Ok dan Ja In memasuki minimarket yang jaraknya lumayan jauh dari gedung balai pelatihan. Ja In mengambil troli, mengiringi Ok memilih belanjaan.
"Kenapa kita ke sini? Lan bisa ke minimarket dekat balai?" Ja In protes dengan wajah sewot.
"Di sini lebih lengkap. Nah, kau lihat, ada sirup anggur berukuran besar! Diskon pula." Ok mengambil tiga botol besar sirup anggur.
Ok sengaja berputar membeli banyak barang untuk memperlama keberadaan mereka di minimarket. Ini bagian dari rencananya dan Yoo Joon.
"Kak Ok, ayo cepat, kita tidak bisa membiarkan Yoo Joon menunggu lama."
"Yoo Joon malah berharap kita tidak kembali."
"Apa maksud Kak Ok?"
"Mereka sudah cukup umur untuk saling mencintai."
"Tidak boleh! Yoo Joon tidak boleh menyukai gadis lain! Dia hanya boleh menyukai diriku seseorang!"
Suara teriakan Ja In mengusik pengunjung lain, hingga mereka menoleh heran. Suara itu membuat Ja In dan Ok menjadi bahan bisikan. Beruntung Ja In memakai kacamata hitam dan masker, hingga orang tidak mengenali identitasnya.
"Kalian berpacaran?" tanya Ok.
"Belum, tapi aku mencintainya."
Ok menaruh dua buah labu ke dalam troli, melangkah pelan menunggu troli didorong Ja In. Dia tidak menyangka reaksi Ja In yang seperti ini.
"Ja In, kalian sepupuan, kan? Seharusnya kamu mendukung saudara jauhmu, bukan malah seperti ini. Kalian tidak seharusnya saling mencintai."
"Memangnya sepupuan tidak boleh saling menyukai?"
Ok memikirkan jalan keluar supaya dirinya tidak disalahkan Ja In. "Sebenarnya Yeona memintaku menyusun rencana, supaya mereka bisa berduaan."
"Apa? Rencana apa?" Ja In memaksa Ok menghadap padanya dengan penuh. "Katakan, apa maksud Kakak dengan rencana Yeona? Kakak harus tahu, Yeona bukan perempuan baik. Aku yakin dia tidak mencintai Yoo Joon. Yang dia suka hanya uang!"
"Ya Tuhan, aku tidak berpikir sejauh itu."
"Katakan Kak, apa rencana Yeona?!"
"Dia ingin terkunci berdua dengan Yoo Joon, lalu menggodanya. Dia butuh eksposur untuk karirnya setelah lulus dari balai."
"Dan Kakak setuju dengan rencananya? Kak, dia tidak peduli dengan eksposur. Yang dia inginkan uang Yoo Joon! Dia pasti ingin menjadi Nyonya Gao selanjutnya."
Ok menggeleng. "Kakak berhasil mengancam Yeona untuk berhenti. Dia tidak akan melakukan itu. Kalau benar ucapanmu … Yeona pasti mengeksekusi rencananya sekarang."
"Ayo pulang!" Ja In berlari kencang keluar mall, meninggalkan Ok.
Melihat ini, Ok menggigit kuku jari. Rencananya berantakan. Tetapi setidaknya dengan begini, Ja In akan semakin membenci Yeona. Gadis itu bisa dipakai untuk rencana cadangan.
*
Smeentara itu di kamar Yoo Joon, Yeona meneguk sirup anggur yang tersisa dalam gelasnya.
"Wow, benar - benar refreshing sekali minuman ini."
"Kamu suka?"
Yeona mengangguk. "Nikmat. Aku suka. Baiklah, aku tetapkan minuman ini menjadi minuman favoritku!"
"Bagus! Jangan minum wine, minumlah sirup."
"Setuju!" Yeona tos dengan gelas berisi air putih milik Yoo Joon.
Sementara itu di kamar Yoo Joon, ratusan lembar uang tersebar di sofa juga di sekitar tubuh Yeona yang terlentang lemas di karpet.
"Uangmu banyak, ya."
"Ya iya lah, kamu kira berapa gajiku sekali take syuting, hmm?" Yoo Joon bangkit meninggalkan Yeona. "Bagaimana, masih kuat melawanku?"
"Cih, dasar lelaki idiot. Kamu kira aku akan menyerah begitu saja?"
Yoo Joon mengambil kaos di lengan sofa lalu menggunakan kaos mengelap keringat di leher juga lengan. "Siapa sangka gadis sepertimu, bisa menguras staminaku."
"Jangan menghina ya, walau bukan maniak, aku juga gamer!"
Yoo Joon meneguk air putih dalam botol, lalu menyeringai penuh kemenangan.
"Bagaimana caramu melunasi hutang dua puluh juta won kepadaku?" tanya pemuda itu.
Yeona termenung memandang lurus ke langit-langit kamar.
Dia terkena jebakan Yoo Joon. Jebakan ini biasa ditemukan dalam permainan kasino.
Yeona dibiarkan terus menuai kemenangan hingga mengantongi uang lima ratus ribu won.
Pada tahap selanjutnya Yoo Joon meningkatkan taruhan menjadi satu juta won, dan dia menang. Yeona merasa Yoo Joon hanya beruntung dan setuju untuk taruhan lagi, dan lagi, hingga Yoo Joon meningkatkan taruhan menjadi sepuluh juta won. Yoo Joon berakting kelelahan hingga membuat Yeona mengambil keputusan untuk terus maju dan hasilnya gadis itu berutang dua puluh juta pada Yoo Joon.
"Katakan Yoo Joon, apa kamu sengaja mengalah di awal?"
"Tidak, tidak sama sekali." Yoo Joon terkekeh, duduk di sebelah Yeona. "Hanya saja kamu terlalu menganggapku remeh. Sekarang bagaimana, Nona Pandai Mendesah, masih mau melawan? Bagaimana kalau taruhan kali ini lima belas juta won?"
Yeona terduduk. "Kamu serius?"
Kelemahan Yeona adalah uang. Dia suka uang. Hingga detik ini Yeona menganggap skill mereka tidak berbeda jauh. Dia tidak tahu jika sebenarnya Yoo Joon adalah pemenang ke tiga turnamen game nasional.
Yoo Joon sengaja memijat pergelangan tangan, memejamkan satu mata. "Capek sekali, sampai pergelangan tanganku sakit. Bagaimana, masih berani? Kamu tidak berniat ingkar, kan?"
"Aku tidak pernah ingkar janji, paham?"
"Baiklah, sekarang bagaimana? Ini kesempatanmu untuk menebus hutang."
Yeona berpikir tujuh kali. Ini kesempatan untuk menjadi kaya dan terbebas dari hutang.
Jika dia kalah, hutangnya menjadi tiga puluh lima juta won. Yeona bahkan tidak pernah memegang uang sebanyak itu sebelumnya!
"Bagaimana jika aku tambahkan sesuatu?" tawar Yoo Joon.
"Apa itu?"
"Jika kamu menang semua hutangmu lunas, plus, akan aku kabulkan satu permintaanmu. Jika aku menang, semua hutangmu juga lunas."
"Hah? Serius? Wah, kamu baik sekali Tuan Yoo Joon ganteng!"
Yoo Joon memandang datar Yeona yang tiba-tiba menjadi baik, bersujud di hadapannya.
"Aku belum selesai, Nona. Jika aku menang, selain hutangmu lunas, kamu harus menjadi pacarku. Bagaimana?"
Yeona terdiam memandang lekat wajah tampan di hadapannya.
Menurutnya Yoo Joon manis, lebih muda darinya, kaya raya, dan terkenal. Menjadi pacarnya tentu akan membuat Yeona hidup enak, tapi walau dia suka uang, baginya Yoo Joon lebih seperti adik pengganggu.
Adik imut yang suka menggoda.
Terlebih Yeona tidak ingin berpacaran untuk sekarang. Dia trauma dengan pacar.
Mungkin jika Yoo Joon bisa menjawab dengan baik pertanyaannya, Yeona bakal memberinya kesempatan menjadi pacar.
"Katakan, kenapa kamu ingin menjadi pacarku?"
"Karena aku menyukaimu."
"Kenapa menyukaiku?"
"Kamu manis, memiliki sikap kuat, berani mengekspresikan diri, dan kamu membuat hatiku terpikat semenjak pertama kali kita bertemu."
Jawaban yang salah. Yoo Joon hanya kagum, bukan mencintai.
Berpacaran tanpa cinta seperti menggali lubang dalam untuk kuburan sendiri.
Yeona mengangguk. "Baiklah. Ayo kita mulai."
Yoo Joon terdiam ketika Yeona tersenyum tulus. Senyum indah yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Perlahan ia mengangguk.
Yoo Joon dalam mode serius. Mata menyipit, tiada senyum terlihat di wajahnya.
Yeona sedikit terintimidasi, tapi dia mencoba kuat untuk tetap fokus pada game.
"Ayo kita mulai!" ujar Yoo Joon, duduk bersila kaki. "Ayo, pilih jagoanmu. Apa kamu takut?"
"Siapa yang takut?!"
Pertandingan dimulai. Yeona yakin dia bisa mengalahkan Yoo Joon dengan mudah karena pergelangan tangan pemuda itu sepertinya sakit, tetapi Yoo Joon tetap tersenyum.
Siapa yang akan menang?
****