Chereads / Surrealistic Lucelence (Andrea den Svard) / Chapter 15 - Wanita Tua, Mobil Red Pearl

Chapter 15 - Wanita Tua, Mobil Red Pearl

Lobi Utama

Lucelence Art Technology

7 April 2058

02.00 PM CEST

"Dalam lima belas menit, kalian harus menemukan minimal dua orang yang tertarik dengan ide bisnis kalian. Sepuluh menit berikutnya, kalian harus meyakinkan mereka untuk membentuk tim bisnis bersama kalian…"

"Kalian yang tidak mendapatkan tim setelah 25 menit akan tereliminasi."

"Waktu kalian dimulai dari sekarang!"

Riuh terdengar, ratusan peserta yang sejak awal datang sebagai tim mulai membaur, berkomunikasi dengan tim lain. Tahap kedua seleksi ini dianggap tidak terlalu sulit, namun bagaimana mereka melakukan persuasi, negosiasi, hingga akhirnya menggabungkan tujuan dalam satu bingkai ide yang sama tetap menjadi tantangan tersendiri. Tidak semua orang mampu menilai objektif ide orang lain yang barangkali lebih baik darinya, terlebih jika ide itu adalah tentang seni yang terkadang sulit sekali dinilai dengan angka atau parameter eksakta.

Selain penerimaan ide, hal yang lebih menantang adalah tentang menerima orang baru sebagai rekan kerja sama. Mereka yang awalnya datang bersama 2-6 orang yang mereka kenal baik sebagai tim mau tidak mau harus mempercayai 2-6 orang baru lainnya sebagai tim gabungan. Tidak ada waktu untuk menilai kepribadian, gaya kerja, dan kecocokan di antara mereka. Mereka harus siap menerima risiko jika di kemudian hari muncul perbedaan pendapat di antara mereka. Dalam hal ini, mereka dituntut untuk bijaksana menangani konflik personal dalam konteks profesional, karena jika tidak, dewan juri dan mentor dapat memberikan penilaian miring, atau bahkan langsung mengeliminasi mereka di tahap selanjutnya.

"Halo, selamat siang. Perkenalkan aku Marcel, dan ini Andrea."

"Oh, hai, Marcel, Andrea. Senang bertemu kalian. Aku Lissa Jansson, dan ini Anette dan Gillian. Jadi langsung saja, apa ide bisnis kalian?"

"Ah ya, ini dia portfolio kami." Andrea menunjukkan video karya mereka di tablet pada Lissa dan tiga temannya. "Ini adalah lukisan surealisme yang kubuat, dan kami membuat video interpretasi maknanya dengan sentuhan musik folk."

"Wah, ini menarik. Apakah di antara kalian ada yang seorang pemusik?"

"Ya, aku yang membuat musiknya. Andrea adalah pelukis dan aku pemusik, kami berkolaborasi."

Lissa dan tiga temannya mengangguk paham. "Ini akan menarik, selain jumlah tim kita yang jika ditotal hanya lima orang, ide bisnis kami juga adalah animasi abstrak bergerak dua dimensi. Sejauh ini kami belum menemukan pelukis dan pemusik yang pas untuk mengisi konsep-konsep animasi kami selanjutnya."

"Itu benar, dan jika kalian tertarik, kita tentu bisa bekerja sama," tambah Gillian, tak kalah bersemangatnya dengan Lissa. Ia pun menunjukkan portfolio proyek mereka yang sebenarnya sudah dilihat oleh Andrea dan Marcel di sesi presentasi tadi.

"Bagus sekali, aku menyukainya," puji Andrea. Ia merasa baru saja menonton film kartun berdurasi pendek padat makna tersirat. "Apakah kalian memiliki pertimbangan untuk bergabung dengan tim atau ide dari peserta lain?"

Lissa melirik Gillian dan Anette bergantian, "Belum, Andrea. Bagaimana dengan kalian?"

"Sama, kami juga kebingungan, terlalu banyak ide menarik namun kurang lebih mirip dengan kami. Baru kalian yang idenya kami temukan berbeda," sambung Marcel.

DRLING!

[Seleksi tahap dua bagian pertama hampir berakhir!]

[Waktu tersisa 2 menit]

[Bergegaslah!]

Notifikasi hologram di atas podium mengalihkan perhatian semua orang, memberikan peringatan besar menyusul berakhirnya seleksi tahap dua bagian pertama. Suara dari kerumunan peserta terdengar lebih riuh kali ini, mereka mulai mendekat pada tim yang sekiranya cocok untuk bergabung di tahap selanjutnya.

DEP!

Lampu ruangan mendadak padam, seluruhnya menjadi gelap, membuat seluruh aktivitas peserta berhenti karena mereka yang terkejut.

DRLING!

[Waktu kalian habis!]

[Seleksi tahap dua bagian dua dimulai dari sekarang!]

Layar hologram di sana mulai menghitung mundur. Tepat di hitungan satu, lampu lobi kembali menyala, dan aktivitas para peserta yang sempat terjeda itu berlanjut lebih intensif. Dari podium dewan juri, pergerakan mereka terpantau seluruhnya. Ratusan orang itu terlihat seperti molekul-molekul kimia yang menyatu sama lain, mendekat pada yang memiliki daya tarik sama. Pemandangan yang menarik, meski beberapa orang di tengah dan belakang lobi masih tampak kebingungan.

"Lihatlah wajah-wajah ambisius itu. Aku jadi bernostalgia ke masa-masa awal berkarir di industri ini," ujar Mark pada Svard yang duduk bersilang kaki di sebelahnya.

"Hm, begitukah?"

"Ya."

Svard hanya merespon seadanya, karena sedari tadi ia hanya menopang dagunya dan tersenyum tipis-tipis ke arah satu orang yang kini tengah berdiskusi aktif dengan tim barunya di sayap kanan lobi dekat tiang gedung.

Siapa lagi kalau bukan Andrea?

Rupanya gadis itu menerima saran-saran bisnisnya ketika mereka makan siang beberapa jam lalu. Namun soal ajakan pribadinya yang cukup berani itu, Svard tidak terlalu yakin.

Entahlah, terlepas gadis itu yang bungkam, Svard akan tetap melanjutkan niatnya.

****

Hujan mengguyur Gothenberg sore ini, menyebabkan beberapa orang tertahan di pelataran gedung karena tidak membawa payung atau jaket tahan air. Tak terkecuali Andrea, mau tak mau ia harus menunggu hujan reda di halaman depan Lucelence. Tas ranselnya yang berbahan kain tipis tidak boleh basah karena beberapa sketsa, lukisan setengah jadi, juga beberapa cat lukis ada di dalamnya. Belakangan ia sangat berhemat dan menjaga peralatan kerjanya itu karena kondisi keuangan yang terbatas.

"Oh, sepertinya hujan ini tidak akan mereda secepatnya."

Andrea menoleh, ucapan mengeluh seorang wanita tua mengalihkan perhatiannya dari gawai. Awalnya Andrea tidak berniat berbasa-basi, namun wanita yang wajahnya sudah keriput dan rambut yang seluruhnya beruban itu tersenyum padanya lebih dulu. "Kau ingin pergi kemana, Nona?"

"Aku hendak pulang ke apartemenku, Nyonya. Bagaimana denganmu?"

"Entahlah, aku sekedar berkeliling," jawabnya masih tersenyum, membuat Andrea sedikit heran. "Kau berkeliling di perusahaan ini? Oh, apakah kau bekerja di sini?"

Wanita tua itu terkekeh seraya menggeleng, "Tentu saja tidak, Nona. Perusahaan mana yang mau mempekerjakan wanita tua renta sepertiku? Aku hanya datang mengunjungi anakku. Dia sungguh nakal karena tidak pernah pulang ke rumah," ceritanya, khas orang tua yang mengomeli anaknya di belakang.

Andrea mengangguk-ngangguk, "Anakmu pasti sangat sukses jika dia bekerja di perusahaan ini. Kau sangat beruntung, Nyonya," pujinya, meski dalam hati sedikit iri. Kapan dia akan menjadi sukses dan membanggakan ibunya juga?

"Ya, aku membesarkannya dengan baik. Kalau begitu aku pergi dulu, anakku sudah menjemput," pamit wanita itu, menunjuk sebuah mobil sport berwarna red pearl yang terasa familiar bagi Andrea. Ia pernah melihat mobil itu sebelumnya, tapi dimana?

"Berhati-hatilah di jalan pulang, Andrea."

Andrea membulatkan matanya, bagaimana bisa wanita tua itu mengetahui namanya sementara mereka belum pernah bertemu sebelumnya? Sayangnya Andrea tidak sempat bertanya karena sang wanita bergegas menghampiri mobil sport itu sesaaat setelah sampai di depan mereka.

Detik-detik berikutnya, Andrea semakin terkejut ketika pengendara mobil sport itu menurunkan kaca jendelanya. Tak sengaja pandangan mereka pun bertemu, membuat ingatan Andrea tentang mobil mewah itu kembali sepenuhnya.

"Ca-calle Svard?"