"Mbak, kami sudah melihat langsung dengan mata kami sendiri. Mbak memeluk dia di lehernya dan dia tiduran bersandar di kepala mbak Gendhis. Kalau bukan akrab dan pacaran, apa dong?" Seringai jahil jelas terlihat dari bibir Arkha yang tampak senang kakak kutub esnya kini sudah mulai melumer.
"Kami tidak pacaran!" Jawab Gendhis dengan napas terengah-engah.
"Mohon maaf, ijinkan saya berbicara. Karena sejak tadi sepertinya perdebatan ini seru sekali." Senyum ramah ditunjukkan Erl untuk meredam emosi sang perempuan yang terprovokasi oleh ucapan keluarganya. "Perkenalkan, nama saya Erlangga Pradipta. Saya mengenal Gendhis pertama kali waktu pertemuan kami secara tidak sengaja di mall. Berlanjut saat dia mengantarkan jahitan untuk mami saya. Sejak itu, kami selalu bertemu secara tidak sengaja. Jadi, saya memang BELUM siapa-siapanya Gendhis saat ini." Jawab Erl dengan susunan kata yang dibuat serapih mungkin.
"Oh, jadi … mas ini sudah kenal lebih dulu dengan ibu kami?" Arkha bertanya keheranan dan disambut dengan anggukan oleh ibu mereka, Dewi.
"Nak Erlangga ini sudah dua kali mengantarkan kakak kalian pulang. Dan, dua-duanya dalam keadaan kakak kalian tidur lelap." Jawab Dewi dengan nada tenang.
"Bu," Gendhis sangat malu mendengar ucapan ibunya dan memalingkan wajahnya ke samping.
"Ckckck mbak, kebiasaan burukmu tidak pernah berubah sejak dulu." Kali ini Bimo angkat bicara.
"Sejak dulu?" Erlangga melihat ke Gendhis yang menghindari kontak mata dengannya.
"Iya mas Erl, mbak Gendhis pernah loh sampai kebawa ke terminal padahal harusnya berhenti jauh sebelum sampai terminal. Saking pulesnya tidur." Jawab Bimo.
"BIMO! Huh, kalian berdua ini kenapa sih? Sudah, bubar bubar!" Gendhis berdiri dan mengusir kedua adiknya untuk segera masuk ke kamarnya masing-masing.
"Oh, terima kasih sudah mengantarkan aku, dan juga mentraktirku makan malam. Lain kali aku pasti ganti mentraktir kamu. Sekarang sudah malam, lebih baik kamu pulang." Ujar Gendhis sebelum meninggalkan ruang tamu dengan Erl dan ibunya masih duduk di ruang tamu. Kedua adiknya hanya tertawa cekikikan dan berlalu.
"Kalau begitu bu, saya pamit undur diri." Jawab Erlangga.
"Terima kasih sekali lagi ya nak. Salam untuk nyonya Batari, kalau boleh." Jawab ibu Dewi dengan suara penuh kelembutan.
"Pasti bu. Selamat malam, Assalammualaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawab ibu Dewi sambil mengantarkan ke pintu pagar dan menguncinya lalu masuk ke dalam rumah sebelum anak muda itu menjalankan mesin mobilnya.
-----
Suasana di dalam klab malam yang hingar bingar dengan music yang berdentum memekakkan telinga, menjadi hiburan tersendiri bagi semua pengunjung klab The Rock malam ini. Aroma minuman beralkohol tercium jelas, seiring dengan harum parfum aneka merk berseliweran diantaranya. Tiga orang perempuan yang sedang melepas lelah setelah seharian bekerja, duduk melingkar di pojokan dengan pakaian seksi mereka yang sangat bertolak belakang dengan seragam yang mereka kenakan di pagi hari.
"Ingat ya, kita kesini untuk bersenang-senang, tapi bukan berarti minum alcohol. Aku tidak mau kita semua mabuk dan ketahuan oleh senior." Jawab Fifin, kepala cewek-cewek malam ini.
"Iya iya, tenang saja. Aku kesini cuma ingin berdansa saja." Jawab teman lainnya.
Namun, sebuah tempat tentu saja sesuai dengan karakter orang didalamnya. Beberapa pria iseng mendekati meja dimana Fifin dan teman-temannya sedang menikmati suasana santai malam ini.
"Hai cewek, kalian belum ada teman berdansa kan? Bagaimana kalau kami temani?" Seorang pria dengan wajah badboy dan senyum menggoda, membuat Fifin dan teman-temannya merasa terpancing juga. Karena selain mereka berlima tampan, postur tubuh mereka juga sangat menunjang.
"Maaf, kami tidak butuh teman berdansa." Jawab Fifin berusaha untuk menghindari konflik.
"Well, tapi kalian seperti kesepian. Sayang sekali kalau sudah kesini tapi tidak bisa bersenang-senang." Jawab salah seorang pria lainnya sambil mengedip nakal ke teman-temannya.
Kedua teman Fifin merasa kalau hanya mengobrol dan berdansa bukanlah masalah besar, akhirnya mereka berdua pun setuju dan langsung turun ke lantai dansa dengan dua orang pria lainnya. Tinggallah Fifin seorang diri bersama tiga pria yang tidak turun ke lantai dansa. Dua pria mendatangi Fifin dari kanan dan kirinya, sementara satu orang lagi duduk tepat di hadapannya dengan aura lebih mencekam dibandingkan kedua pria lainnya.
"Sebelum kalian bertindak lebih jauh, perlu kalian ketahui kalau aku adalah seorang dokter. Jadi kalian jangan menganggap aku dan teman-temanku perempuan penghibur." Jawab Fifin tegas.
"Perempuan penghibur? Apa kalian menganggap perempuan cantik ini sebagai perempuan penghibur?" Tanya pria yang sepertinya ketua dari lima orang pria yang mendekati Fifin dan teman-temannya.
"Tentu saja tidak. Kita semua datang ke klab malam untuk bersenang-senang. Bukan untuk menuduh perempuan lain sebagai perempuan penghibur atau apa.
"Huh, dan kamu pasti kaget kalau tahu apa pekerjaan kami." Jawab pria yang duduk di depan Fifin.
Fifin mengerutkan keningnya.
"Apa pekerjaan kalian?" Tanyanya.
"Sssst, rahasia. Hahaha," Ketiga pria itu tertawa terbahak-bahak.
"Lebih baik kamu menghindari tempat seperti ini, dokter. Atau reputasi kamu akan tercemar dan kamu tidak bisa meraih title yang kamu inginkan. Hah, kita cabut. Perempuan ini tidak menyenangkan untuk diajak bicara." Fifin melongo mengetahu kalau dia akan ditinggalkan begitu saja oleh sekumpulan pria yang benar-benar tidak melakukan apapun padanya.
"Jangan-jangan mereka tahu siapa aku." Gumam Fifin dalam hati.
-----
Suasana Instalasi Gawat Darurat pagi ini mendadak ricuh. Dua mobil ambulan datang dengan membawa dua pasien korban kecelakaan mobil yang mengakibatkan kedua korban mengalami luka cukup parah. Fifin yang sedang bertugas terkejut melihat salah seorang korban yang ternyata adalah Erlangga dengan wajah penuh berlumuran darah masih lengkap dengan seragam dinas warna biru lautnya.
"Kenapa ini?" Tanyanya pada petugas ambulan yang telah menurunkan pasien.
"Tabrakan di lampu merah. Salah satu pengemudi dalam keadaan mabuk dan menabrak mobil didepannya yang berusaha menghindar tabrakan dengan pejalan kaki." Jawab petugas itu.
Fifin melihat satu korban lainnya yang sudah tidak sadarkan diri. Fifin lebih terkejut lagi ketika melihat wajah korban satunya adalah pria yang dia temui semalam di klab.
"Apa ini pengemudi yang mabuk? Dasar pria brengsek!" Gumam Fifin dalam hati.
"Gendhis, Gendhis," Samar-samar Fifin mendengar Erlangga memanggil-manggil satu nama.
"Mungkin nama yang dipanggil itu adalah perempuan pejalan kaki yang dia berusaha hindari tadi." Jawab petugas ambulan. Fifin diam tidak mengerti namun tangannya bergerak cepat melakukan pertolongan pertama bersama dengan rekan sejawat lainnya.
"Dimana dia? Katakan dimana Erlangga?" Seorang perempuan muda dengan pakaian berlumuran darah bertanya-tanya dengan paniknya pada semua petugas rumah sakit yang dia temui.
"Korban sedang mendapatkan pertolongan. Anda silahkan menunggu disini." Jawab salah seorang suster.
"Erlangga! Erlangga dimana?" Kembali suara seorang wanita membuat suasana IGD ricuh dengan banyaknya teriakan disana sini.