Di kediaman rumah Raharjo terlihat kepanikan mencari keberadaan Nirmala yang merupakan keturunan dari keluarga tersebut. Terutama Mia yang terlihat begitu sangat panik sekali. Bahkan dia merasa ketakutan jika terjadi sesuatu terhadap Nirmala.
Di ruang tamu keluarga, terlihat Mia sedang menatap bingkai foto putrinya. Air matanya pun merembes hingga ke pipinya. Tatapan kedua matanya terlihat begitu dalam kepedihan. "Di manapun kamu berada, semoga kamu baik-baik saja, Nak."
Sementara Raharjo menatap Mia yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Dia sangat tidak tega sekali melihat air mata Mia yang terus mengalir deras. Lalu dia berjalan menghampiri Mia yang terlihat penuh dengan kesedihan dan kepedihan atas kepergian Nirmala yang belum ada kabarnya hingga sekarang.
Enam bulan telah berlalu. Namun tetap saja keberadaan Nirmala tidak ditemukan oleh pihak kepolisian. Tapi Raharjo tetap bersikeras untuk mencari di mana putrinya berada. Dia bahkan menyewa beberapa anak buahnya untuk mencari Nirmala. Tapi selama enam bulan itu hasilnya tetap nihil.
Raharjo pun duduk di sebelah Mia lalu dia memegang kedua tangan Mia sambil menatap kedua manik mata Mia. Lalu dia mulai berkata, "Tenang saja putri kita pasti akan baik-baik saja."
Mia terlihat hanya terdiam saja. Dia takut terjadi sesuatu terhadap Nirmala karena sudah hampir Enam bulan lebih Nirmala belum juga ditemukan. Dia merasa penculikan itu tersusun begitu sangat rapi sekali sehingga tidak ditemukan jejak di mana Nirmala berada.
"Aku janji akan mencari anak kita berdua. Karena Nirmala adalah bagian dari kehidupan kita berdua." Kata Raharjo yang berusaha untuk meyakinkan istrinya kalau dia akan terus mencari keberadaan putrinya.
"Aku sangat takut sekali jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap putri kita berdua. Karena Nirmala adalah darah daging dari kita berdua, " wajahnya terlihat begitu sangat penuh dengan air mata. " Aku sangat takut sekali Jika Nirmala tidak ditemukan hingga...." belum sempat dia meneruskan kalimat yang terucap dari mulutnya, dia sudah menangis tersedu-sedu sambil menatap bingkai foto Nirmala yang ada di tangannya.
Wajah Nirmala terus saja terngiang-ngiang dalam isi kepala dan hati Mia. "Nirmala telah lahir dari rahimku. Bahkan aku tidak akan pernah bisa membiarkan dia kenapa-napa. Bagiku dia adalah hembusan nafas yang tiada henti-hentinya. Aku sangat menyayangi anak kita. Bahkan aku tidak akan pernah bisa membiarkan siapapun merenggutnya. "
"Aku akan berjanji mencari putri kita segera. Kamu tidak usah khawatir kalau di rumah lah pasti akan segera untuk ditemukan. Percayalah kalau semuanya akan indah pada waktunya." Kata Raharjo sambil menatap wajah Mia.
Raharjo berusaha untuk menenangkan hati Mia lalu dia mulai memeluk tubuhnya dengan penuh rasa kehangatan dan kasih sayang. Lalu dia mulai berkata kembali, "Anak kita pasti akan baik-baik saja. Percayalah jika Tuhan akan menjaga anak kita dengan baik. Mungkin saja dia ada di suatu tempat tertentu."
Mia langsung memeluk Raharjo. Lalu dia mulai berkata, "Sampai kapan kita harus menunggu, Mas?"
Raharjo hanya diam saja sambil memeluk tubuhnya. Dia menepuk-nepuk punggung Mia agar tetap tenang dan tidak terisak tangis kembali. "Kita harus sabar kalau putri kita pasti akan ketemu. Percayalah Kalau waktu akan menjawab semua kegelisaan diantara kita berdua."
Perasaan ini sungguh membara, seakan membuat Mia tidak henti-hentinya terisak tangis memikirkan sosok putrinya yang belum diketahui keberadaannya. Enam bulan bukanlah waktu yang sangat singkat tapi enam bulan adalah waktu yang cukup panjang. Menunggu kepastian keberadaan sosok Nirmala adalah hal yang telah ditunggu-tunggu oleh Mia. Bahkan dia terbilang susah untuk tertidur lelap. Dia selalu saja dihantui pikiran-pikiran buruk mengenai putrinya yang telah hilang.
Raharjo sebenarnya merasa cukup pedih sekali ketika kepergian Nirmala tanpa jejak sama sekali. Dia juga sudah menghubungi beberapa detektif untuk menyelidiki kasus tentang Nirmala. Tapi tidak ada satupun yang menemukan keberadaan Nirmala. Dia merasa sangat sedih sekali mendengarkan hal yang tidak seharusnya dia dengarkan saat itu juga.
*
Awan mulai menghitam seketika. Mendung mulai menyapa. Air mata itu pun mulai turun seketika dan tidak akan pernah bisa surut. Hal itu yang telah dirasakan oleh Nirmala. Dia menahan sebuah kerinduan terhadap ayah dan ibunya. Dia berharap sang waktu segera untuk mempertemukannya. Dia sudahlah terjebak di sebuah dunia pararel yang cukup aneh.
Nirmala pun berjalan menyusuri area tempat tinggalnya saat ini. Rumah mewah yang terlihat begitu sangat indah. Terlihat taman belakang yang begitu sangat lebat dengan beberapa tumbuhan tumbuhan. Bahkan aneka bunga mawar itu pun terlihat begitu sangat indah sekali tapi tidak dengan perasaan Nirmala yang terbilang sangat merindukan sosok Ayah dan Ibunya.
Negeri pararel sungguh membuat Nirmala merasa ingin sekali untuk meninggalkannya."Sampai kapan aku harus berada di sini?" Dia menggumam dalam hati kecilnya dalam sebuah pertanyaan yang terlintas dalam isi kepalanya. "Seharusnya aku tidak pernah pergi dari galeri lukisan itu! Astaga, kenapa aku harus terjebak di dunia pararel lukisan ini?!" Dia mulai mendengus dengan sangat kesal sekali. Bahkan dia dituduh menjadi istri orang lain. Padahal dia belum sama sekali menjalin hubungan dengan lelaki manapun selama dia bertumbuh dewasa.
*
Di Galeri Antoline, begitu banyak lukisan-lukisan yang indah sekali. Dia melukis beberapa kejadian-kejadian yang telah dialami oleh Nirmala di dunia pararel. Lukisan itu memiliki sebuah cerita yang tersembunyi. Hanya dialah yang tahu apa isi cerita dalam lukisan tersebut.
Antoline melukis sosok perempuan yang begitu sangat cantik sekali. Dia mirip sekali dengan sosok Nirmala. Tapi dia belum sama sekali menemukan sosok perempuan itu di dunia nyata. "Seandainya saja kamu adalah sosok yang benar-benar nyata. Mungkin aku akan berjuang untuk mendapatkanmu."
Lukisan-lukisan itu terpajang rapi di Galeri pribadi milik Antoline. Dia bahkan tidak akan menjual lukisan-lukisan itu tapi dia kehilangan salah satu lukisannya. "Ke mana lukisan itu berada?"
Antoline belum menyelesaikan lukisannya yang baru saja dia sketsa. Lalu dia menutupnya kembali dengan kain hitam. Dia mulai berjalan keluar dari galeri lukisan pribadinya. Namun sebelumnya dia mengunci pintu galeri pribadinya.
*
Mawar mulai mekar, terlihat Nirmala sedang duduk di sebuah bangku taman. Kedua matanya mulai mengedar melihat beberapa varian bunga mawar yang ada di taman belakang rumah Anton.
" Sampai kapan aku harus terjebak di dunia pararel ini? "Nirmala mulai bertanya dalam hati kecilnya lalu dia mendengarkan kepalanya ke atas langit. Dia berharap ada sebuah keajaiban untuk mengembalikan dia ke Dunia tempat tinggalnya.
Di ujung sana terlihat Anton sedang menatap Nirmala yang sedang termenung di bangku belakang taman. Dia menatap senyuman Nirmala yang memiliki pantulan sinar mentari yang begitu menghangatkan kehidupannya. "Sampai kapan kamu tidak mengingat semua tentang kita Nirmala?" dia mulai menggumam dalam hati kecilnya.
Berharap ada sebuah mesin waktu yang akan menjawab semua keadaan. Hal itu yang telah diinginkan Anton saat ini. Dia selalu saja menatap Nirmala dari jauh. Walaupun kehadirannya tidak pernah diinginkan oleh Nirmala sama sekali. "Sampai kapan kamu harus berbuat seperti ini Nirmala?" Dia mulai menggumam dalam hati kecilnya. Dia berharap jika Nirmala bisa kembali seperti dulu.
*
Keluarga Raharjo masih saja sibuk untuk mencari keberadaan Nirmala. Beberapa orang diminta untuk segera melaporkan keberadaan Nirmala. Tapi kenyataannya mereka semua belum sama sekali menemukan Nirmala.
Nirmala masih terjebak di sebuah dunia pararel tanpa mereka sadari. Bahkan tidak ada jejak sama sekali tentang Nirmala di dunia tempat tinggal asalnya. Beberapa orang kebingungan untuk mencari keberadaan Nirmala.