Langkah kaki ini kubuat cepat, menghampiri meja makan sejenak kemudian mengambil gelas berisikan air putih yang sudah disediakan Elmeera. Ku teguk air itu dengan cepat pula, untuk menghilangkan rasa haus di tenggorokanku. Elmeera yang menyaksikan tingkah ku, merasa terheran. Dia semakin dibuat ingin tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi setelah aku menerima telepon barusan.
Pikiran buruk Elmeera kini mulai muncul lagi di kepalanya, perasaan curiga akibat sikapku ini kembali memenuhi pikirannya. Tatapannya menyoroti tajam ke arahku, seakan tidak mau berpaling dariku. Ah masa bodo aku dengan sikapnya, untuk saat ini bukan waktunya aku berdebat dengan Elmeera. Apalagi jika Elmeera membahas tentang hal yang tidak penting, tentang perasaan cemburunya terhadap perempuan yang sama sekali tidak ada dalam pikiran ku.
Masalah ini lebih penting untukku, sehingga membuat aku bergegas untuk melangkah pergi menuju tempat yang kini menjadi salah satu dari masalahku saat ini.
"Mau pergi kemana, mas? Kenapa sarapannya tidak dilanjutkan, siapa yang sudah menghubungimu? Bukan pacarmu kan?" Elmeera kini membumbui aku dengan berbagai pertanyaan.
Benar apa yang aku pikirkan tentang prasangka dari Elmeera, bukan yang penting yang dipikirkannya saat ini. Elmeera tidak seperti dulu lagi, yang lebih perhatian dan mengerti dengan keadaan ku. Dia tidak pernah menilai ku hal yang buruk, dia selalu menganggapku pada sisi baiknya. Tidak ada prasangka-prasangka yang menurut ku tidak penting itu.
Ingin sekali aku marah pada sikap Elmeera, akan tetapi aku tidak boleh lakukan ini. Semua ini adalah kesalahan ku juga, aku yang memulai prasangka-prasangka buruk itu ada pada diri Elmeera.
Selain itu aku harus segera pergi, masalahku sedang menungguku. maka dari itu aku harus segera menyelesaikan nya.
Langkah kakiku dibuat cepat, berjalan menuju mobil yang sudah disiapkan oleh supir pribadi ku. Ternyata dia masih saja sibuk mengerikan badan mobil ini sehabis di mandikan sedari tadi.
"Berangkat sekarang Tuan?" Tanya pria paruh baya itu sambil menghentikan aktivitasnya. Dia berlari ke arahku untuk membantuku membukakan pintu mobil.
"Silahkan Tuan." Sahut nya dengan senyuman merekah di bibirnya.
"Terimakasih, mang!" Segera ku buat kakiku menaiki mobil berharap kami segera pergi.
"Tunggu sebentar! Tasnya belum sampai mas." Teriak Elmeera yang masih berada di dalam rumah.
Tak berselang lama, aku lihat pula Elmeera menyusul ku. seperti biasa dia akan mengikuti ku hingga ke mobil sambil membawakan tas kerja ku beserta berkas-berkas yang dibutuhkan di perusahaan.
Elmeera begitu kesulitan ketika membawakan aku persiapan ke kantor ku, dengan dadanya dipenuhi buku-buku yang dia himpit menggunakan sebelah tangan nya.
Harusnya aku membantu Elmeera membawakan barang-barang itu, bukan malah menyaksikannya dengan duduk santai di Kursi mobil. atau kalau bisa, aku tidak memintanya untuk melakukan itu semua, dia itu istriku bukan pembantu atau asisten ku. yang harus Elmeera lakukan adalah, hanya mengantarkan aku sampai ke mobil saja dan hanya menggenggam tanganku sambil berjalan berhimpitan dengan Elmeera.
Sehingga membuat Elmeera terlihat seperti seorang pesuruh dengan posisinya melebihi pekerjaan seorang asisten. Mang Ujang yang ikut menyaksikan kejadian tersebut merasa tidak tega melihat Elmeera yang sudah sangat kelelahan.
"Mohon izin, Tuan! Boleh saya membantu nyonya untuk membawakan barang-barang nya? Kasihan nyonya, sepertinya beliau sangat kesulitan. Terlalu banyak barang yang harus dia bawa." Cetus Mang Ujang memohon izin kepadaku untuk membantu Elmeera.
Dia berdiri dengan kepala yang menunduk tanpa mau dia angkat sedikit pun, apalagi menatap ku mungkin takut aku marah kepada nya. Akan tetapi pria paruh baya itu harus menunggu atas izinku.
Ku tatap muka pria itu dengan begitu intens, aku tidak berani membentak nya ataupun marah padanya. Karena sebenarnya aku juga inginkan hal ini, aku ingin mang Ujang membantu Elmeera. Hanya saja aku tidak mau mengatakannya, sensi juga oleh mang Ujang. Bisa-bisa dia menertawakan aku, dan mengolok-olok ku dengan hal tersebut.
Mungkin lebih baik aku bersikap cuek saja, sok acuh dengan keadaan Elmeera.
"Mang Ujang kenapa masih disitu, bukannya mau membantu nyonya mu itu? Mang Ujang bisa cepat, kan? Nanti saya bisa terlambat." Berpura-pura memalingkan pandangan ku, ke arah lain supaya membuat mereka percaya terhadap sikapku yang sebenarnya.
"Oh, iya Tuan. Saya akan segera membantu nyonya. Terima Kasih Tuan!" Lontar mang Ujang bergegas pergi menghampiri Elmeera.
"Untuk apa berterima kasih kepada saya, orang saya adalah suaminya? Mang Ujang, seharusnya dari tadi kamu itu membantu Elmeera. bukan sekarang, saat dia sudah begitu kecapean baru mau bantu. Telat!" Cecarku yang kubuat di belakang mang Ujang juga Elmeera.
Dari dalam mobil perhatianku tak luput dari Elmeera yang posisinya masih berdiri depan pintu, sering aku palingkan pandanganku jika dia berusaha menengok kepadaku.
"Biar saya bantu bawakan barang-barang nya, Nyonya!" Tukas mang Ujang sembari membawa barang tersebut ke dalam pangkuannya.
"aduh..tidak apa-apa mang, saya bisa melakukannya. Seharusnya mang Ujang tidak membantuku, dengan membawakan barang-barang nya, nanti mang Ujang di salahkah kemudian dimarahi Tuan." Elmeera agak menolak bantuan dari mang Ujang, takut aku marah kepada mang Ujang.
"Tenang saja Nyonya, saya tidak akan dimarahi Tuan. Saya sudah meminta izin Kepada beliau. Jadi Nyonya jangan takut, dan berikan semua barang-barangnya kepada mang Ujang.
Untunglah mang Ujang mau menggantikan Elmeera membantunya membawa semua barang-barang yang tadi di lakukannya. Kemudian kami berangkat pergi setelah semuanya sudah selesai.
***
"Stop disini, mang! Saya akan turun dan menemui seseorang disana, mang Ujang tunggu disini saja tidak usah ikut turun!" Pintaku setelah sampai ditempat tujuan ku, segera aku meminta mang Ujang untuk menunggu aku di mobil tanpa ikut masuk.
"Tuan mau masuk kedalam? Memang siapa yang akan Tuan temui di dalam sana? bukan hantu, kan?" Ucap mang Ujang begitu kebingungan ketika aku mengatakan akan bertemu dengan seseorang di dalam sana.
Dia begitu kebingungan atas sikapku, bagaimana dia tidak terheran? Aku berhenti di sebuah pemakaman umum, dan ingin menemui mereka yang sudah menunggu diriku.
Mereka pasti sudah sangat kelamaan menunggu ku, sebentar lagi aku bisa terlambat dan bisa jadi mereka pun ikut pergi bersama dengan lambatnya diriku. Sehingga membuat ku takut untuk menghiraukan pertanyaan mang Ujang.
Segera aku berlari masuk makin kedalam pemakaman ini, berlari-lari di tengah makam yang jumlahnya tidaklah sedikit. Melewati beberapa puluh bahkan ratusan makam yang berjajar di sepanjang jalan ketika kaki ini melangkah pergi, sehingga membuat aku tidak bisa berjalan kesana-kemari hanya berjalan di lorong-lorong pemakaman ini. kepalaku merasa pusing tujuh keliling, karena belum juga sampai pada orang-orang yang ingin ku temui.
Setelah aku berlari dari mulai dekat mobil ku, hingga ke tempat paling dalam pemakaman umum tersebut. Ternyata aku sudah mendapati dimana sudah ada dua orang yang sedang melakukan ziarah ke makam dengan melakukan doa bersama. Mereka terdengar begitu serius ketika berada disana, tapi aku tidak suka dengan keberadaan mereka di makam tersebut. Aku berteriak meminta supaya mereka hengkang dari makam yang sedang mereka berikan doa itu.