Lobi Utama
Lucelence Art Technology, Gothenberg
7 April 2058
09.00 AM CEST
Sesuai undangan, ratusan orang tampak berkumpul di lobi utama tempat kompetisi bisnis seni rintisan LAT digelar. Puluhan tim telah terdaftar, dan kini mereka mulai membicarakan strategi masing-masing agar lolos di seleksi tahap pertama yang akan digelar dalam beberapa jam dari sekarang.
Antusiasme sangat terlihat dari mereka yang mengincar posisi strategis di perusahaan teknologi besar seperti Lucelence sejak lama. Sulit untuk bekerja di perusahaan itu, karena LAT dinilai selalu memiliki standar tinggi dalam memilih karyawan. Maka tidak heran jika model kemitraan kolaboratif melalui pendanaan bisnis seperti ini menjadi alternatif agar mereka dapat menjadi bagian dari LAT.
"Wah, perusahaan ini memang gila." Marcel mengedarkan pandangannya ke langit-langit perusahaan yang bahkan puncaknya tak terjangkau oleh pandangan mata karena terlalu tinggi. "Apa kalian tahu? Kudengar banyak titik-titik dalam bangunan ini yang memainkan ilusi optik manusia. Apa yang terlihat oleh kita yang bukan karyawan LAT akan berbeda dengan pandangan mereka yang merupakan karyawan LAT."
"Oh ya? Bagaimana bisa berbeda?" tanya Andrea penasaran.
"Kau tahu Glimms? Benda ajaib itu? Mereka sudah mengembangkannya sejak lama, eksklusif untuk karyawan mereka, dan baru menjualnya bulan ini."
"Jadi mereka menggunakan karyawan sendiri sebagai eksperimennya? Luar biasa, sangat eksploitatif," tanggap Andrea sarkas.
"Berhentilah berujar miring tentang mereka, Andrea. Jika kita menang, kita juga mungkin akan menjadi salah satu objek eksperimen teknologi mereka yang lain."
Andrea menghela, membuka kembali permen cokelat yang diambilnya gratis dari meja administrasi ketika mereka datang. "Pertama, apa yang akan kita lakukan hari ini?"
"Kau sama sekali tidak membaca rundown acaranya?"
"Tidak. Aku sibuk melukis sampai tengah malam, dan aku pun masih mengantuk pagi ini," jelas Andrea, hampir saja kembali menguap di tempat umum dengan cokelat di mulutnya.
Marcel terkekeh geli, "Mereka akan mengacak-ngacak dan menyeleksi satu tim yang berhak maju ke tahap dua."
"Apa? Berarti belum tentu aku akan melaju di kompetisi ini bersamamu?"
Marcel mengangguk, "Ya, tapi tidak masalah, bukan? Kurasa kombinasi dan ide bisnis kita sangat menjual dan inovatif, dewan juri mungkin akan berpikir ulang unruk memisahkan atau mengeliminasi kita."
"Jangan terlalu percaya diri, Marcel. Aku bahkan tidak seambisi dirimu."
"Tapi kau yang membawaku kesini lewat rekrutmen jalur khusus," bantah Marcel, membuat Andrea seketika teringat akan Svard dan pertemuan mereka di Visby tiga hari lalu.
Ya, Andrea akhirnya mendatangi Mark dua hari kemudian, mendaftarkan diri dalam kompetisi sesuai anjuran Svard setelah ia memastikan Marcel akan berpartisipasi meski tiga temannya yang lain menolak karena berbagai alasan.
Kelompok yang sangat minim, tapi setidaknya masih memenuhi persyaratan: pendaftar dalam bentuk tim yang jumlahnya paling sedikit dua orang. Entah apa yang terjadi setelahnya, Andrea hanya mencoba-coba.
Helen banyak menasihatinya agar ia tak terlalu bersikap idealis dan kebanyakan berpikir. Lalu Andrea setuju, bahwa mungkin kesempatan dari Svard tidak akan datang untuk kedua kalinya.
"Hey? Kau sudah datang rupanya?" sapa seseorang, menepuk bahu Andrea, membuat si empunya terkejut.
"O-oh, Mark? Ya, aku datang bersama Marcel. Kau... ooh kau adalah mentor juga rupanya?" Andrea antusian, lantaran melihat tulisan 'Mentor' itu tercetak di kaos putih Mark. Tampilan sekretaris Svard itu sangat kasual sebagaimana konsep acara.
"Ya, aku adalah salah satu mentor, tapi aku tidak yakin apakah aku akan mendampingimu atau tidak," ujarnya, entah bercanda atau memang terlalu percaya diri. "Ah, dan ini Marcel?"
"Ya, aku Marcel. Senang bertemu denganmu."
Kedua pria itu bersalaman.
"Ekhm! Mark, kenapa kau masih disini?"
Suara berat seorang pria mengalihkan perhatian mereka bertiga. Calle Svard, ia tiba-tiba sudah ada disana.
"Oh, aku hanya menyapa mereka sebentar," jawab Mark.
Svard mengangguk, melirik Andrea datar sekilas, "Kita harus pergi ke ruang persiapan. Acaranya akan dimulai sebentar lagi," ujarnya kemudian berlalu begitu saja diikuti Mark.
"Kenapa kau melihatnya seperti itu?" Marcel berbisik, membuyarkan lamunan Andrea yang mengamati punggung Svard yang menjauh cepat ke dekat lift sana. "Melihatnya bagaimana?"
Marcel mengedikkan bahunya, "Jika kau mendaftarkan kita lewat jalur khusus, pasti Svard mengenalmu, bahkan ia memberikan tawaran bergabung, bukan? Apakah dia memang orang yang sombong sampai tak sempat menyapamu?"
****
Atmosfer lobi utama memanas, lebih dari enam puluh perwakilan tim tengah diminta memperkenalkan organisasi dan ide bisnis mereka satu per satu dalam waktu dua menit di hadapan dewan juri.
Metode seleksi yang diperketat itu tidak diinformasikan sebelumnya pada peserta, membuat beberapa yang tidak terbiasa berbicara sebagai pebisnis menjadi kelabakan. Tahap seleksi itu memang tidak direncanakan sebelumnya, melainkan diperintahkan mendadak oleh Svard yang turut menjadi juri hari ini.
CEO itu berpikir mereka butuh perkenalan singkat sebelum lebih lanjut membentuk tim. Lagipula, memberikan sedikit tekanan rasanya bukan masalah, justru itu menyenangkan dan memacu adrenalin agar animo kompetisi di ruangan itu semakin bersemangat.
Kini, perhatian semua orang terutama Svard tertuju pada seorang gadis berambut pirang terurai dengan beret di kepalanya. Gadis itu tersenyum hormat selagi melangkah ke atas podium.
"Kami beranggotakan dua orang, aku Andrea Stenstorm, dan temanku Marcel Beinhart. Ide kami adalah produk digital yang menggabungkan seni visual dan audio sekaligus. Kami berencana menghidupkan kembali trend interpretasi seni lukis surealisme melalui sentuhan aransemen seni musik genre jazz dan folk..."
Andrea, ia menjelaskan idenya dan Marcel di atas podium. Ia tidak menjelaskan bagian umumnya saja, tapi beberapa hal detail yang menjadi pembeda dengan peserta lainnya. Hingga tanpa sadar, waktu terus berjalan dan ia menjadi tergesa di detik-detik terakhir.
"Berikut adalah contoh produk yang telah kami buat," lanjutnya, hendak menampilkan vodeo portfolio karya di layar hologram di sampingnya. Namun, belum sempat video berdurasi 12 detik itu terputar, bel sudah berbunyi.
"Ah, sayang sekali wantu Anda sudah habis, Nona. Silakan turun dari panggung," ujar moderator acara tegas.
Andrea menurunkan bahunya, kecewa karena merasa salah dengan terlalu lama berbicara. Tapi apa boleh buat? Mau tak mau ia harus mengikuti aturan.
"Sebentar..."
Andrea berhenti di tengah-tengah tangga turun. Svard dari podium dewan juri tiba-tiba menginterupsi, berbicara melalui mikrofonnya.
"Karena penilaian portfolio menjadi sangat penting, maka aku akan memberikan kesempatan pada grup yang tidak sempat menunjukkan portfolionya untuk mengirimkannya padaku secara pribadi lewat e-mail."
Respon berbeda mulai terdengar dari para peserta.
"Waktu kalian dibatasi lima belas menit usai kalian menyelesaikan presentasi. Terima kasih."