Bulir air mata menetes dengan mudahnya. Pemuda itu memang mudah terharu dan medah terbawa perasaan. Apalagi tindakan yang membuat dia sangat merasa bersalah. Dia lebih cengeng dari saudara yang lain.
Rafka segera membawa Omanya ke kamar. Dia membaringkan tubuh renta keriput itu di atas ranjang.
Melihat Oma yang sesak napas membuat Rafka mencari obat dengan bercucuran air mata. Dia membuka satu-persatu laci dengan cepat. Dan setelah menemukan dia membatu Omanya.
"Hek, Oma ... jangan sakit lagi. Aku semakin bersalah. Oma ... hek hik hiks hiks."
Tangisan Rafka sangat mengiris hati, pemuda itu tertugun berlutut dan menangis di atas punggung tangan Omanya.
"Ehheh ... O_ma memang sudah tua Ka. Apapun nanti kehendak Ilahi kamu harus terima. Jika semisal Oma sidah saatnya pulang kesana," ucapan Oma membuat Rafka membulatkan mata menatap lalu segera memeluk Omanya.