Dadaku sudah mulai sesak lagi, seakan ada yang menghalangi pernafasan ku. Apa benar ada sesuatu yang menghalangi jalannya pernafasan aku, sehingga aku tidak bisa bernafas lega saat aku mau menggunakan paru-paru ku?
Tubuhku sudah bergetar, sedangkan suara keras yang keluar dari mulutku kini memenuhi ruangan. Sepertinya aku sedang menangis lagi, dan sikap cengengku ternyata sudah kembali lagi. Sehingga membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya mengikuti keinginan hati ini untuk kembali menangis.
Sudah sangat lama aku berada di ruangan ini, tapi aktivitas yang aku lakukan hanyalah menangis, mengeluh dan mengomel tidak jelas kepada Mamah. Aku marah dan kesal sama Mamah Karena dia begitu tega telah meninggalkan aku sendirian.
Dia berhasil di kalahkan oleh penyakit yang bersarang di tubuhnya, dan tanpa aku mau mamah pergi meninggalkan aku. Dia sudah kalah ketika berperang melawan penyakitnya, meskipun aku melakukan yang terbaik untuk pengobatan mamah. Tetap saja mamah tidak bisa diselamatkan. Walaupun aku meminta sama Tuhan untuk tidak mengambil mamah, Akan tetapi karena ini sudah waktunya dia dipanggil, maka tanpa diminta Tuhan telah mengambilnya.
Dengan berat hati, aku berusaha menerima dan merelakan kepergian Mamah. Walaupun terkadang aku menangis dan marah, tidak terima dengan semua ini, seperti yang saat ini aku lakukan. Aku sampai menangis kejer, mungkin jika bisa aku ingin menangis hingga jungkir balik saja, berharap supaya mamah kembali kepadaku.
Namun tidak bisa aku lakukan, hanya menangis di hadapan foto Mamah sambil memeganginya dengan erat. Kadang aku membawanya kedalam pelukan, sambil mengecupi foto tersebut.
"Mah, mamah bisa mendengar aku 'kan? Mamah tolong kembali sama aku, dan selalu berada disisiku! Biarkan aku memelukmu sebentar saja, jangan biarkan aku kesepian seperti ini! Hik…..hiks....aku mohon, Mamah dengar aku!" Lirih ku dalam tangisan ku, foto mamah aku genggam erat. Tidak mau aku lepaskan meski hanya sejenak, foto itu tetap berada dalam dadaku.
"Kenapa Mamah meninggalkan aku, kenapa mah? Dengan kepergian mamah, sudah membuat mereka semakin besar hati, mereka malah semakin sombong. Mereka terlihat sangat bahagia, dan lebih menunjukkan kemesraan mereka di hadapan semua orang. Andai saja Mamah masih ada, mungkin mereka tidak akan melakukannya. Mereka akan merasa malu untuk pamer kemesraan di hadapan Mamah, membanggakan cinta terlarang mereka yang menjijikkan itu." Perkataan ku terhenti sejenak, akibat harus mengatur nafasku yang tak bisa aku hela dengan baik.
"Mamah tahu, aku sangat tersiksa disini? Karena aku harus menikahi wanita yang lahir dari rahim si pelakor tak berakhlak itu. Satu sisi aku sangat mencintainya, sangat menginginkan nya, tapi satu sisi pula aku sangat membencinya. Aku benci sama dia bahkan lebih benci dari apapun, aku ingin dia membayar perbuatan mereka yang telah menyakitimu. Akan tetapi aku selalu ragu untuk melakukannya, aku tidak bisa menyakiti Elmeera. Bagaimana ini? Mah, bantu aku agar bisa melakukannya! Bantu aku untuk semakin membenci perempuan itu, aku mohon mah!" Isak tangisku tidak bisa aku hentikan.
Semakin aku bercerita sama Mamah, semakin aku bersedih dan tangisku tidak bisa aku tahan. Apalagi ketika aku harus membahas Elmeera, semakin tak kuasa. Semakin tidak terima dengan kehidupan yang saat ini aku jalani, rupanya aku sudah lelah. Sudah sangat ingin menyerah, dan menghentikan semuanya.
Aku sudah merasa capek untuk menjalani hidup dengan penuh kebohongan, hidup berpura-pura menjadi jahat dan kejam semua itu membuatku sangat menderita. Aku yang harusnya hidup bahagia bersama Elmeera sesuai harapanku sewaktu dulu, nyatanya harus membuat penderita untuk kita berdua.
Masih teringat sewaktu dulu bagaimana hari-hari ku tanpa adanya dendam itu. Tanpa aku ketahui bahwa Elmeera darah daging dari orang yang aku benci. waktu itu, kami berdua sedang berada di usia tujuh belas tahunan. Kami masih mengenyam pendidikan di bangku SMA, sedang hangat-hangatnya menjalini hubungan.
Elmeera selalu menginap di rumahku, karena selalu di tinggal oleh kedua orang tuanya pergi keluar negeri atau hanya ke luar kota. Aku khawatir dengan keadaannya karena Elmeera selalu sakit akibat tidak makan, ya siapa yang mau siapkan karena mamah nya hanya sibuk dengan pekerjaannya.
Belum lagi asisten rumah tangganya selalu pulang ke rumahnya jika malam hari, itu artinya makanan yang di siapkan agak siang, pasti pada malam hari makanan itu sudah dingin dan tidak mungkin Elmeera memakan makanan tadi siang. Elmeera tidak pernah memakan makanan yang di hangatkan lagi.
Memang pada dasarnya Elmeera anak Mammy, sehingga membuat dia menjadi gadis yang manja dan tidak kenal dapur. Jangankan untuk masak makanan, untuk masak air saja Elmeera tidak pernah melakukannya. Bisa di katakan, tidak bisa meski memasak air.
Bisa terhitung dalam sebulan entah berapa kali Elmeera berada di ruangan tersebut, itupun di saat dia mau menemani Mamahnya memasak. Bukan mau membantu mamahnya, melainkan bergelayut manja padanya.
Merengek meminta dia memanjakan, dan apapun itu akan di berikan oleh bu Amanda juga pak Bramantyo Bagaskara. Akan tetapi mereka terlalu banyak memanjakan Elmeera dengan uang, bukan dengan kasih sayang mereka. Mereka pergi melakukan perjalanan bisnis, hingga menghabiskan waktu yang berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan.
Akibat terlalu fokus pada pekerjaan membuat lupa kalau Elmeera susah untuk makan jika tidak di bujuk dengan baik, dan di masakin sesuai dengan selera makannya.
Aku tidak rela jika harus melihat Elmeera selalu berada di rumah sakit dengan mengunakan jarum infus untuk membuat dia kembali membaik, aku selalu meminta izin kepada Bu Amanda untuk membawa Elmeera tinggal di rumah kami selama mereka tidak ada.
Dia di perlakukan dengan baik di rumah, oleh mamah juga diriku. Bahkan Mamah sudah sangat menyayangi Elmeera seperti pada putrinya sendiri, sebelum dia tahu bahwa Amanda ibu kandung Elmeera.
Aku ingat pula tentang satu hal yang membuat aku tidak bisa melupakannya sampai sekarang, meskipun aku sudah membencinya.
Di pagi hari aku suka melakukan aktivitas mandi pagi, meskipun hari ini hari Minggu dan sudah pasti tidak akan kemana-mana. Aku berniat untuk di rumah saja, menghabiskan waktu bersama dua perempuan yang aku sayangi. Mamah dan Elmeera. Sebetulnya tidak mandi pun tidak akan malu sama mereka, akan tetapi aku tetap melakukan mandi pagi. Bukan apa-apa, Mungkin karena sudah kebiasaan mandi di pagi hari membuat aku tidak peduli hari apa, aku tidak pikirkan itu.
"Yah, shower kok gak bisa jalan? Kenapa sih, orang mau mandi juga? Mungkin shower nya rusak lagi? Ah, sial!" Gerutuku kesal, saking kesalnya bukannya aku menyimpan benda itu, aku malah membanting nya.