Duduk di kursi panajng lorong rumah sakit, Jandi menunggu Ara. Mereka janjian bertemu jam dua, tapi sekarang jam tiga. Dia berpikir positif, mungkin Ara sibuk. Lagipula Jandi yang butuh, bukan sebaliknya. Ara kunci mengungkap kebenaran tentang Yeona. Jandi yakin dokter tahu banyak hal tentang gadis misterius karena Jandi mendapat informasi, mereka pernah tidur dalam satu atap.
Tiba - tiba ada pesan masuk dari teman Jandi, teman sesama wartawan. [Sesuai permintaanmu, aku mendapat apa yang kamu mau. File aku kirim ke email.]
Jandi mmebuka email kiriman temannya. File berisi; 'Laporan tabrak lari dan ilangnya bayi. Hilang, bukan tewas. Tetapi selang dua hari setelah kejadian, laporan berubah menjadi hilang.'
Jandi mencium bau ikan asin. Ada yang salah dengan laporan yang temannya kirim. Hilang atau mati? Dia menggaruk kepala walau tidak gatal. "Ini lebih menarik dari kasus perselingkuhan gubernur."
"Jandi?" Ara menghampirinya lalu mereka bersalaman lalu saling berkenalan. "Kita bicara di tempat tenang."
Jandi mengangguk. Mereka melangkah beriringan, mengobrol kecil masalah rumah sakit hingga sampai ke tujuan.
Tiada sampah di lantai kantin. Pengunjung menikmati kopi dan makanan sambil mengobrol santai. Suara televisi terdengar samar.
Jandi dan Ara duduk berhadapan di sebelah dinding terbuka. Di sebelah mereka taman bunga memberi kesejukan alami.
Ara memandang jam tangan. "Aku punya waktu setengah jam. Katakan, apa pertanyaanmu?"
Jandi menaruh handphone ke meja tanpa melepas pandangan pada dokter dalam mode merekam suara. "Apa hubunganmu dengan Yeona?"
"Dokter dan pasien."
"Hanya itu?"
"Ya."
Jandi menyeringai, mematikan mode perekam dalam handphone. Jandi telah membaca laporan berkali-kali tentang backstory Ara dan Yeona.
"Ayolah, aku tahu hubungan kalian lebih kental dari darah. Tolong jangan berbohong."
Ara terdiam. Dari ruat wajahnya, Ia seperti kagum pada jurnalis cantik. "Kalau sudah tahu, buat apa bertanya?"
"Untuk memastikan seberapa jauh kejujuranmu, Nona Ara."
"Dengar, aku meluangkan waktu untuk melayanimu. Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab jujur, jadi sebaiknya segera katakan apa yang kamu mau."
Jandi menyeringai sinis. "Tentu kamu punya kewajiban. Kepala rumah sakit menyuruhmu untuk menjawab semua pertanyaanku dengan baik, kan?"
Ara mendengus kencang. "Baiklah, cepat, tanya apa yang ingin kamu tanyakan."
Jandi menghidupkan mode perekam dalam handphone. "Apa So Sujun punya hubungan dengan Yeona?"
"Ya."
"Bagaimana hubungan mereka?"
"Entahlah."
"Bagaimana bisa Sujun bertunangan dengan Hye Rin?"
"Entahlah."
Jandi menghela napas lelah. Gadis di depannya belum percaya dengan dirinya dan itu membuat dia menutup informasi. Ini tantangan seorang jurnalis, mendapat kepercayaan narasumber supaya bisa berkata jujur.
Jandi mematikan mode merekam dalam handphone. "Aku melakukan wawancara karena penasaran kenapa Sujun membeli rumah mahal untuk Yeona. Padahal tunangannya adalah Hye Rin."
Ara memperhatikan wajah Jandi. Dia tertawa kecil, meneguk kopi. "Penasaran atau ada tujuan lain? Katakan tujuan sebenarmu, mungkin aku bisa membantu."
Jandi memberi senyum kecut. Sepertinya Ara bisa melihat jauh ke dalam hatinya dan tidak bisa dimanipulasi dengan mudah. Jika begini untuk menumbuhkan rasa percaya hanya bisa dengan jujur.
"Aku ingin menggali berita sesungguhnya. Aku harus mencari realita. Tidak masalah itu menyakitkan atau tidak. Sesuai atau tidak dengan harapan. Aku mau berita tanpa rekayasa."
Ara terjebak dalam diam. Ia meneguk kopi lalu tersenyum lembut. "Kamu bisa membantuku mencari kebenaran. Cari informasi tentang kejadian di malam tahun baru dua tahun yang lalu."
"Maksudmu apa?"
"Aku siap diwawancara."
Jandi mengangguk lega, lalu mulai mewawancarai dokter muda di depannya.
Ara menceritakan banyak hal tentang keluarga Han, tentang liciknya Hye Rin, juga kejadian hamil hingga kecelakaan tragis beberapa minggu yang lalu.
Jandi mengangguk, mendengar dengan seksama sambil mencerna kejanggalan dalam cerita Ara.
"Itu yang aku ketahui." Ara menutup ceritanya.
"Hye Rin artis muda berbakat. Bisa saja Yeona iri dan memfitnahnya. Untuk kejadian di tahun baru penuh misteri, bisa saja dia mengarang. Lalu, apa Yeona benar-benar gila?"
Ara menggeleng. "Yeona tidak gila. Ia hanya terpukul karena kehilangan anak. Dengar, wanita waras manapun pasti sedih jika kehilangan anak, bukan?"
Jandi mengangguk sambil menyeringai. Sebagai wartawan ia terlatih untuk memandang koin dari tiga sisi, itu alasan kenapa ia tidak mudah percaya. "Bagaimana jika Yeona berbohong? Bagaimana jika dia memanfaatkan anaknya untuk memeras Sujun?"
Ara bangkit menggebrak meja. "Berani kamu berkata buruk tentang Yeona? Dia nyaris bunuh diri, mana mungkin melakukan itu!"
Jandi bangkit, perlahan menarik turun Ara supaya duduk kembali. "Itu hanya perkiraan, hipotesa biasa."
Perlahan Ara mendengus. "Yeona bukan tipe gadis picik."
"Sepertinya kamu mengenal lama Yeona. Apa kalian punya masa lalu lebih jauh dari yang aku ketahui?"
Tiba-tiba terdengar pengumuman, [Dokter Ara, ditunggu di ruang 80.]
Ara tak beralih dari duduknya dan memandang Jandi. "Itu yang aku tahu. Kamu mau percaya atau tidak, itu urusanmu. Silahkan cari tahu kebenarannya. Bukankah kamu Geum Jandi, wartawan hebat yang lebih jago dari detektif? Aku rasa tidak ada masalah untuk mencari tahu."
Ara bangkit dari duduknya. "Jika kamu menemukan berita baru tentang Yeona, hubungi aku." Ia menaruh kartu nama ke meja lalu pergi dari kantin.
Menikmati kopi, Jandi memungut kartu nama Ara. Ia tersenyum kecil, menyimpan kartu ke dalam tas. "Menarik. Sepertinya aku menangkap ikan besar."
Ia menulis kronologi kehidupan Yeona di handphone, melingkari nama danau Ilsan di kota Goyang, lokasi perayaan tahun baru yang Ara katakan.
Perlahan ia bangkit, meringkasi semua barang bawaan lalu pergi dari sana.
Diia sadar sembari tadi seorang nenek duduk tak jauh dari lokasi Ara dan Jandi mengobrol.
Wajah beliau menghitam, tersenyum penuh misteri. Terdengar gumam aneh "Jadi begitu. Sungguh keterlaluan keluarga So. Padahal dahulu mereka tidak seperti ini. Bagaimana bisa memperlakukan Yeona sejahat itu? Awas kalian."
*
Sementara itu di balai, Yeona baru selesai latihan suara bersama teman-teman. Ia beristirahat duduk santai di sofa dalam ruang auditorium sambil membaca naskah.
Setelah ini ia akan bermain drama kecil bersama teman-teman guna melatih kemampuan dalam akting.
Tiba-tiba terdengar pengumuman dari pengeras suara. [Perhatian, semua murid berkumpul di ruang auditorium. Diminta segera ke auditorium untuk inspeksi dadakan.]
Pengumuman membuat beberapa murid bertanya-tanya. Guru pengajar juga terlihat heran bertanya pada staf.
Yeona bertanya pada gadis di sebelah. "Ada apa, kenapa semua panik?"
Gadis senior menjawab, "Ini jarang terjadi. Semua murid diperintahkan masuk ke ruang ini, pertanda ada sesuatu yang besar terjadi. Entah apa itu."
Hati Yeona berdebar-debar. Pikirannya ke mana-mana. Kira-kira akan terjadi apa?
Beberapa staff masuk. Mereka menghampiri guru dan sesekali memandang Yeona dengan pandangan curiga.
Mereka membuat Yeona tidak nyaman. Ia mencoba mengalihkan pikiran dengan membaca naskah. Dia tidak berbuat salah, seharusnya tidak akan terjadi masalah.
****