Lampu-lampu pertokoan menyala terang. Suara mesin mobil bersahutan di jalanan yang macet.
Ji Won duduk di atas kap depan mobil warthog hitam yang terparkir di tepi trotoar sambil menghembuskan asap tebal vape yang dia hirup ke angkasa.
Dia tersenyum pada gerombolan gadis muda yang melintas di trotoar padat pejalan kaki, hingga mereka tertawa kecil. Setelah itu dia kembali fokus mengamati lantai tiga apartemen di kawasan padat warga sipil.
Di lantai tiga apartment panjang terdapat kamar milik pria gondrong, pria yang mereka awasi. Andai intuisi Ji Won benar, Nyonya Han akan menemui pria gondrong.
Konsentrasinya pecah oleh kehadiran pria botak. Pria bernama King Dae itu menghampirinya sambil membawa dua kantong plastik berisi Ramyong. "Makan malam, sobat." Dia menaruh satu gelas ke kap mobil lalu duduk di sebelah Ji Won. "Menyebalkan, pria gondrong membawa dua wanita masuk kamar."
"Kenapa, kau iri?"
Pria botak menggeleng sambil membuka wadah Ramyong di pangkuannya. "Bisa saja mereka pelacur."
"Bilang saja iri. Hei dengar, wajah bukan hal penting dalam cinta, tetapi hati. Kalau hatimu bersih, cinta akan datang."
Pria botak ingin percaya ucapan sahabatnya, tetapi melihat para gadis memandangi Ji Won bukan dirinya, ucapan tadi berubah menjadi angin belaka.
Pria botak menyenggol lengan Ji Won. "Komisaris meminta kita menyudahi investigasi. Pria gondrong memiliki alibi ketika kejadian. Lagi pula Nyonya Han tidak datang, kan? Intuisimu salah."
"Jika malam ini kembali tenang, kita tutup kasus."
"Nah begitu kan lebih baik. Hei Ji Won. Besok bantu aku mencari pacar, dong. Tiga puluh lima tahun aku menjomlo. Apa kau tidak kasihan?"
"Sshhh diamlah, lihat … aku rasa pernah melihat beberapa orang berjas itu. Mereka pengawal Nyonya Han, kan?"
Tiga pria berjas mendatangi kamar pria gondrong. Salah satu dari mereka mengetuk keras pintu kamar. Tidak lama kemudian pintu dibuka sedikit. Lalu pria berjas berbincang dengan seorang wanita.
Pintu hendak ditutup, tapi pria berjas menendang pintu hingga terbuka lebar. Dua pria berjas masuk ke ruang apartemen. Suara teriakan gadis terdengar dari dalam sana.
Kegaduhan yang terjadi mengundang penasaran penghuni apartemen yang lain. Beberapa orang mengintip dari balik pintu kamar mereka. Beberapa pejalan kaki berhenti hanya untuk melihat apa yang terjadi.
Pria gondrong keluar dari ruang apartemen sambil mendorong pria berjas. Dia berlari tanpa sehelai pakaian menutup tubuhnya, dikejar tiga pria berjas.
Kehadiran pria gondrong membuat para wanita berteriak histeris menutup mata. Dia berlari berusaha menghindari kejaran menuruni anak tangga.
Ji Won menepuk dada temannya. "Kau ke kamar lihat apa yang terjadi. Aku mengejar pria aneh itu."
Jiwon menuju tangga sisi kanan gedung. Sementara Botak mengambil jalan menuju tangga sisi kiri gedung.
Di depan tangga, Ji Won berhadapan dengan pria gondrong. Dia nyaris menangkapnya.
Pria berjas menendang punggung pria gondrong hingga terdorong maju menabrak Ji Won. Mereka terjatuh. Menjijikkan sekali badan tanpa busana menistai kesucian tangan Ji Won!
Dua pria berjas menarik pria gondrong berdiri hendak membawanya pergi, tapi Ji Won menendang kaki salah satu dari mereka hingga jatuh.
Pria berjas lain yang baru turun tangga menendang dada Ji Won yang baru bangkit hingga mundur beberapa langkah.
"Jangan ijut campur!"
Ji Won menarik satu sisi jaketnya, menunjukkan badge polisi. "Aku polisi. Serahkan pria gondrong sekarang."
Dua pria berjas menyerang Jiwon sementara pria berjas yang lain membawa pria gondrong pergi menuju mobil jeep hitam.
Teman Ji Won melempar pot bunga dari lantai tiga membuat pria berjas dan pria gondrong berpencar. Kesempatan ini dipakai pria gondrong untuk kabur.
Ji Won mengejarnya, tidak lupa menendang punggung pria berjas di depannya.
Pria Gondrong lari masuk ke gang sempit nan becek, di mana dipadati oleh pejalan kaki dan penjual jajanan jalanan. Teriakan histeris wanita mewarnai kejar kejaran mereka.
Ji Won nyaris menggapai si gondrong, tapi ditarik jatuh oleh pria berjas dari belakang.
tiga pria berjas mengejar pria gondrong. Ji Won berlari menaiki meja, lalu melompat membogem seorang pria dari samping hingga jatuh. Ji Won berlari mengejar ketertinggalannya.
Ji Won mengambil botol kecap lalu melempar tepat ke punggung salah satu pria berjas di depannya hingga pria itu terjatuh. Ji Won lalu menarik kerah pria terakhir, menjegalnya jatuh.
Sekarang tinggal mengejar pria gondrong.
Pria gondrong menyeberang jalan menuju mobil sedan. Dia memecahkan kaca pintu hingga suara alarm mobil berbunyi keras lalu masuk ke mobil. Panik dia mencoba memutus lalu menyambung kabel mobil hingga mesin mobil hidup.
"Hei bodoh, aku bukan kawanan mereka!" Teriak Ji Won.
"Persetan denganmu, idiot!" Pria gondrong memacu mobil pergi sebelum Ji Won dapat menggapai pintu mobil.
"Sshi-bal!" Ji Won terengah memandang mobil yang melesat.
Sebagai polisi muda, Ji Won tidak menyerah sebelum mencoba. Dia mengamati sekitar mencari kendaraan untuk mengejar. Dia melihat motor sport melesat pelan.
Buru-buru dia menyetop motor. "Pinjam motormu." Dia menarik tangan pengemudi hingga dia mensadle motor, turun dalam keadaan bingung, lalu melepas helmnya.
Pengemudi motor adalah Geum Jandi.
Jandi memandang datar pria yang sekarang berada di jok motor sedang memakai helm miliknya.
Dia mengira pria itu maling motor. Jandi menarik helm lalu menyentil jakun Ji won hingga dia mengerang kesakitan, lanjut menariknya jatuh ke belakang.
Ji Won hendak bangkit, tapi Jandi menendang selangkangannya lumayan keras sampai Ji Won mengerang kesakitan. Dia melepas helm yang pemuda itu kenakan.
"Cih, ganteng - ganteng maling. Sekarang ayo, ikut ke kantor polisi! Ah, kebetulan, ada polisi datang." Jandi bersiul pada beberapa polisi yang baru turun dari mobil. "Hei, ada maling di sini!"
Seorang polisi menghampiri Jandi. Sementara dua polisi lain mengejar pria berjas.
"Tuan Ji Won. Anda tidak apa-apa?" tanya polisi, membantunya berdiri.
"Hei, dia maling, kau anak buah penjahat, ya?!" tanya Jandi, tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Ji Won membuka satu sisi jaketnya. Badge polisi terlihat jelas di bagian dalam jaket. "Kau … kau bukan hanya menghalangi polisi, tapi juga berani menyentil jakunku lalu menendang selangkanganku. Bagaimana kalau pecah?"
Jandi gugup hingga kerongkongannya kering. Bukan salahnya jika ternyata Ji Won polisi. "Yang mana yang pecah? Jakun, atau telor selangkangan?"
"DUA DUANYA SELAMAT!" Ji Won emosi berat hingga urat-urat seperti meronta minta keluar dari dalam pelipis juga leher jenjangnya. Dia menghela napas panjang. Semua usahanya mengejar si gondrong sia-sia. Tetapi setidaknya sekarang dia yakin, Nyonya Han terlibat akan insiden kecelakaan tabrak lari.
Jandi paham berurusan dengan polisi bakal panjang. Padahal dia punya tugas penting. Dia memasang wajah memelas. Kedua telapak tangannya menyatu di depan dada.
"Tuan, aku tidak tahu kakau kau polisi. Lagi pula kau tidak menunjukkan badge-mu tadi. Bagaimana kalau besok aku traktir makan?"
Ji Won mengamati lekat-lekat Jandi. Wanita ini cantik sekali, batinnya. Dia juga keren, bisa jaga diri. Ibu pasti suka jika kuperkenalkan dia sebagai calon menantu. "Ya sudah, mana nomor telepon dan alamat rumahmu. Biar aku jemput!"
Ji Won mengajak bersalaman dan mereka bertukar nama juga nomor telepon.
*
Sementara itu di Balai Changuk Boseong, malam yang dinanti tiba. Yeona memakai jaket hood berdiri di depan cermin. Hari ini dia akan pergi bersama Chung-hee, entah ke mana.
Setelah rapi, dia mengintip ke luar. Chung-hee menunggunya di bangku panjang pos jaga.
Apa ini ajakan berkencan? Yeona membuang jauh-jauh pikiran itu. Dia setuju keluar bersama Chung-hee untuk membalas budi karena telah banyak dibantu.
Selain itu, Yeona ingin memakai kesempatan ini untuk bertanya pada Chung-hee. Sebenarnya apa mereka pernah bertemu sebelum pertemuan mereka di gerbong kereta?
Jujur, Yeona merasa penasaran dengannya.
****