Chereads / Tuan Terhormat dan Istri Sejuta Manfaat / Chapter 27 - Bagaimana kalau dia sudah punya kekasih?

Chapter 27 - Bagaimana kalau dia sudah punya kekasih?

Kekasih?

Begitu teringat tentang satu kata itu, Deon menjadi tidak senang! Ada segurat emosi menyelimuti hatinya.

Ini adalah sikap posesif seorang pria. Sekalipun dia tidak mencintai wanita itu, asalkan sudah miliknya, sudah menyentuhnya, dia tidak akan terima jika ada orang lain yang merebutnya dari tangannya, meskipun dia sendiri tidak menginginkannya!

Deon menggerang kesal. Ketika ia hendak menatap gadis ini, matanya tanpa sengaja menyenter ke dadanya yang putih, tempat yang ia sadari kepalanya sekarang ini. Di sana banyak sekali bukti-bukti dari percintaan panas yang baru terjadi. Warna yang tadinya semerah buah strawberry yang ranum, kini memudar dan menjadi berwarna biru.

Kulitnya sangat putih, bercak-bercak biru yang menempel di atas kulitnya itu, terlihat sangat kontras. Dadanya ini naik-turun.

Deon mengangkat kepalanya dari dada wanita itu, menatap wajahnya yang memerah, lalu bibirnya yang sedikit bengkak hasil ulahnya tadi. Sampai di sini, bayangan saat dia mengecup bibir itu mengisi pandangan Deon. Dia mana mungkin lupa rasanya. Seketika, wajah Deon menggelap. Ia menggigit giginya dan mengalihkan pandangannya dari wanita ini. Meski malu untuk mengakui itu, tetapi saat ini hasratnya yang baru saja padam, sudah bangkit kembali.

Sebenarnya, sejak kapan dirinya berubah menjadi tidak terkontrol seperti sekarang?! Tidak, dia tidak boleh mengabdi terhadap 'semangat'nya. Dia harus mengontrolnya. Di saat dirinya sudah memutuskan untuk meredup percikan itu, Deon baru sadar, sejak tadi dia belum benar-benar melepaskan diri dari gadis ini. 'Kebanggaan'nya itu, masih terbenam di sana.Wajah Deon memerah. Ketika ingin melepaskan diri, dia menjadi sangat tidak rela.

Deon memelototinya dengan tidak senang. Namun, ketika menatap wajah itu, dia malah terpesona dibuatnya. Kenapa gadis ini terlihat sangat menawan? Terutama saat berada di bawahnya.

"Gadis, sebenarnya kau ini yang penyihir kecil, atau aku ini yang kenapa?" Deon bergumam. Ia merasa malu terhadap sikap sombongnya selama ini. Akhirnya, Deon menyerah. Dia tidak bisa terus menahan diri seperti ini. Dia mencondongkan dadanya ke bawah, dan semakin memeluk Arabella dengan sangat erat, seakan ingin menembus dan menerkam seluruh tulang-tulang gadis itu.

Deon mengangkat pinggulnya sedikit, mencari posisi ternyaman dan lanjut beraksi lagi, terus dan terus tiada henti. Deon membuka kaki Arabella hingga semakin lebar, dibuka hingga ke sudut-sudut terbesar, lalu memasukinya. Ia masuk dan keluar dengan gerakan tercepat, terus menekannya selama beberapa saat. Kedua buah dadanya yang bulat bergetar, menghasilkan godaan tanpa suara, seperti sepasang kelinci yang sedang melompat di tempat. Benar-benar sangat menggoda dan menggelapkan mata.

Sementara itu, setelah pertempuran yang pertama tadi, Arabella sudah tidur dengan terlena. Di saat ini, dia sedang berada di bawah mimpi yang seram. Di sebuah tempat yang tidak dikenali, seekor siluman rubah raksasa mengejarnya. Siluman rubah itu menarik kakinya, dan bersiap untuk memakannya. Di dalam mimpi itu, Arabella sangat ketakutan. Keringat bermunculan di dahinya. Dia ingin berlari dan menghindarinya, tetapi punggungnya sudah menabrak sebuah pohon besar, yang artinya, dia sudah tidak ada jalan lagi.

Namun, ketika siluman rubah itu semakin dekat, yang muncul dalam mimpinya adalah bayangan pria tampan yang sedang menggigitnya. Meski tampan, tetapi ekspresinya sangat dingin. Sangat menyeramkan. Namun, di dalam mimpi itu, dia tidak merasakan sakit apa pun, melainkan malah sangat menikmatinya. Arabella tidak mengerti, apa yang dilakukan pria rubah ini pada tubuhnya.

Meski gadis itu sedang tertidur, tetapi Deon merasa bahwa dia bisa menerima dirinya. Bibir seksi merahnya itu, masih rajin mengeluarkan leguhan manja yang bermain di kehilangan malam. Hal itu membuat Deon semakin bersemangat dan tiada henti. Akhirnya setelah bergulat ke beberapa kali, gairah yang terjerat itu merasakan kepuasan, membuat sebuah akhir yang sempurna, akhirnya Deon mendesah puas dan menanamkan semua benihnya di dalam Arabella. Dia pun terkulai. Permainan itu pun berhenti di saat fajar akan menyilaukan bumi.

Deon menatap Arabella yang sejak tadi masih menutup matanya. Gadis ini, meskipun dia memberikan reaksi-reaksi penerimaan, namun sejak tadi, matanya tidak dibuka, padahal Deon sudah mengguncangnya dengan begitu bersemangat. Deon seketika merasa gadis ini lucu, juga .... sedikit pemalas.

Sebelum benar-benar keluar dari dalam Arabella, Deon menatap wajahnya yang bersemu lalu mendaratkan ciuman hangat di keningnya. Kedua matanya juga tidak diabaikan Deon, pipi kiri dan kanan juga turut serta ia sapu dengan ciumannya. Tulang hidungnya yang tinggi dan kecil, digigitnya. Barulah dengan enggan Deon melepaskan penyatuan mereka.

Begitu terlepas dari Deon, Arabella langsung memiringkan badannya ke samping seperti sedang merasa terbebas dari beban yang menindihnya. Wajahnya cemberut. Bibirnya yang sudah bengkak itu mengerut ke depan. Deon merasa penampilannya ini saat sedang tidur, terlihat sangat menggoda. Apalagi, kini tubuhnya dipenuhi banyak sekali kecupan-kecupan merah. Siapa pun yang melihat penampilan Arabella saat ini, pastilah sulit menahan 'hasrat'.

Deon melihat arlogi yang melilit di lengan kanannya. Rupanya sudah pukul 5. Keningnya berkerut. Dia tidak mempercayai hal ini, selama kurang lebih dari 5 jam, dia menggauli gadis ini. Tiba-tiba hatinya merasa tidak nyaman, dan ingin memaki diri sendiri. Bagaimana dia begitu kejam tanpa memikirkan kondisi seseorang? Gadis ini, yang pertama kalinya saat sedang bersamanya, tetapi dia tetapi dia malah terus menekannya, tanpa memberi jangka waktu untuk menghargai 'pelepasan keperawanan'nya.

Deon meraih telepon internal yang ada di atas meja di samping ranjang dan meminta pegawai hotel mengantar beberapa obat salep ke kamarnya.

~~

"Presdir, Presdir....."

Baru beberapa jam setelah Deon menutup mata, dari luar dia sudah diganggu oleh ketukan yang lembut dan terkesan hati-hati. Dengan sifatnya yang mudah terjaga, tentu saja gangguan tadi bisa membuatnya terbangun, meski pun sebenarnya ketukannya itu sangat pelan.

Deon mengucek-kucek mata, dari pintu sudah terdengar teriakan yang familiar, "Minggir kamu! Loye, jangan menghalangiku. Aku harus menghajar anak kurang ajar itu? Kenapa, apakah setelah merasa dirinya sudah besar dan sangat disegani seluruh penduduk kota Aklesia ini, jadi dia tidak memiliki rasa hormat lagi padaku?"

Deon memijat-mijat kepalanya yang terasa berat. Dia sangat mengantuk sekarang, namun suara dan teriakan neneknya itu, menghilangkan niatnya untuk tidur.

Dari luar juga terdengar sebuah balasan jawaban, "Nenek, nenek Schallert, mohon tenang dulu. Ini adalah hotel, banyak para tamu sedang beristirahat sekarang. Kita membuat keributan di sini, apakah tidak mengganggu ketenangan mereka? Hotel ini bukan berada dalam naungan Schallert Holdings. Lagi pula, Presdir sedang beristirahat tidak baik membangunkannya dengan cara seperti itu."

"Oh, karena kalian sekarang sudah besar-besar jadi kalian merasa aku sudah tidak pantas lagi menegur kalian?"

Deon sudah dapat menerka kesulitan yang di alami Loye menghadapi neneknya saat ini. Jadi, dia pun bergegas bangkit. Namun, ketika dia baru akan bangkit, sebuah lengan kecil melingkar di perutnya. Deon berhenti sejenak dan menoleh ke samping.