Chereads / Marriage Obsession / Chapter 11 - 11| Kencan buta bersama CEO muda

Chapter 11 - 11| Kencan buta bersama CEO muda

"Aku duduk, ya." Lova sedikit gemetar, kakinya tak bisa berdiri dengan baik tatkala melihat wajah Pritam yang sedikit menyiratkan amarah di sana. Sepertinya, dia kesal sebab Lova molor malam ini. Jamnya tidak sesuai dengan janji mereka.

"Sebelumnya ...." Lova melirih. "Aku minta maaf karena telat setengah jam berlalu. Aku tidak menyangka kalau busnya sedikit lambat." --Dusta macam apa ini? Dia terlambat karena memilih untuk beli jagung bakar ketimbang bertemu dengan pria ini.

Mau sehebat apapun jejak digital pria ini, Lova tidak pernah tertarik.

"Apa yang kamu bawa?" Pritam jauh lebih tertarik dengan kantung plastik hitam bawaan gadis itu. "Sepertinya jagung?" Dia asal menembak, apa yang menyembul keluar, mirip dengan tangkai Jagung.

Lova meliriknya. Ini menang aneh, penampilannya rusak karena dia membawa ini. Namun, apa boleh buat? Lova ingin sekali membelinya. Sudah sejak minggu lalu, dia selalu saja mangkir dari keinginannya sendiri. Katanya, jagung bakar Si Mbok di sisi jalanan alun-alun kota adalah yang terbaik.

"Aku membelinya di pinggir jalan." Lova tersenyum kikuk, berusaha untuk menyembunyikan itu dari pandangan Pritam. Namun, Pritam sudah terlanjur menangkap basah dirinya di sini. Dia ketahuan.

"Kamu yakin, kamu gak telat karena itu?" Dia melirik jari jemari Lova yang dengan kuatnya, mencoba untuk menyembunyikan dari Pritam.

Ah, sial! Pria ini benar-benar punya pendirian yang kuat. Membahas hal yang sama lagi. Padahal Lova sudah meminta maaf. Toh juga, dia terlambat bukannya tidak datang. Dasar pria yang suka melebih-lebihkan.

Tipe bos yang perfeksionis.

"Tentu saja tidak!" Lova menggoyangkan tangannya, menampik itu segera. "Aku sudah memperhitungkan ini. Lagian tadi tidak ramai." Bohong lagi! Lova terus saja mencoba untuk membela dirinya dari kesalahan yang dia perbuat. Bukannya tak mau mengaku pada kesalahan, Lova sudah meminta maaf tadi.

"Bisa kita tidak membahasnya? Aku datang ke sini bukan untuk ini." Lova melirih, sedikit takut. Dia belum mengenal Pritam. Bahkan ini adalah kali pertama dirinya duduk bersama pria yang sedikit arogan. Dari caranya menatap, Lova membaca sifatnya demikian.

"Aku juga benci membahas keterlambatan." Pritam menghela nafasnya. Dia jelas-jelas marah dengan gadis yang ada di depannya itu. Namun, semua tidak akan berjalan dengan lancar jika Pritam terus memberi makan pada egonya.

"Aku sudah memesan. Jadi kita hanya tinggal menunggu saja." Pritam menyahut lagi. Mengubah suasana.

Lova hanya manggut-manggut. Jujur, dia tidak tahu apa yang harus dia katakan dan lakukan di sini. Nike dan Pakde bilang kalau Lova cukup duduk dan mengikuti apapun yang dikatakan oleh Pritam. Dia adalah tuannya malam ini.

"Kamu Lova?" Dia berbasa-basi. Lova yang tadinya menatap ke arah lain, kini mulai menatap ke arahnya. "Kamu cantik. Lebih cantik dari yang ada di foto."

Pritam ternyata tipe pria yang jujur dan apa adanya.

"Terimakasih." Kalimat yang keluar hanya mulut Lova begitu singkat. Tak ada yang mengiringi lagi.

Cukup mengejutkan untuk Pritam.

"Bukankah ini waktu yang tepat untuk kembali memuji?"

Lova terkejut. Membuka matanya lebar-lebar. Ber-oh ringan, diam membeku dalam ekspresi yang sama.

"Bercanda." Pritam lekas mengimbuhkan. Dia terkekeh asing. Mencoba bercanda rupanya. Tak mau terlalu serius dengan suasana yang ada.

"Ah ...." Lova mendesah ringan, tersenyum lagi. "Kamu juga tampan." Dia mengimbangi.

"Kamu mengatakan itu setelah aku menyuruhnya. Kamu serius?"

Lova mengangguk. Tatapan wajahnya begitu polos, tak dibuat-buat. Meskipun begitu, tanpa ekspresi sekalipun, dia tetap cantik paripurna.

"Aku serius. Aku pernah melihat foto kamu. Pakde dan Lova yang mengatakan itu memberi tahu padaku. Namun, kamu terlihat lebih tampan dari yang ada di foto." Lova mengakhiri kalimatnya. "Aku juga dengar kamu pemilih perusahaan tekstil. Kamu benar-benar hebat di usia muda." Sekarang pujian datang beruntun. Lova hanya sedang mencoba untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada.

"Sebenarnya aku tidak mengolah itu sendiri. Ada teman dekatku. Dia bersahabat denganku sejak kecil. Namun, kebetulan dia sedang ada di Singapura sekarang. Jadi, aku meng-handle sendiri untuk sementara waktu," jelasnya menerangkan. "Aku juga punya usaha lain. Bergerak di bidang diskotik dan klub malam."

Lova diam. Pria ini sedang memamerkan keahliannya? Entahlah. Dia sedikit terlihat angkuh.

"Black Mouse Diskotik. Kamu tahu itu bukan?"

Lova diam, entahlah. Ekspresi wajahnya membeku begitu saja. Tak sekalipun dia memberi jawaban.

"Itu cukup terkenal. Kau tidak pernah datang ke sana?"

Lova menggelengkan kepalanya. "Aku baru mendengar namanya." Dia tersenyum kikuk. Hanya mendapat helaan nafas dari pria yang ada di depannya. Dia bisa membaca itu, Lova adalah gadis yang polos.

"Kapan-kapan kamu harus ke sana. Kamu akan puas."

"Tentu. Aku akan mengajak Nike." Dia menjawab. Tersenyum canggung.

Pelayan datang, berurutan. Berbaris, membentuk ular yang pendek. Satu persatu dari mereka meletakkan menu makanan. Terlihat mewah dan mahal. Umur-umur Lova baru sekali datang ke tempat seperti ini. Sejak dia masuk ke dalam, suasananya sudah terlihat begitu berkelas. Dia merasakan kemewahan di sini.

Satu persatu makanan diletakkan di atas meja. Love memandang dengan heran. Itu mulai memenuhi tempat yang kosong.

"Semuanya?" Lova menatap Pritam terkejut. "Kita mau makan sama siapa lagi?" tanahnya berbisik. "Ini banyak banget!" Lova memprotes. Kalimatnya menyita fokus salah satu seorang pelayan yang tersenyum tipis. Lova lucu menggemaskan dengan kalimat dan ekspresi wajahnya.

"Ada tambahan menu lagi, Pak?"

Pritam menatap meja di depannya. Matanya menelisik. "Tidak." Dia menatap Lova. "Lova, kamu mau nambah?"

Segera dia menggelengkan kepalanya. "Tidak! Ini berlebihan!" Dia menghela nafasnya. "Kita bahkan tidak bisa menghabiskan semuanya sekarang." Lova sedikit khawatir.

Pritam menoleh. "Tidak ada. Kalian boleh kembali."

"Baik, Pak. Terimakasih." --setelahnya mereka pergi. Meninggalkan Lova dan Pritam berdua saja. Suasananya mulai berubah.

Tak banyak basa-basi, Pritam mengambil satu piring kecil dengan daging panggang di atasnya. "Makanlah. Apapun. Kau bahkan boleh menghabiskan semuanya." Pritam melirik Lova. Menatapnya sejenak. Lalu memotong daging yang ada di depannya.

"Pritam ...." Lova memberanikan diri untuk memanggil pria yang ada di depannya itu. "Aku bukannya tidak berterimakasih. Namun, bukankah ini berlebihan? Kita hanya berdua. Seharusnya hanya perlu dua piring dan dua menu makanan saja."

"Aku tidak tahu apa yang kamu suka. Jadi aku memilih semuanya. Kamu bisa makan apa yang kamu suka dan menyingkirkan apa yang tidak kamu sukai. Itu mudah dan sederhana."

Lova menghela nafas. "Bukan begitu ... kamu bisa menungguku untuk datang dan memesan. Kenapa ...."

"Maka seharusnya kamu tidak terlambat tadi. Itu menyebalkan."

Ah, kembali pada kesalahannya lagi. Sekarang Lova hanya bisa mengiyakan saja. Toh juga Loga sudah meminta maaf tadi.

"Makanlah. Normal saja, kita sedang di foto."

Lova membuka matanya. "Sekarang?"

"Sejak tadi."

... To be continued ....