Chereads / Marriage Obsession / Chapter 21 - 21| Nona Lilin lebah

Chapter 21 - 21| Nona Lilin lebah

"Mayya!" --panggilan itu membuatnya datang kemari, sebuah ruangan yang tak asing, tetapi dia tidak seharusnya ada di sini. Ruangan pribadi milik bosnya, pemilik pabrik tekstil terbesar di Jakarta, sekaligus pemilik bar dan diskotik di tengah kota yang secara gamblang menjadi tempat haram menjemput dosa.

Sejauh mata memandang dia tidak melihat apapun yang aneh, gadis itu lantas memutuskan untuk duduk di atas sebuah sofa besar yang kebetulan ada di sisi pintu masuk.

"Haruskah aku pergi aja?" Di bergumam pada dirinya sendiri, masih tidak tahu alasan dia dipanggil ke sini. Nyatanya, tak ada yang ingin menemui dirinya.

Klek! Tiba-tiba saja pintu dibuka, membuat Mayya sedikit terkejut, hampir tersentak ke belakangan.

"Pritam ...." Dia melirih, menatap pria dengan penampilan yang tak bisa dibilang sempurna.

Mayya melirik ke arah jam dinding yang ada di sana, berdetak dengan jarum jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam. Seharusnya dia sudah pulang sejak satu jam lalu, lembur tidak sampai selarut ini.

"Sudah lama?" balas Pritam, melempar jas yang dia kenakan ke sembarang asal. "Duduklah lagi. Ada yang ingin aku tanyakan ...." Pritam memberi perintahnya.

Mayya awalnya hanya diam, menatapnya aneh. Dia terkesan tergesa-gesa malam ini.

"Duduklah," ulangnya lagi, kali ini jauh lebih tegas. Dia pun ikut duduk di ujung meja kaca, mengarahkan pandangan matanya untuk Mayya.

"Aku akan langsung pada beberapa pertanyaan yang cukup mengganggu diriku."

Mayya hanya diam, kembali duduk dengan hati-hati, membenarkan posisinya.

"Kenapa tidak pernah lagi datang ke bar?" tanyanya.

Tentu, Mayya yakin Pritam akan bertanya tentang ini suatu saat nanti.

"Aku memeriksa kehadiranmu, masih sama. Kamu hanya datang ke pabrik Senin sampai Kamis, Jumat sampai Minggu ... kamu di mana?" tanyanya. Mencecar, dia mendesak dengan pandangan matanya. "Kamu punya tempat lain?" tanya Pritam menatapnya dengan intens. "Atau ada pria yang kamu sukai?"

Dia terjebak sejak lama. Tidak berada di dalam penjara, tetapi dia tidak bisa lari jauh dan menghilang dari pria ini.

"Karena ibu kamu sudah sembuh, kamu mulai menjauh dariku." Pritam berjalan mendekatinya, perlahan. Namun, langkah kaki itu terdengar begitu menakutkan untuk dirinya. Seperti mendengar kematian berjalan mendekatinya dirinya, padahal dia belum siap untuk itu.

Pritam berdiri di depan Mayya, menarik dagu gadis itu dan membawa pandangan matanya mendongak. "Mayya ..." Dia memanggilnya. Tatapan mata yang intens, membuat Mayya gemetar. "Jangan menjadi kacang yang lupa kulitnya," bisik Pritam. "Kamu adalah milikku," katanya lagi.

Mayya diam, menatap dengan sayu, sendu pandangan matanya merengek dengan tanpa kata-kata. Jika dia bisa menangis dan punya waktu untuk itu, maka Mayya pasti akan menangis sejadi-jadinya.

"Aku ...." Dia mulai membuka matanya. "Aku takut jika ibuku tahu ...."

Mendengar kalimat Mayya dia tertawa, seperti orang gila.

"Aku takut jika ibuku tahu bahwa anak gadis satu-satunya yang dia punya dan dia harapkan menjadi budak seks untuk seorang pria kaya!" Mayya meneteskan air matanya. "Aku tidak bisa menyakiti hati ibuku."

"Pria kaya itu lah yang menyelamatkan hidupnya, Mayya!" Pritam berteriak, menarik rambut Mayya, membuat pandangan matanya kembali tertuju pada pria yang ada di depannya secara paksa.

"Dari usaha anak malah dia bisa hidup sekarang, jadi tidak sepantasnya dia membencimu nanti."

Lova diam, terus meneteskan air mata, sesekali menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk tidak terisak. Lagian, dia tahu benar kalau Pritam membenci isak tangis dan menganggap itu benar-benar mengganggu dirinya.

Pritam menghela nafas. Melepaskan cengkeraman jari jemarinya dari ujung rambut gadis itu. Mulai mengusap puncak kepalanya dengan perlahan, menekannya sesekali.

"Kembalilah ke bar, aku menunggumu akhir pekan ini, Mayya. Sudah lama kita tidak bertemu di sana." Setelah menyelesaikan kalimatnya dia berniat untuk pergi meninggalkan Mayya.

Namun, gadis itu memotong kalimat.

"Aku sudah keluar dari bar," katanya kemudian. "Tentu saja itu membuat kerutan halus muncul dari kening pria yang ada di depannya sekarang."

"Kamu bilang apa tadi?" Pritam kembali mendekatinya. "Katakan sekali lagi," tukasnya.

"Aku sudah keluar dari dan aku fokus untuk bekerja di sini. Jadi tolong lah untuk menghargai keputusanku dan bersikap layaknya bos dan karyawan. Aku tidak ingin menimbulkan kabar simpang siur Jika kamu terus memanggilku secara pribadi begini. Orang-orang pasti akan menggosipkan semuanya!"

Dari raut wajahnya, Mayya nampak kesal.

Pritam menarik tubuhnya, membawa gadis muda itu untuk berdiri dan menatapnya dengan serius. Jarak yang dekat, membuat gadis itu bisa merasakan hembusan nafasnya. Jika sudah begini hatinya pasti was-was.

"Kamu kesal padaku? Bukankah seharusnya aku yang kesal padamu? Secara tidak langsung kamu sedang menipuku," katanya. Mendorong tubuh gadis itu hingga terpojok di sudut dinding. Dia mendekatinya, mengunci posisinya agar tidak bisa pergi kemanapun. "Aku membiayai operasi ibumu dan biaya rumah saktinya. Aku yang menjamin kelangsungan hidupnya selama ini dan setelah dia sembuh kalau bisa beraktivitas kamu melupakan semua itu? Pergi seolah-olah tidak pernah terjadi apapun."

Jari Pritam mulai mengusap dari puncak kepala, hingga turun ke ujung mulai demi helai rambut gadis itu. Tatapan matanya semakin tajam, dan Mayya mengenal tatapan mata itu.

"Harusnya akulah yang marah dan kesal di sini, bukan kamu, Mayya!" Pritam membentak. "Kamu mengabaikan panggilanku dan menghilang begitu saja."

"Aku tidak menghilang! Aku masih bekerja di tempatmu, tapi aku tidak bisa menjadi pelayan seksmu lagi."

"Mayya!" Pritam menekan sisi rahang gadis itu dengan kedua jarinya. Membawa pandangan Mayya tertuju padanya lagi. "Anjing tidak boleh berharap berubah menjadi singa. Anjing tidak boleh terlalu banyak menggonggong dan menggigit majikannya!"

Pritam menurunkan tangannya, membuka satu kancing baju milik Mayya, gadis itu memberontak lalu. Menyingkirkan tangan Pritam agar tidak menyentuh bajunya. Namun, Pritam kuat. Dia bisa mengatasi itu.

Kancing demi kancing terlepas, hingga sisa dua terakhir, Pritam mulai tak sabar. Menarik kemejanya itu begitu saja. Membuat kancingnya lepas dan jatuh ke lantai.

Mayya menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau ...." Dia melirih, memohon dengan pandangan mata yang dipenuhi genangan bulir air mata di sana. "Aku mo--mohon ...." Dia gemetar dengan kalimatnya sendiri.

Pritam tersenyum seringai, nafsu membuatnya gila malam ini.

"Kamu pikir aku memanggilmu untuk apa?" tanya Pritam kemudian. Tangannya menjelajahi leher jenjang milik Mayya, mendekatkan bibirnya di salah satu sisi.

Mayya berusaha mendorongnya, sekuat tenang. Namun, semakin kokoh dia menolak, anehnya itu semakin membuat Pritam mengembuskan nafasnya dengan buas, menyapu permukaan kulit Mayya, berusaha menggodanya.

"Come on, Mayya ...."

"Pritam aku ...." Mayya menghentikan kalimatnya kala pria itu mulai mencumbu leher Mayya. Menjelajahi setiap sudut leher itu dengan menggunakan bibirnya, memicu decapan ringan mengiringi gerakan itu.

... To be continued ....