"Urusan pribadiku bukan buat konsumsi publik. Maaf, kami kembali ke meja kami dulu. Silahkan kamu lanjutkan kembali makannya." Gendhis menarik tangan Erl tanpa dia sadari. Erl tersenyum senang merasakan tangannya digenggam perempuan yang tidak pernah tersenyum manis padanya itu.
"Apakah bermain denganku sangat membuatmu senang?" Gendhis menahan emosinya dengan berkata penuh tekanan. Erl yang menyadari kesalahannya karena mengatakan hal penting tanpa seijin perempuan ini, menghela napas dan berpikir untuk menyusun kata-kata sebelum ada kesalahan lagi. Namun, baru saja dia ingin menjawab pertanyaan Gendhis, pelayan datang membawakan makanan pesanan mereka.
Gendhis bersabar lagi untuk menunggu jawaban pria yang duduk di hadapannya sampai acara makan mereka selesai. Benar saja, tidak ada percakapan sama sekali selama makan malam berlangsung. Sesekali Erl menatap ke arah perempuan yang wajahnya semakin galak saja. Sepuluh menit kemudian, mereka pun telah selesai menghabiskan steak yang ada dihadapan mereka masing-masing.
Erl langsung menuju kasir untuk membayar makanan mereka. Pria itu ingin berbicara diluar saja untuk menjelaskan sikapnya yang kelewat batas tadi. Gendhis mengikuti Erl hingga masuk kedalam mobil lagi.
"Maafkan aku, aku spontan mengatakan hal itu di depan teman kamu. Aku hanya tidak ingin pria kurang ajar itu memanfaatkan kesempatan untuk mengejekmu lebih lama." Jawab Erl.
"Lalu kenapa kalau dia mengejekku? Aku sudah terbiasa dengan ejekan dan aku selalu bisa mengabaikan mereka. Kenapa kamu harus ikut campur dan mengatakan yang tidak-tidak? Aku bukan pacar kamu, apalagi tunagan, dan bahkan calon istri. Tolong, jangan buat gossip yang tidak benar. Aku tidak ingin hidup dengan menambah beban." Ujar Gendhis dengan wajah tertunduk lesu.
"Maukah kamu jadi pacarku?" Perempuan yang tertunduk itu spontan menegakkan kepalanya dan menatap pria yang setiap saat mengatakan hal yang aneh-aneh.
"Apa?"
"Aku tahu kamu belum punya pacar, dan aku juga kebetulan tidak punya pacar. Jadi, kenapa kita tidak …"
"Tidak. Walau aku belum punya pacar, bukan berarti aku mengiyakan saja yang orang mau." Jawab Gendhis ketus. "Ini sudah malam. Aku harus segera pulang. Terima kasih atas makan malamnya. Aku turun disini saja naik bus." Gendhis yang sudah memegang handle pintu untuk keluar dari mobil, langsung dipegang lengannya oleh Erlangga.
"Aku antarkan kamu pulang. Aku bertanggung jawab untuk membawamu pulang dengan selamat karena aku sudah mengajakmu makan." Jawab Erl lagi sambil tersenyum.
"Ini orang kenapa sih? Berbuat semaunya dan percaya dirinya tinggi sekali. Apa semua tentara seperti itu? Ihh, menjengkelkan sekali." Gumam Gendhis pasrah. Dia pun kembali duduk manis dan menarik sabuk pengaman kembali sebelum sang pria melanjutkan perjalanan.
"Perempuan yang kamu temui di rumah orangtuaku itu adalah anak dari teman mamiku. Mamiku senang sekali menjodohkan aku dengan anak-anak temannya. Karena aku dianggap tidak bisa mendekati perempuan. Dan, kamu tahu tidak? Bahkan aku dibandingkan dengan adikku yang sudah berkali-kali bawa perempuan kerumah." Jawab Erlangga sambil tertawa ringan. Gendhis menyeringai dingin.
"Dia perempuan yang cantik dan seorang dokter pula. Jodoh yang cocok untuk seorang tentara." Jawab Gendhis kemudian.
"Tapi sayangnya, tentara itu bukan aku. Teman-temanku sudah banyak yang beristrikan dokter atau perawat. Aku ingin memiliki istri bukan dilihat dari pekerjaanku. Aku … justru tertarik pada perempuan yang tidak tertarik dengan pekerjaanku. Hehehe,"
"Dasar aneh! Mana bisa begitu? Kalau dia tidak tertarik pada pekerjaanmu, bagaimana mungkin kalian akan menikah?" Gendhis mengerutkan keningnya.
"Aku ingin menikah dengan perempuan yang melihat aku apa adanya dan bersedia menanggung resiko menjadi seorang istri dari tentara." Jawab Erl.
"Oh, semoga kamu menemukan perempuan itu." Jawab Gendhis asal. Matanya mulai berat akibat makan terlalu kenyang dan udara yang berhembus didalam mobil sungguh membuat nyaman.
"Aku sudah menemukannya." Jawab Erl lagi.
"Syukurlah," jawab Gendhis setengah mengantuk dan akhirnya perempuan itu pun terlelap kembali didalam mobil Erl.
"Dan, perempuan itu adalah kamu." Jawab Erl dengan tegas. Namun sayangnya, sang perempuan tidak mendengar pengakuan cinta sang arjuna.
"Lagi-lagi kamu tertidur di saat-saat penting. Hehehe," Erl terkekeh melihat betapa mudah pulasnya perempuan yang duduk disampingnya ini. Sepertinya pekerjaannya sangat melelahkan sehingga dia selalu tertidur sebelum sampai rumah. Jangan-jangan didalam kendaraan umum pun dia akan tertidur? Gumam Erl.
Mobil yang dikendarai Erl akhirnya sampai didepan pintu gerbang rumah Gendhis. Namun, tidak ada tanda-tanda kalau perempuan ini akan bangun dari tidurnya. Erl yang tidak enak untuk membangunkannya, ikut bersandar dan memejamkan mata tanpa mematikan mesin mobil. Keduanya pun terlelap bersamaan didalam mobil dalam posisi masing-masing sampai …
Erl merasakan berat di lengan kirinya. Tidak hanya itu, seperti ada angin yang berhembus ke lehernya membuat bulu kuduknya berdiri. Pria itu pun membuka kedua matanya perlahan. Samar-samar dia melihat ada tiga orang sedang mengawasinya dari balik kaca jendela depan. Spontan kedua mata Erl terbelalak kaget. Lebih kaget lagi ketika dia merasakan berat di lengan dan hembusan napas itu ternyata berasal dari Gendhis yang bergelayut di lengan kirinya tanpa disadari perempuan itu.
"Hai, bangunlah." Erl menepuk pelan lengan Gendhis dan lama kelaaman dia terpaksa menggoyang-goyang lengan sang perempuan agar dia terbangun. Gendhis membuka kedua matanya perlaan dan betapa kagetnya dia ketika ternyata dia tertidur dengan bersandar di lengan pria yang menyebalkan menurutnya
"Aaaaaaah, apa yang kamu lakukan?"
"Lihatlah keluar!" Jawab Erl sambil mengeraskan rahangnya. Gendhis pun mengikuti arahan sang pria. Tampak ibu dan kedua adiknya melotot tajam dan tidak percaya dengan yang dilihatnya.
"Aaaaaaaa," Gendhis spontan berteriak sambil menutup wajahnya.
Kini, dua orang lelaki dan perempuan ini duduk berdampingan didalam ruang tamu dengan perasaan tidak enak karena mendapat tatapan tajam dari ibu dan adik-adiknya Gendhis.
"Sudah berapa lama kalian diluar? Bukan, sudah berapa lama kalian berhubungan?" Tanya Dewi, sang ibu, penasaran.
"Bu, apa yang ibu katakan? Dia hanya mengantarkan aku pulang." Jawab Gendhis sambil menghela napasnya.
"Mbak, kamu itu tidak pernah membawa lelaki kerumah. Dan, aku juga tidak pernah melihat kamu pacaran. Sekarang, kamu malah tidur didalam mobil seorang pria dengan posisi berpelukan. Apa itu tidak mencurigakan?" Arkha, adik bungsu Gendhis ikut menimpali.
"Arkha! Jaga ucapan kamu! Mana mungkin aku pelukan sama pria yang bukan siapa-siapaku?" Gendhis semakin meradang mendengar ucapan sang adik.
"Mbak, kami sudah melihat langsung dengan mata kami sendiri. Mbak memeluk dia di lehernya dan dia tiduran bersandar di kepala mbak Gendhis. Kalau bukan akrab dan pacaran, apa dong?" Seringai jahil jelas terlihat dari bibir Arkha yang tampak senang kakak kutub esnya kini sudah mulai melumer.
"Kami tidak pacarana!" Jawab Gendhis dengan napas terengah-engah.