudah cukup'*. Itulah omonganmu waktu aku menyuruhmu untuk menerobos ranah Pendekar!" Teriak Yaq kepada Bag, dia mengingat kejadian lampau sewaktu Bag tidak ingin untuk disuruh menembus ke Ranah Pendekar.
Kemudian Yaq melihat ke arah atas, lalu ia melihat ke arah depannya, dia pun mengatakan;
"Tembuslah Ranahmu selagi bisa Bag, dunia ini itu luas. Kau belum tau akan menghadapi makhluk macam apa kedepannya nanti"
Mendengar Yaq yang sedari tadi mengocehinya, Bag kembali teringat soal pertarungannya dengan Petinggi ke 4, lalu ia mengatakan;
"Tapi serius Yaq, orang tua itu benar benar kuat, apa itu perbandingan kekuatan Ranah Pendekar dengan Pejuang? ilmu petir yang kau ajarkan padaku bahkan bisa langsung pudar saat ditahan oleh Petinggi itu". Ucap Bag kepada Yaq.
Walaupun ini bukan pertama kali Bag melawan musuh yang lebih kuat dari dirinya,
Tapi ini adalah kali pertama dia berhadapan dengan orang yang mampu melenyapkan kekuatan petirnya.
Mendengar omongan dari Bag, Yaq memukul bahunya, lalu dia berkata dengan wajah datarnya;
"Kau beruntung Petinggi itu tidak langsung membunuhmu, jika dia mau dia bisa langsung membunuhmu saat itu".
"Ranah beladirinya sudah mencapai puncak Pendekar, sedangkan kau? Kau walaupun di tingkat puncak, tapi itu ranah Pejuang, perbedaan terlalu jauh. Kau beruntung punya petir"
mendengarkan semua itu, Bag sadar betapa pentingnya ilmu, kemampuan dan pondasi tubuh.
Pertarungannya dengan Petinggi ke empat membuatnya menyadari betapa kecil dirinya di dunia luar sana.
Selama ini dirinya hanya terfokus dengan permintaan tingkat bawah di Huruhara, tentu dengan ilmu beladirinya yang berada di Ranah Pejuang, itu sudah lebih dari cukup untuk mengatasi berbagai misi di tingkat bawah di Huruhara.
Sampai suatu ketika, Yaq memberitahunya soal cara bagaimana mengubah energi tenaga dalamnya menjadi unsur alam. Saat dirinya berhasil mempraktekkan ilmu manifestasi unsur, ia mengalami terobosan hingga ke tingkat 8 Ranah Pejuang. walaupun begitu dia masih cukup kesulitan untuk mengendalikan Petir di tangannya itu.
Saat itu terjadi Yaq memberikan saran kepadanya dengan mengatakan;
"Kau sudah mampu mewujudkan petir, tapi tubuhmu belum cukup kuat untuk menahan kekuatannya, kuatkanlah fisik tanganmu supaya kau bisa memakai petir di ranahmu yang sekarang"
Dia melakukan saran dari Yaq, seiring waktu berjalan, dia terus melatih kekuatan petirnya itu. Hingga dirinya lupa untuk melatih seluruh fisiknya agar menjadi wadah yang kuat.
Semakin ia melatih petirnya untuk menjadi kekuatan yang lebih kuat lagi, tangannya mati rasa setelah memakai teknik petir. Bahkan kadang dirinya sulit untuk mengendalikan besar kecil volume petir yang ingin dia keluarkan.
Ia tersadar fisiknya belum cukup kuat untuk menampung kekuatan itu. Lalu kemudian ia berlatih kembali menguatkan fisik,
tetapi, namu alih alih melatih semua fisiknya agar menjadi lebih kuat. Dirinya malah cuma melatih fisik area tangannya saja, dan entah apa yang ada di pikirannya, dia mendapatkan ide untuk menggunakan petir di kakinya juga, dia pun menguatkan hanya area kaki.
Sampai dirinya mengalami terobosan ke puncak Ranah Pejuang, Bag sudah bisa menggunakan kekuatan petir di kaki dan tangannya. Efeknya? kecepatan, kekuatan pukulan dan tendangan semuanya meningkatkan drastis.
Melihat hal yang di lakukan oleh Bag, Yaq sedikit terkejut, dirinya terkejut bukan karena Bag yang kekuatan meningkat pesat ataupun soal penerobosannya.
Tetapi Yaq terkejut karena dirinya menyadari, hanya fisik tangan dan kakinya saja yang di perkuat oleh Bag, padahal dia bisa meningkatkan kekuatan fisiknya dan menembus ranah yang lebih jauh lagi, tapi kenapa tidak dia lakukan? Malahan dia hanya meguatkan fisik lengan dan kakinya saja.
Apa dia terlalu senang atau terlalu terburu buru ingin menggunakan petirnya itu?.
Selama ini Bag hanya mengambil misi tingkat bawah di huruhara, dan dengan kemampuannya yang seperti itu, itu membuatnya di kagumi oleh banyak orang yang melihat keahliannya, tidak sedikit juga yang memuji bakat kemampuannya di umurnya yang masih muda.
Memang benar dia bisa menggunakan petirnya lebih leluasa di banding sebelumnya, tapi itu akan membuat ketahanan fisiknya tumpang tindih, juga menghalanginya untuk bisa berkembang.
Akan berbahaya jika di kemudian hari dia bertemu dengan musuh yang mampu mengoyak kekuatan petirnya itu.
Yaq yang menyadari hal itu kemudian menyuruh Bag dengan mengatakan;
"Perkuatlah tubuhmu Bag, lalu tembuslah ke Ranah Pendekar, itu akan lebih baik untukmu"
Mendengar itu Bag menjawabnya dengan mengatakan;
"Nanti saja Yaq, lagi pula ini sudah cukup"
Mendengar jawaban Bag, Yaq hanya diam dan menggelengkan kepala, dia benar benar ingin menjitak kepalanya supaya menghilang sedikit sifat bodohnya itu.
Yaq pun berkata dengan tertawa kecil;
"Yaaa.. sesukamu Bag"
Setelah mengatakan itu Bag tertawa Yaq pun tertawa.
Bag saat itu dirinya merasa sudah puas dengan pencapaiannya, bisa mewujudkan kekuatan petir di Ranah Pejuang, itu adalah prestasi yang sangat gemilang. Tidak banyak ahli beladiri yang bisa melakukannya di usia yang sangat muda. Teman temannya pun kagum karena hal itu.
Lagipula hal yang dia lakukan sekarang adalah mengambil misi dari Huruhara, dan dia hanya memililih misi kelas Bawah.
Misi di huruhara di bagi menjadi 2. Atas dan bawah.
Bukan soal bayarannya, tetapi tingkat kesulitannya, sebagai contoh;
tidak jarang orang biasa meminta tolong ke huruhara dengan memberikan misi pencarian yang terbilang sulit, baik itu lokasi untuk mencari, kelangkaannya, atau bahkan sampai bersinggungan dengan makhluk penjaga seperti monster dan siluman.
*Singkatnya, misi yang berdampak besar dan bisa sampai berakibat mengancam hidup, maka bisa di kategorikan sebagai misi tingkat atas. Untuk hal ini perlu persetujuan dari tetua di huruhara.
Sedangkan misi kelas bawah. Sebagai contoh;
Permintaan seperti menjaga sesuatu yang tidak terlalu di incar, atau mencari sesuatu yang memang pasti ada di lokasi, hal hal yang di nilai sepele tapi orang biasa kesulitan untuk melakukannya tetapi untuk para ahli beladiri itu mudah untuk di lakukan maka bisa di kategorikan kelas bawah/misi biasa.
dengan kemampuannya yang seperti itu, akan sangat mudah Bagi Bag untuk mengerjakan misinya, dan bisa dipastikan dirinya akan melakukan pekerjaannya dengan baik.
Tetapi saat ini, misi yang ia terima di luar dari pengelolaan Pondasi Huruhara.
Jika misi ini di masukan ke dalam permintaan(misi) di Huruhara, dipastikan permintaan ini akan di kategorikan sebagai misi kelas atas.
Kini Bag matanya telah terbuka. Dirinya mulai paham dengan apa yang di maksud Yaq jauh jauh hari untuk menerobos dan menjadi lebih tinggi.
Pertarungannya dengan petinggi ke 4 hampir membuatnya terbunuh, dia tidak bisa terus puas dengan pencapaiannya saat ini, hal yang dirinya banggakan, hancur begitu mudahnya ditangan musuh, jika tidak ada Yaq di situ, dirinya sekarang pasti sudah mati.
Pengalamannya membuatnya menyadari semuanya, Bag sekarang memutuskan untuk berlatih dengan serius, dunia ini luas. Bahkan dia hampir mati karena pertempuran kali ini, dia memutuskan untuk dirinya harus menjadi kuat.
"Jadi apa kau masih ngeyel tidak ingin menerobos? Sudah mati baru tau rasa kau". Ucap Yaq sambil melihat ke arah Bag dengan wajah yang jengkel.
"Hehe.. ya aku akan menerobos nanti." Jawab Bag dengan seringai ketawa di wajahnya,
Yaq memukulnya kembali lalu mereka tertawa bersama.
..
....
Cukup lama mereka berjalan akhirnya terlihat pondok rumah kediaman Adaina.
Mereka berjalan ke depan pintu gerbang lalu..
"Berhenti!, siapa kalian!? dan apa keperluan kalian disini?!" teriak penjaga gerbang kepada Yaq dan Bag.
Yaq hanya diam melihatnya, sedangkan Bag tanpa pikir panjang dia berkata kepada penjaga itu;
"Kami orang yang di pekerjakan oleh Tuan dan Nyonya Adaina"
Bag menjawabnya dengan percaya diri dan dirinya yakin penjaga ini akan langsung mempersilahkan dirinya untuk masuk, tetapi mendengar jawaban itu, para penjaga tidak membuka gerbang, malahan penjaga itu mengarahkan senjatanya ke arah Bag dan balik bertanya;
"Dipekerjakan oleh tuan dan nyonya Adaina kau bilang? Apa kau punya bukti atas ucapanmu itu anak muda?".
Bag kebingungan dengan perlakuan dan jawaban dari penjaga itu, yang bisa dia lakukan hanyalah mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kepalanya.
Wajahnya benar benar terlihat menyedihkan saat ini.
Melihat kejadian itu Yaq menundukkan kepalanya melihat ke arah bawahnya, dirinya menundukkan kepala bukan karena takut dengan penjaga itu, melainkan Yaq menahan tawa sebab melihat Bag mengangkat tangan saat di todongkan senjata di depannya.
Sembari menundukkan kepalanya kebawah, Yaq memegang dahinya dalam keadaan masih menghadap kebawah dan menahan tawa. Apa yang di lakukannya sekarang persis seperti orang yang kepalanya pusing, tapi bedanya Yaq tertawa dalam pikirannya sendiri. Terlihat jelas senyum di balik wajahnya itu
Bagaimanapun reaksi dari penjaga itu adalah hal yang wajar, mengingat kepergian dari Yaq, Bag dan Zivvan. Sudah berminggu minggu lamanya sejak mereka berangkat dari kediaman Adaina menuju ke wilayah Gondo.
Setelah puas tertawa dalam pikirannya, Yaq mengangkat kepalanya lalu dia berkata kepada penjaga tersebut;
"Tuan Penjaga mohon untuk tenang, kami memang orang orang yang di pekerjaan Nyonya dan Tuan rumah Adaina"
Penjaga itu mengalihkan pandangannya kearah Yaq, belum sempat penjaga itu berbicara Yaq langsung mengatakan;
"Insiden penghancuran tanah kebun dan pertanian, kami di sini untuk melaporkan tugas kami"
Mendengar jawaban itu, penjaga yang tadi mengarahkan senjatanya kearah Bag langsung menyarungkan kembali senjatanya, mereka tau soal insiden itu dan memang benar Tuan dan Nyonya memperkerjakan orang orang dari luar untuk menyelesaikan masalah insiden itu. Sadar akan semuanya, penjaga itu langsung berkata;
"Maafkan kami atas perlakuannya kepada tuan muda sekalian, silahkan masuk, saya akan langsung menghantarkan ke Nyonya dan Tuan Adaina."
Mendengar itu Bag kembali normal dan Yaq menertawakannya, mereka berdua mengikuti penjaga itu dari belakang.
Di depan Rumah utama sudah ada pelayan yang menunggu di sekitar, penjaga itu menghampiri salah 1 pelayan dan mereka berbicara 1 sama yang lain, lalu kemudian pelayan itu pergi masuk kedalam rumah utama.
Setelah pelayan itu pergi penjaga tersebut kembali ke arah Bag dan Yaq,
tak lama kemudian pelayan yang tadi berbicara dengan penjaga pun datang, dan dia mengatakan;
"Silahkan masuk Tuan pemburu sekalian, Nyonya dan Tuan Adaina sudah menunggu"
Bag dan Yaq masuk kedalam rumah, sedangkan penjaga tadi, dia hanya diam berdiri dan menundukkan kepalanya, sama halnya seperti pelayan tersebut.
Di dalam ruangan itu 2 orang duduk menunggu di kursi, 1 laki laki paruh baya ia adalah Dali eal adaina, dan 1 lagi adalah wanita dewasa istri dari Dali, Nyonya Iva eal adaina.
Keduanya mempersilahkan Yaq dan Bag untuk duduk, mereka pun mengambil tempat untuk duduk masing masing.
Dan sebelum Dali dan Iva berbicara, Yaq langsung mengatakan;
"Tugas yang nyonya dan tuan berikan ke kami sudah terselesaikan, baik itu Diarso atau Zivvan mereka tidak akan menggangu lagi, semua sudah teratasi"
Mendengar hal yang di ucapkan oleh Yaq, tuan Dali dan Iva merasa lega, tetapi mereka juga kebingungan dengan cara apakah 2 anak muda ini mengatasi masalah yang berhubungan dengan pemimpin wilayah seperti Diarso. Mengingat sifat Diarso yang seperti itu, di tambah lagi yang melakukan pekerjaan ini adalah anak muda di ranah Pejuang.
Keduanya belum bisa percaya begitu saja dengan kata kata dari Yaq. Mereka masih harus memastikan apakah perkataan Yaq ini benar atau tidak, dan untuk memastikannya Tuan Dali berkata kepada Yaq;
"Apa itu benar masalah kami sudah selesai? Jika memang sudah selesai, pastilah tuan pemburu bisa membuktikannya."
Pertanyaan ini memang sudah di tunggu oleh Yaq, dan dengan sekali melihat kearah Bag, Bag langsung paham dengan apa yang di maksud oleh Yaq, dirinya mengeluarkan cincin dari gelang di lengan atasnya, nampak cincin cantik yang memiliki ornamen batu akik berwarna biru tua, di bagian sisi dari cincin itu masih terdapat bekas merah pekat, itu adalah bercak darah yang tertinggal di bagian sisi cincin.
Melihat cincin itu Dali dan Iva terkejut, matanya terbelalak karena mengetahui siapa pemilik asli dari benda tersebut. Benda itu adalah cincin kepunyaan dari Diarso, Mereka tau betul bahwa cincin itu yang terpasang di tangan kanannya saat dia datang menyampaikan keinginan untuk memiliki Famira. Tetapi melihatnya saja belum cukup untuk membuat keduanya percaya, apakah ini duplikat?
Cincin adalah benda berharga yang di miliki oleh masing masing individu, di tambah lagi fakta bahwa Diarso adalah seorang pemimpin dan kepala keluarga, bukan sembarang orang yang bisa atau di perbolehkan memakai benda kepunyaannya begitu saja, dan jika barang sekelas cincin pribadi ada ditangan kedua anak muda ini maka itu berarti...
Nyonya Iva berkata kepada Bag;
"Ini adalah..?"
Dia sengaja tidak melanjutkan perkataannya dan pura pura tidak mengetahui milik siapa cincin itu, Nyonya Iva ingin Bag yang menjawabnya sendiri agar bisa memastikan bahwa cincin itu adalah benar milik Diarso.
Bag mendengar perkataan dari Nyonya Iva dirinya pun menjawab;
"Ini adalah cincin dari Diarso"
Mendengar jawaban dari Bag, membuat Iva dan Dali merasakan sensasi bergidik di hatinya, keraguan mereka sudah pupus, jawaban yang diberikan oleh Bag telah menyingkirkan rasa ragu di hati mereka.
Sekarang mereka bisa percaya dengan apa yang di katakan oleh Yaq sebelumnya. Fakta bahwa Yaq dan Bag bisa kembali ke tempat mereka, bahkan sampai membawa cincin kepunyaan Diarso adalah bukti yang tak terelakkan.
Mengetahui itu semuanya Tuan Dali merasa beban dan rasa khawatirnya selama ini menghilang sirna karena hal yang di sampaikan oleh Yaq dan Bag.
Maka dari itu Tuan Dali langsung berdiri dari tempat duduknya, dia berkata kepada Yaq dan Bag;
"Terimakasih, terimakasih atas pertolongannya kepada Tuan pemburu dari Huruhara, telah bersedia menyelesaikannya."
Melihat reaksi yang seperti itu dari Tuan rumah, Bag segera ikut berdiri dan berkata kepada Tuan Dali;
"Tuan tenang saja, lagi pula ini memang permintaan dari nona Famira kepada kami."
"Jika cincin dari Tuan Diarso berada bersama kalian, lalu bagaimana keadaan dari pemiliknya?" Ucap Nyonya Iva, dia penasaran dengan nasib dari Diarso,
Ada banyak kemungkinan yang bisa menjadi alasan kenapa cincin itu bisa sampai berada di tangan Yaq dan Bag.
Tetapi ada 2 kemungkinan yang terpikirkan oleh Iva.
Kemungkinan pertama adalah kepercayaan si pemilik cincin kepada orang lain, sehingga dia menitipkannya cincinnya pada orang lain yang dipercaya itu.
Dan kemungkinan ke dua adalah cincin itu di ambil paksa dari tangan si pemilik cincin.
Mempertimbangkan semua kemungkinan itu, menurut Iva, kemungkinan kedua dirasa mustahil untuk bisa di lakukan oleh kedua anak muda ini, alasannya adalah ilmu beladiri yang masih di Ranah Pejuang, selain itu, mereka ini hanya berjumlah 2 orang. Hal apa yang bisa mereka lakukan untuk memaksa Diarso memberikan Cincinnya kepada 2 anak ini?
Itu sebabnya Nyonya Iva menanyakan hal soal Bagaimana keadaan dari Diarso, dirinya ingin memastikan soal situasi sekarang.
Apakah kedua anak ini melakukan kesepakatan dengan Diarso yang menguntungkan anak ini dan Diarso sendiri? apakah anak anak ini mengkhianati dirinya? atau ada kemungkinan lain?
...
....