Senyum lega tampak terpancar dari bibir Erlangga karena dia berhasil mengetahui rumah dari perempuan yang mulai hari ini ditetapkan akan menjadi target calon istri baginya.
"Bagaimana Erl? Apa kamu sudah ketemu rumahnya?" Batari menelpon Erlangga yang dalam perjalanan pulang menuju mess.
"Sudah mam, aku sedang menyetir pulang kembali ke mess." Jawab Erlangga dengan mic Bluetooth di telinganya.
"Syukurlah. Erl, kalau mami lihat, Gendhis itu anak yang santun dan juga cantik ya. Mami bisa lihat loh cara kamu menatap dia." Erl bisa melihat bagaimana raut wajah maminya sedang menggoda dirinya meski tidak ada dihadapannya.
"Jadi mami juga setuju kalau dia akan menjadi istri Erl nantinya?"
"Hah jadi benar? Sejak kapan kalian berhubungan? Kenapa kamu tidak pernah beritahu mami? Kalau tahu begini kan mami tidak akan repot-repot mengatur pertemuan kamu dengan anak perempuan teman-teman mami." Batari mengoceh panjang lebar karena merasa anaknya menyembunyikan sebuah rahasia yang penting darinya.
"Nanti Erl bicarakan lagi ya mam. Sekarang Erl mau mau masuk ke pintu gerbang dulu. Selamat malam, mami. Terima kasih untuk makan malamnya yang sangat enak."
"Baiklah kalau begitu, sering-seringlah kamu mampir kerumah. Mami papi kangen sama anak-anak mami. Hati-hati yaa dan jangan telat makan dan istirahat."
"Okay, mam, bye."
"Bye,"
-----
"Hoaaaaam," Cangkir kedua di pagi hari terpaksa Gendhis buat setelah tadi pagi minum secangkir kopi di rumah. Entah mengapa pagi ini matanya susah diajak kerjasama untuk terbuka lebar.
"Kamu begadang semalam? Dari tadi aku lihat kamu menguap terus." Rina, tiba-tiba datang menghampiri ke pantry untuk membuat secangkir kopi juga.
"Tidak juga," Senyum lemas di bibir Gendhis menyiratkan kalau semalam dia memang kurang tidur.
Sebenarnya, setelah dia sampai rumah, Gendhis tidak bisa tidur lagi sampai Subuh memikirkan kalimat yang diucapkan pria itu. Semua kalimat terdengar tumpeng tindih di telinga dan pikirannya. Dari mulai pertemuan pertama mereka yang tidak disengaja, sampai ucapan tidak masuk akal tentang calon istri. Tepat adzan Subuh, perempuan itu baru bisa terlelap meski hanya bisa tidur satu jam kemudian.
"Oya, kamu tahu tidak? Wahyu mulai bertingkah lagi." Bisik Rina dengan suara sangat pelan. Gendhis mengerutkan keningnya.
"Bertingkah … bagaimana?"
"Kamu lihat ini," Rina menyodorkan ponselnya. Dilayar berbentuk persegi panjang itu tampak Wahyu sedang berbicara akrab dengan seorang perempuan dan bukan hanya itu, posisi mereka sangat dekat sehingga Wahyu tampak seperti akan mencium perempuan itu. Namun, sepasang mata Gendhis tiba-tiba terbelalak ketika mengenali pakaian yang dikenakan perempuan itu meskipun wajahnya sengaja dibuat samar-samar.
"Kamu kenapa? Kamu kenal perempuannya?" Rina mengerutkan bibirnya heran melihat mulut Gendhis menganga lebar.
"Dimana Wahyu?"
"Aku tadi lihat dia ada di kursinya lagi mengirim email."
"Hmm, cari mati dia!"
"Siapa?" Tanya Rina tambah heran.
"Wahyu, siapa lagi!" Gendhis meninggalkan Rina yang memiringkan dagunya karena bingung tidak mengerti apa yang dibicarakan sang teman.
Gendhis tidak langsung melabrak Wahyu karena mereka masih jam bekerja. Jadi, perempuan itu memutuskan untuk menginterogasi lelaki yang pernah dibuat tumbang olehnya tersebut.
Sementara itu di tempat berbeda, seorang pria langsung disibukkan dengan serangkaian acara yang sedang berlangsung dari pagi sampai siang di kantornya bertugas. Erl tampak sibuk mengatur semuanya dengan beberapa bawahannya dan dia pun ikut terjun langsung di lapangan. Menjadi seorang letnan satu-satunya yang belum menikah di divisinya berada, Erl menjadi bulan-bulanan dari para seniornya. Mereka banyak yang menawarkan adik, sepupu, bahkan temannya untuk Erl namun Erl tidak bergeming dan hanya menimpali dengan terkekeh saja.
Tapi, tidak dengan siang ini. Seorang teman Erl datang tergopoh-gopoh ke ruangan Erl setelah acara serah terima jabatan selesai.
"Erl, ada perempuan cantik sekali didepan. Dia bilang mau bertemu dengan Lettu Erlangga Pradipta. Gila! Pantas saja kamu menolak tawaran dari kita-kita, ternyata kamu sudah punya pacar ya?" Ujar Wisnu, teman satu lettingnya.
"Siapa?" Erl yang bingung benar-benar tidak tahu karena tidak ada yang memberitahunya via telpon.
"Cepat lihat saja ke depan. Dia tunggu kamu di ruangan tamu." Jawab Wisnu.
Erlangga pun meninggalkan pekerjaanya sebentar lalu pergi ke tempat dimana dimaksud. Yang ada didalam benak Erl adalah perempuan cantik dan … judes itu. Tapi, ternyata bukan. Dia adalah calon dokter yang datang semalam kerumah orangtuanya.
Dengan pakaian dress warna pastel, Fifin tampak sangat anggun dan tersenyum lembut ke semua orang yang ada. Rekan-rekan kerja Erlangga tersenyum-senyum melihat perempuan cantik datang ke kantor di jam makan siang. Karena peristiwa seperti ini sangat langka dan hanya terjadi di akhir pekan saja tapi itu juga keluarga yang datang berupa ibu dan anak.
"Kamu,"
"Mas Erl, kamu sudah makan siang belum? Aku bawakan makan untuk kamu. Kebetulan aku juga belum makan siang." Ucap Fifin sambil mengangkat dua dus makanan bento.
"Aku sudah makan siang. Tadi ada acara jadi sekalian makan-makan." Jawab Erl malas-malasan. Semakin malas karena banyak rekan kerjanya, senior, dan juniornya yang mengintip interaksi antara perwira jomblo dengan perempuan cantik tersebut.
"Oh begitu," Raut wajah kecewa tampak jelas terpancar.
"Kamu tidak beritahu aku dulu kalau mau datang." Erl berkata untuk mencairkan suasana yang hening selama beberapa detik.
"Aku … tidak punya nomer ponsel mas Erl. Ini saja aku tahu kantor mas dari mami mas Erl." Jawab Fifin sambil berusaha untuk terus tersenyum.
"Oh begitu." Erl kembali terdiam. "Duh bagaimana ya, aku sedang sibuk lagi ada acara." Padahal acaranya sudah selesai namun Erl enggan untuk berlama-lama dengan perempuan yang merupakan calon dokter ini.
"Ya sudah, aku kembali saja ke rumah sakit. Ini aku tinggal disini saja ya. Buat teman-teman mas Erl saja. Kaalu begitu, aku pamit undur diri dulu. Selamat siang."
"Selamat siang, terima kasih ya. Bener-bener minta maaf yaa," Erlangga menyatukan kedua telapak tangannya memohon maaf kepada perempuan yang sudah susah payah membawakannya makanan siang. Fifin hanya tersenyum dan pergi meninggalkan markas tempat dimana Erl bertugas.
"Ya ampun, Erl. Perempuan seperti apa lagi sih yang kamu mau? Gila kamu ya! Dia cantik loh, dan kalau aku lihat dari penampilannya, sepertinya dia punya karir yang mapan." Salah seorang senior Erl yang baru saja melepas masa lajangnya satu bulan yang lalu itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Erl haya tersenyum tanpa menimpali ucapan seniornya itu.
"Siapa yang mau nasi bento? Ada dua nih!"
"Aakuuuu!" Sontak beberapa juniornya berlarian mendekati Erl. Dua kantong nasi bento pun berpindah tangan.
"Terima kasih ya bang, cantik juga cewek abang." Jawab salah seorang juniornya yang sudah akrab sehari-hari dengannya.
"Makan sajalah kamu. Tidak usah mikirin perempuan. Aku tinggal dulu ya."
"Okay, bang. Terima kasih bang." Kali ini suara dua orang yang menyahut ucapan Erlangga.