Mahis dan Kanaya masih berada di dapur.
"Mas tolong elap nih keringat aku, kalau keringatnya jatuh ke makanan nanti rasanya asem," pinta Aya manja sambil menghias makanan di mangkuk.
Mahis terpaksa mengusap keringat di kening Aya. "Lihatnya ke wajah kamu ngelapin ... biar kering semua keringatnya," ujar Aya, Mahis dengan berat hati mengusap keringat wajahnya malas mendengar istrinya terus berbicara, Aya menatapnya sambil senyum-senyum sendiri, sambil berkedip-kedip.
"Hih ... serem. Kenapa senyum-senyum tutup tuh bibirmu nanti ces, bau iler," kata Mahis masih melihat istrinya yang senyum-senyum sendiri sambil menatapnya. " Heh mingkem, apa tidak bisa? Mingkem! Rapatkan bibirmu. Kamu tuh menakutkan tahu kalau seperti itu," jelas Mahis menjauh Aya sudah menyelesaikan tugasnya.
"Alhamdulillah beres nih ...." Aya menepuk tangan, dia sangat riang karena sudah berhasil menyelesaikan tugasnya. "Mas," manggilnya dengan cepat, setelah melihat Mahis hendak keluar dari dapur, Mahis menghentikan langkah lalu menoleh dengan berat hati.
"Apa lagi?" bertanya dengan wajah malas, Aya mendekat lalu memutar badannya, dia membelakangi suaminya.
"Walaupun aku tahu kamu keberatan, aku minta tolong, lepaskan celemek ini," pinta Aya sambil memperlihatkan tangannya yang memar. Mahis membantu untuk melepaskan.
"Waduh ... so sweetnya ... gagar otak aku melihat kalian. Maksudnya aku lupa Mas, kalau direktur sudah datang," sahut Rafka meledek, lalu pergi meninggalkan Mahis dan Aya. Mahis melangkah pergi.
"Mas tunggu," cegah Aya, Mahis menoleh dengan malas.
"Apalagi sih maumu? Bisa tidak jangan cerewet!"
"Jangan emosi dulu dong Mas ... nih, jasnya ketinggalan, kalau ganteng-ganteng ngamuk nggak jadi ganteng malah kelihatan keriput tahu," jelas Aya, Mahis segera mengambil jasnya lalu bergegas, Aya senyum-senyum sendiri lalu dia merasa kasmaran. Dia bersiap membersihkan diri untuk menemui direktur itu.
Perbincangan sudah dimulai Fanan dari tadi. Mahis, Rafka dan Fanan, tiga saudara ini bekerja keras agar kantor mereka tidak mengalami kebangkrutan. Setelah mendiskusikan dan interview, direktur muda itu membisikan sesuatu ke sekertarisnya.
"Ini investasi yang sangat besar saya tidak mau rugi. Hal apa yang menjamin jika aku nanti akan untung besar, dan di mana Chef yang kalian ...." belum selesai berbicara Aya datang, cookies, kue mangkuk, puding itu sangat harum.
"Pak," sapa Aya sambil meletakkan piring saji kemeja. Direktur muda itu mengamati wajah cantik dari Aya dan chef lain, semua mata memandang aneh ke direktur itu.
'Apa menariknya coba sampai dia memperhatikan si ayam sampai seperti itu. Gila. Dia tidak berkedip sama sekali, hah ... aku sih muak sama si ayam. Kalau nggak ada acara ginian rasanya ... Mahis, sadar,' batin Mahis sambil menatap direktur itu yang tidak melepaskan pandangan dari istrinya.
"Silahkan pak ...." ujar chef samping Aya sambil tersenyum manis. Direktur itu tersenyum lalu mencicipi makanan buatan Aya.
Mahis menatap kecut, Mahis duduk di samping istrinya yang berdiri, Mahis menyikut lengan Aya, Aya berbalik badan kearahnya, namun tangannya tidak sengaja menyenggol juz dan tumpah ke jasnya Mahis.
"Mas, maaf. Maaf ... aku tidak sengaja," kata Mahis segera membersihkan, Mahis berdiri. Tidak lama keduanya duduk bersebelahan.
"Jangan bikin malu!" bisik Mahis, mata Aya terbelalak menatap mata Mahis, dia memanyunkan bibir. "Awas kamu ganjen-ganjen!" imbuhnya seketika mata Aya mengriyit membersihkan dan yang lain sedang berbincang masalah desain hotel.
Aya mengembangkan senyum manisnya. "Please deh, jangan mulai ganjen," ujar Mahis lirih dengan wajah malas.
"Bilang saja cemburu, apa susah banget ya ngaku. Aku ini cemburu!" bisik Aya ke Mahis. Mahis membuang wajah dan memutar bola matanya menandakan dia malas mendengar suara Aya yang terus kepedean.
"Pak Dirga, maaf atas ketidak nyamanan ini," ujar Mahis melepas jas lalu duduk.
"Ini enak banget, baru kali ini lo aku merasakan kue sederhana namun sangat nikmat. Dan ... chefnya manis pula. Untuk yang lain juga enak, kerja sama yang baik hingga menyajikan rasa khas penuh cita rasa," pujian Dirga didapat Aya, Aya tersenyum. Dirga mengelap bibirnya sambil menatap Aya. Mahis sangat muak dengan keadaan di situ.
"Terima kasih Pak atas pujiannya," ujar Aya, Mahis dan Rafka merasa aneh dengan cara Dirga memandang Aya
"Kayaknya aku mengenal kamu," ujar Dirga, Aya terdiam dan berpikir sambil mengingat-ingat. Tangan Mahis terus bergerak sambil membuat suara berisik.
[Mas Fanan, apa kamu merasa Mas Mahis sudah merasakan cemburu? Kayaknya aku berpikiran seperti itu,] chat Rafka ke Fanan.
[ Aku juga merasa begitu wajahnya juga lucu banget. Dia menunjukkan ekspresi malas, kesal dan muak. Dia tidak sadar kalau sedang cemburu hahaha. Jika Oma melihat ini pasti Oma akan senang, cepat foto]
Kedua saudara itu masih chatan, sementara Aya dan Dirga saling sama-sama mengingat.
"Jadi Bagaimana Pak? Kita jadi kerjasama atau tidak? Katanya tadi waktu adalah uang," ujar Mahis malah sambil melihat jam di tangannya.
"Aku setuju kita jadi kerjasama. Nanti asistenku akan mengantarkan berkas-berkas ini ke kantor anda. Anda tinggal menandatanganinya saja, aku sudah mengatur. Ingat dibaca dulu jangan sampai anda menyesal ketika sudah terjalin kontrak nantinya. Dan chef Aya akan bekerja bersama di hotel ku yang kita bangun bersama nanti.
"Tapi maaf Pak, aku punya restoran yang lain dan bagaimana kalau aku membagi resep baru aku ke pegawai bapak yang lain," ucapan Aya membuat semua mata memandangnya.
"Kalau rasanya sama it's okey. Tapi di restoran anda tidak ada kan resep yang anda buat ini? Aku tidak ingin ada dua menu di dua tempat yang berbeda," jelas Dirga.
"Bapak tenang saja, resep ini masih rahasia." Mahis bertindak.
"Aku baru saja menciptakan resep ini. Aku juga sudah berkomitmen kalau aku mempunyai resep, Aku tidak akan membagi resep ini kesiapa pun. Jadi Bapak tenang saja, ini resep rekomendasi untuk Hotel bapak. Sebagai rekan kerja kita akan sama-sama saling menguntungkan sebagai keluarga dari Rarendra. Aku akan membantu keluarga suamiku agar kita sama-sama untung. Jadi tidak ada yang dirugikan. Aku harap tidak ada kecurangan dalam bisnis ini, aku juga akan membuatkan resep yang lain, akan membantu chef-chef anda yang lain. Jika Bapak yang meminta dengan syarat lima puluh persen, lima puluh persen," ucapan Aya membuat semua terkejut apalagi dengan kata membantu suaminya.
'Aku sama sekali tidak menduga jika si ayam bisa secerdas itu,' batin Mahis cukup terkesima dan menatap istrinya. Setelah ketahuan oleh Aya, Mahis segera mengalihkan pandangannya.
"Oh jadi kamu sudah menikah?" tanya Dirga sambil menegakkan duduknya.
"Mas, kamu tidak mengenalkan aku. Aku istrinya Mas Mahis," ujar Aya.
"Aku rasa pertemuan ini cukup dan memuaskan untuk kita menjalin kerjasama. Kalau begitu aku pamit, dan sekertarisku yang akan urus." Dirga berdiri lalu menjabat tangan, kemudian pergi.
"Huft ... Alhamdulillah," ucap syukur rekan kerja keluarga Rarendra.