Mahis tertegun. "Sudah Oma pulang, kata Rafka pekerjaan akan selesai, jadi cepat pulang!"
"Baik Oma," kata Mahis pasrah. Aya hanya merunduk lalu keduanya mengantarkan Oma ke depan. "Oh ya. Oma sudah memasang CCTV jadi kalian kalau beda kamar, Oma tahu!" seru Oma.
"Sejak kapan?" tanya suami istri bersama.
"Tadi saat kalian ke kondangan." Oma pun segera masuk mobil bersama Rafka.
Malam yang sangat canggung. Setelah menutup pintu Mahis masuk kamar, Aya berbaring di sofa, ia memejamkan mata. Tapi hatinya tetap terjaga, ia tidak bisa tidur.
Mahis tiba-tiba merangkul Aya dan membopongnya, ke kasur. Aya mengintip. Mahis menurunkan Aya di kasur.
"Aku tahu kamu pura-pura, ini demi Oma," ujar Mahis , Aya membuka mata. Mahis berbaring di sebelah kiri Aya. Aya sangat terkejut, rasa dag dig dug berbunyi sangat keras tak bisa di kendalikan. Aya menutup semua tubuhnya hingga tidak terlihat. Mahis menurunkan selimutnya.
"Aku tadi mengejarmu, kamu malah bersama Hanif. Aku juga langsung pulang, maafkan aku. Jangan dekat-dekat lagi sama Hanif! Demi Oma!" tegur Mahis, Aya menatapnya, lalu berpaling.
"Karena Oma atau ...?" tanya Aya tidak dijawab 'Apa dia mulai cemburu. Masa' Ah, he.. dia cemburu.' batinnya, senyumnya, membuat Mahis menjitak kepalanya.
"MasyaAllah" keluh Aya. Mahis menumpangkan kakinya di atas kaki Aya, Ayaa terkejut dengan sikapnya.
'Ini pasti karena ada CCTV. Raut wajahnya fasif, itu sangat menyebalkan. Apa dia tidak bisa berbagi sedikit senyuman, walau dengan senyum hatiku yang lara ini akan sedikit terobati.' batin Aya.
"Jangan kepedean! Aku tidak cemburu. Apa kata orang nanti. Jika kamu dekat dengan Hanif, Hanif bukan perebut bini orang, jangan berbuat tingkah yang akan merugikan, lagian Hanif itu calonya Rania." jelas Mahis, Aya diam dan memejamkan mata.
Mahis mengecup bibir Aya, seketika jantung Aya berdetak lebih kencang. Aya membuka mata. Mahis malah memeluk erat Aya. Aya memberontak, mencoba melepaskan diri, Mahis semakin mendekap, Aya semakin deg-degan.
'Kenapa dia? Sangat menakutkan.' Aya menelan ludah.
"Jangan grogi Oma mengintip, dari luar," bisik Mahis dan Aya pun tahu, Ada rasa kecewa jika hal manis itu hanya ekting dari Mahis. Aya mencoba mengintip lagi keberadaan Oma. Mahis malah mencium dengan penuh hasrat. Aya sangat gugup.
'Kamu, selalu ada di dekatku, di sampingku, tiba-tiba memeluk tiba-tiba berwajah datar tanpa ekpresi, kamu membingungkan. Kamu pasanganku, tapi hampir tidak pernah kamu menemaniku, yang ku ingin kamu menggenggam erat tanganku, membawaku ke kedalam perasaan saling berbagi apa yang ada di isi hati, dasar, sesuka hati! Susah di tebak.' batin Aya mendorong Mahis.
Mahis mendekat pelan ke Aya, mengamati wajah istrinya. Sangat lama, ia memandang, ia menahan tawa, suara tawanya semakin keras karena tak sanggup lagi menahan.
'Apanya yang lucu coba!' batin Aya.
"Ha ha ha. Kau belum tidur kan. Buka matamu. Ayo kita nonton drakor," ajak Mahis, Aya membuka mata, mereka duduk di atas ranjang menonton.
Melihat adegan ciuman Mahis seketika mematikan hpnya. Aya juga malu. Mereka gugup, Mahis mempercepat dorasinya. Adegan malah sangat romantis, di mana aktor dan artis berada di ranjang, berpakaian serba putih dan kembali beciuman. Mahis semakin gugup, ia menjauhkan hpnya, Aya apalagi, ia menelan ludah berkali-kali.
"Ehkm. Banyak ciumannya kenapa banyak yang nonton! Teman satu kantor juga nonton."
"Aku nggak nanya," ujar Aya ketus.
"Ya aku." Setelah berbicara dengan nada tinggi Mahis terdiam, mereka saling menatap. Aya beranjak.
"Mau kemana?" Mahis menaikan alisnya lalu menarik tangan Aya, Aya mengerutkan kening ingin melepaskan. Mahis semakin erat lalu menarik Aya, Aya terjatuh di ranjang.
Mahis mencium bibirnya, ia mengikuti adegan so sweet itu. Sangat lama itu terjadi. "Maafkan aku..." Mahis mengelus rambut indah Aya, Aya sangat gugup dan pasrah, tangannya mendingin, dan perasaan aneh tidak bisa di gambarkan menyerang sisi hatinya. Mahis memandangnya.
'Tatapan apa itu? Cinta atau nafsu. Jika dia meminta, apa aku akan memberikannya. Aku masih belum percaya, aku takut jika tersakiti.' batin Aya.
"Maaf, aku belum bisa melakukannya." Mahis bangun dan pergi, meninggalkan bekas ciuman lembut di bibir Aya, hati Aya sedikit kecewa, bulir air matanya keluar dengan mudah.
Sedang di luar Mahis marah kepada dirinya, tangannya memukul sesuatu sampai berdarah. "Sudah ada hasrat tapi aku tetap tidak bisa, seakan-akan, jika aku melakukan hubungan itu bersama dia, aku menghianati Kay, Ya Allah sadarkan aku." Mahis memukuli tiang listrik dari baja, tangannya benar-benar berdarah. Ia menangis, entah sesal, atau marah pada diri sendiri.
Aya yang melihat itu dari jendela ikut tersiksa. Aya berlari.
"Hentikan, eh hiks, tolong ja_ngan eh hiks hek, jangan lagi menyakiti diri." pinta Aya memeluk suaminya dari belakang. Mahis berbalik arah, memeluk istrinya.
"Maafkan aku, hanya karena Oma ..." suara Mahis terpecah. "Hiks. Ehs. Apa kamu mau setia menungguku?" Mahis melepas ia bertanya dengan tatapan tajam, "Aku akan berusaha. Agar aku bisa mencintaimu, tunggu aku, apa kau bersedia?" lanjutnya, Aya mengangguk, Aya meniup lalu mencium tangan suaminya. Ia menangis Mahis menghapus air matanya, menyentuh pipi Aya dengan lembut.
"Aku sangat membenci diriku. Aku sadar aku bodoh." ujar Mahis sadar dan menyesal.
"Syut." jari telunjuk Aya di depan bibir Mahis. Mahis menggandeng suaminya, mereka berjalan masuk ke rumah.
"Ingat, banyak CCTV Oma, jadi harus akting!" tegur Mahis, Aya mengangguk.
Mereka duduk di sofa, Aya mengambil kotak obat. "Aku bukan dokter, juga bukan suster, tapi aku istrimu, masalah mengoles obat kecil, aku bisa! Tapi, jika perban aku mules duluan." ujar Aya. Mahis tersenyum. Aya mulai membersihkan luka Mahis dengan air, Mahis memandanginya.
"Aku salah tingkah," ucapnya lalu menutup wajah. "Aku sadar, aku sangat manis." Aya menatap Mahis, Mahis membuang wajah lalu tertawa kecil.
"Jangan berisik," tegur Aya, Aya fokus mengobati punggung tangan suaminya, "Jika di perhatikan terus, arwahku aku bisa melayang," lanjutnya, Mahis terkejut, ia menahan tawa.
"Aku alay dari dulu. Mudah percaya diri. Ya konyol juga sih." Aya mengakui dirinya.
Aya menutup wajah saat mengungkit kejadian di pesta ia merasa malu.
"Kamu marah karna aku?" tanya Mahis menurunkan tangan Aya, Aya merunduk.
"Aku kesal, ini salahku, aku ceroboh dan memalukan," ujar Aya.
"Syut. Maaf aku sering tidur di Kantor. Aku juga salah," ucap Mahis masih menggenggam erat tangan Aya.
"Tidak, aku yang salah!" mereka berdebat merebutkan siapa yang salah.
"Cie, erat sekali..." Aya menunjukkan tangan suaminya, Mahis melepas ia mulai grogi, keduanya ketawa kecil. Mahis mendekat ke pipi kanan Aya.
"Ingat ini cuma ekting!"
"Aku tahu ada CCTV Kak." jawab Aya pelan.