Chereads / Surrealistic Lucelence (Andrea den Svard) / Chapter 14 - Mengenal Lebih Jauh

Chapter 14 - Mengenal Lebih Jauh

Suara tepuk tangan penuh semangat terdengar usai Svard memberikan sambutannya yang tidak kalah menggugah di atas panggung. CEO itu baru saja memberikan motivasi untuk para peserta sebelum memasuki tahap seleksi kedua, yaitu pembentukan tim dan eliminasi pertama. Svard juga kembali menjelaskan sistem 'hire and fire' dalam seleksi yang akan dilakukan dua jam dari sekarang. Para peserta yang percaya diri tampak antusias, namun sayangnya, peserta yang Svard harap akan bersemangat justru bereaksi sebaliknya.

Dari tempatnya berdiri di podium dewan juri, Svard dapat melihat jelas Andrea yang sedang berbicara dengan Marcel. Gadis itu berbicara dengan raut wajah penuh penyesalan, bahkan beberapa kali terlihat minta maaf sampai Marcel sungkan. Mungkin itu karena tadi ia tidak sempat menampilkan portfolio tim mereka. Ah, Svard paham, rupanya gadis itu perfeksionis.

"Kita akan kembali jam satu siang."

Koordinator acara mengingatkan jadwal, dan keenam dewan juri lintas departemen itu akhirnya membubarkan diri. Kerumunan peserta juga mulai berkurang, mungkin keluar untuk beristirahat dan makan siang.

Tepat sebelum Svard melangkah ke ruang pribadinya, ia mengubah niatnya. Dilihatnya Andrea duduk sendiri di sofa lobi, tidak ada Marcel disana. Svard rasa itu adalah kesempatan bagus untuk sekedar membawa dua cangkir kopi dingin dari bar dan mengajak gadis itu berbicara sejenak.

"Kenapa kau tidak makan siang?"

Tak menyapa apalagi berbasa-basi, pertanyaan tiba-tiba Svard berikut dirinya yang mendudukkan dirinya di kursi seberang Andrea membuat gadis itu terkejut.

"Oh, aku tidak biasa makan siang."

"Hah? Kebiasaan macam apa itu? Bagaimana kau bisa tidak makan siang?" Svard heran, memberikan kopi dingin untuk Andrea. "Minumlah."

Andrea mengangguk, "Terima kasih. Kebiasaanku memang aneh, tapi kenapa kau ada disini? Bukankah tidak enak menjadi pusat perhatian?" tanyanya, curi-curi pandang pada beberapa orang yang melintas di sekitar mereka dan menatap penuh tanya.

Kenapa seseorang yang juga peserta kompetisi bisa duduk akrab bersama salah seorang juri, bahkan CEO dari perusahaan penyelenggara? Mungkin itu yang orang-orang pertanyakan.

Svard menghela, menyandarkan punggungnya pada kursi, "Aku juga sedang beristirahat dan ingin mengajakmu makan siang bersama," ujarnya, menunjuk seorang pelayan pria yang berjalan ke arah mereka membawa beberapa menu makan siang pilihan Svard.

"Kau membelikanku makan siang? Aku bahkan tidak meminta."

"Ya, karena aku yang memberimu," jawabnya santai, mempersilakan pelayan itu melakukan tugasnya sampai selesai dan kembali ke tempat kerjanya. "Ayo, makan dulu sebelum bertarung agar kau sedikit bersemangat. Kesalahanmu tadi tidak begitu fatal meski tetap harus dikoreksi."

Andrea bergeming, masih ragu dan sungkan untuk mengambil sepasang sendok dan garpu dari tangan Svard. Apa-apaan pria ini? Menjebaknya dalam situasi serba salah: menolak salah, menerima salah.

"Kau sungguh tidak akan memakan makanan ini? Jika begitu aku akan melabelimu sebagai orang yang tidak sopan mulai hari ini."

"Ck!" Andrea berdecak sebal sebelum meraih asal sendok dan garpu itu, membuat Svard tersenyum menang.

"Selamat makan, Andrea," ujar Svard, memulai makan siangnya segera.

"Oh, baru kali ini lagi aku melihatnya…" gumam Andrea.

"Melihat apa?"

"Ini, Lravard Lax." Andrea menunjuk hidangan salmon mentah dengan taburan rempah dan garam di atas roti. "Aku sangat menyukainya, tapi belakangan jarang memakannya."

Svard tersenyum simpul, lalu tanpa diminta memotong makanan itu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, menaruhnya di piring Andrea yang masih kosong. "Aku tidak ingin bertanya kenapa kau jarang memakannya sementara aku menemukan makanan ini hampir setiap hari di meja makanku..."

Andrea tak mengatakan apa pun, hanya menyaksikan gerak-gerik Svard dengan pisau dan garpunya di atas piring.

"Sekarang makan saja, ambil lagi jika kau mau," ujarnya perhatian, membuat Andrea lagi-lagi bingung dengan sikap pria itu. Namun, Andrea juga enggan bertanya, atau berbicara lebih lanjut. Ia hanya mengangguk dan makan dengan tenang, dengan Svard yang tak sekali dua kali kedapatan menatapnya dan memalingkan pandangan begitu saja.

Astaga, benar-benar canggung. Rasanya Andrea ingin menghilang saja kalau begini caranya.

"Temanmu itu kemana?" tanya Svard memecah keheningan. Andrea kembali terkesiap, menelan terlebih dahulu makanannya. "Dia menemui temannya yang lain, tidak tahu kemana. Kenapa?"

"Apa dia pacarmu?"

Andrea hampir saja tersedak, pertanyaan Svard sungguh di luar dugaan. Pria di depannya itu juga berekspresi serius, seolah menegaskan bahwa ia tidak bercanda dengan pertanyaannya yang terdengar konyol. "Dia… tentu saja bukan. Kami hanya teman."

"Benarkah?"

"Ya. kenapa memangnya?"

Svard menghela, menusuk kembali bakso dagingnya dari piring dengan garpu usai dipotong, "Tidak. Aku hanya bertanya. Apakah tidak boleh?" tanyanya santai, namun detik-detik berikutnya Andrea justru refleks terkekeh, membuat Svard bingung, "Kenapa kau tertawa?"

Andrea menggeleng, "Tidak, hanya saja… wajahmu… seperti tupai yang memakan kenari," jawabnya masih tertawa, menunjuk kedua pipi Svard yang menggembung usai ia memakan baksonya.

"Aaah…" Svard ikut tertawa, lekas mengunyah dan menelan makanannya sembari menunduk. "Wah, berani-beraninya kau meledekku. Padahal aku sudah menyelamatkanmu tadi."

"Aku justru bertanya kenapa kau mengubah aturannya?"

"Karena aku ingin saja."

"Apakah CEO harus semena-mena seperti itu?"

Svard mengerutkan dahinya sengit, "Kau mengatakan bahwa aku semena-mena? Begini, Andrea, sistem seleksi di perusahaan ini tidak harus kaku. Kau lihat sendiri tadi, bukan hanya dirimu yang tidak sempat menunjukkan portfolio, tetapi banyak tim lain, mungkin jumlahnya belasan. Jika aku bersikeras mengeliminasi kalian, barangkali aku akan kehilangan talenta-talenta berbakat yang seharusnya bisa menjadi partner kerja perusahaan ini, bukan?" jelasnya panjang lebar menyampaikan pembelaan.

Meskipun ya… sebagian besar alasannya mengubah aturan adalah memang karena Andrea juga.

Andrea lantas mengangguk-ngangguk, "Haruskah aku berterima kasih padamu? Kau tidak tahu, mungkin saja banyak peserta yang iri karena kau memberikan kami kesempatan kedua."

"Aku tau, aku juga mendengar keluhan mereka. Tapi tenang saja, jika kau berbakat dan cocok dengan Lucelence, bukan hal yang sulit untuk kami menambah jumlah pemenang. Berusaha saja sebaik mungkin dan jadilah yang terbaik."

Andrea menghela, tak menanggapi lebih lanjut, membuat Svard sedikit kecewa karena obrolan mereka jadi terhenti.

"Aku harap kita masih dapat bertemu di tahap-tahap selanjutnya."

Andrea mendelikkan matanya cepat, Svard lagi-lagi mengatakan sesuatu yang terdengar perhatian dan ambigu. Kenapa ia ingin terus bertemu Andrea?

"Aku tahu, mungkin kau datang kesini hanya untuk memenuhi undanganku, kau juga mungkin tidak tertarik memasuki industri digital. Tapi lebih dari itu, aku ingin kau berhasil dan lebih sukses dari sekarang," lanjut Svard, tersenyum simpul.

Andrea tersenyum samar, "Aku tidak mengerti kenapa kau terus menerus baik padaku, Svard. Kita bahkan… tidak saling mengenal sebelumnya. Bukankah ini aneh? Atau hanya perasaanku saja?"

"Suatu saat kau akan tahu kenapa aku sangat peduli padamu. Tapi untuk saat ini, jika kau tidak keberatan… bisakah kau terima saja seluruh sikapku padamu sampai kau terbiasa?"

"Svard, berhentilah berbicara hal-hal yang tidak kumengerti."

"Kau juga akan mengerti nantinya, Andrea." Svard bersikeras dengan ucapannya, membuat Andrea tak bisa menimpali. Svard menatapnya tajam, menguncinya sampai tidak bisa berkutik. "Aku ingin…"

"Kau mengenal siapa diriku lebih jauh, begitupun sebaliknya. Apa kau bisa?"