Deon mengerti maksud ucapan neneknya, jadi dia segera menjawab, "Nenek, mengapa begitu memusingkan ucapan orang-orang, yang penting sekarang nenek tahu kan aku bukan seperti yang mereka maksud."
"Benar. Aku tidak memusingkannya karena sejak awal juga aku tidak berpikir cucuku yang aku rawat sejak kecil, ada kelainan. Bagaimana dirimu, tentu aku yang lebih jelas. Aku yang melihat tumbuh kembangmu dan turut membantu perkembanganmu. Tapi ..... Aku juga ingin seperti teman-temanku yang membawa cucu menantunya ke pertemuan-pertemuan. Belanja bersama, membuat beberapa kue dan memostingnya di sosial media. Itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Dengan begitu, aku tidak akan pernah ketinggalan. Jadi, perkenalan dia padaku, yah?"
Inilah kelemahan Deon. Dia sadar, sepanjang harinya dia habisnya hanya berkutik dengan laptop dan laporan-laporan dari kertas dan file, sehingga dia sudah mengabaikan neneknya ini. Padahal ketika dia kecil, neneknya selalu turut hadir dalam setiap acara di sekolahnya dan selalu mendukungnya. Tidak pernah wanita tua ini absen dengan alasan, aku sibuk mencari nafkah untukmu, bagaimanapun itu, dia dan adiknya selalu menjadi prioritas utama nenek ini. Sekarang, setelah dia besar, dia malah mengabaikan neneknya ini. Dia memang bukan cucu yang berbakti.
Apakah dia memang seharusnya membawa wanita itu ke hadapan neneknya?!
Setelah berpikir beberapa saat, Deon menjawab, "Hemp, aku memang ingin membawanya bertemu denganmu, tetapi tentang hal ini, tentu saja aku harus mengatakannya padanya. Mana bisa asal membawa begitu saja."
Mata Lewi membulat dengan berbinar, dia segera menganggukkan kepala, "Ah, benar juga, benar juga." tapi tidak lama setelah dia menyetujui ucapan itu, Lewi berkata lagi dengan masam, "Apa ... apa ini maksudmu dia tidak ingin menemuiku? Dia hanya mencintaimu tetapi malah tidak berniat untuk menyayangi aku yang sebagai nenekmu?"
Argh.... perasaan orang tua memang terlalu sensitif. Buru-buru Deon berkata, "Bukan, bukan seperti itu. Dia hanya belum tahu tentang nenek. Nanti ketika dia mengetahui kalai aku memiliki seorang nenek, dia pasti akan sangat menyukaimu juga."
Sekali lagi, mata Lewi berbinar, "Cucuku, kau berbicara untuknya? Kau tampaknya sangat menyukainya."
Deon seperti baru saja tersadar dari sebuah ilusi. Benar juga, bukankah perkataannya tadi terkesan seperti ingin membangun citra baik gadis yang di ranjang itu terhadap neneknya? Mengapa dia melakukan itu?
Melihat ekspresi canggung di mata Deon, Lewi ingin terkikik hingga berguling-guling, tapi dia segera menyelesaikan semuanya, tidak ingin menyudutkan Deon lagi, atau dia nanti dia malah semakin mencurigai sesuatu dan malah tidak berjalan sesuai yang di rencanakan.
"Baiklah, mungkin nenek tua ini yang terlalu sensitif. Menjalin hubungan memang segala hal tidak perlu dilakukan dengan buru-buru. Banyak wanita yang enggan bertemu keluarga si pria, tentu alasan besarnya karena dia malu. Tidak masalah, bawa dia bertemu denganku setelah dia siap. Jangan memaksanya atau tidak dia malah akan depresi."
Deon mengangguk. Tanpa sadar dia menghela nafas. Akhirnya neneknya melepaskannya, ini sangat bagus.
Tetapi, malah tidak disangka, Lewi masih berbicara, "Kalian tadi malam sepertinya menghadapi malam yang begitu melelahkan. Biasanya wanita akan berubah menjadi sensitif begitu menyadari bahwa dirinya sudah bukan 'milik dirinya seutuhnya' lagi. Dia akan merasa seperti ada yang hilang dari jiwanya, tetapi itu hanya sementara saja asal jika kamu memperlakukannya dengan baik dan menunjukkan tanggung jawabmu nanti. Keluarga Schallert adalah keluarga yang selalu menghormati wanita, jadi ketika kau sudah melakukannya, nenek yakin karena kau sudah memikirkannya. Meskipun ini sudah jaman modern, 'tentang itu' sudah banyak yang menganggapnya adalah hal yang biasa, tetapi bagi wanita yang belum menikah, jauh di dalam lubuk hatinya, tentu saja hal itu sangat penting bagi kepercayaan dirinya. Ketika menikah dengan kondisi yang masih 'utuh', itu akan membuatnya jauh merasa lebih percaya diri ketika menggandeng lengan suaminya kelak."
Semua ini terjadi akibat ulah Lewi, jadi dia ingin mengemban sedikit tanggung jawab. Dia pun berani bertindak hingga sejauh ini, karena dia yakin, cucunya ini tidak akan menganggap wanita dengan begitu remeh. Dan, dia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa ini merupakan kali pertama bagi Arabella. Dia menyukai kepribadian Arabella, jadi dia tidak menginginkan hal lebih. Dia juga yakin, cucunya ini pun pasti tidak mempermasalahkan hal itu meskipun Arabella pada saat itu sudah bukan perawan. Namun, tidak terduga, rupanya wanita itu malah memberinya kejutan. Meski usia gadis itu sudah 20tahun lebih, Deon masih orang yang pertama baginya. Jadi, Lewi dapat dengan mudah mencerna bahwa pasti Arabella sangat mementingkan hal ini dalam hidupnya.
Jadi, jika cucunya ini tidak bertanggung jawab atas Arabella, maka Lewi akan sangat merasa bersalah. Sementara tentang perasaan mereka, Lewi tidak terlalu memusingkannya. Dia sangat yakin, meskipun cucunya tidak menaruh hati pada Arabella, tetapi dia tidak akan begitu berpikiran sempit sehingga mempersulit hidup gadis itu. Dia akan memperlakukannya dengan lembut dan bertanggung jawab penuh atas dirinya. Lagi pula, dengan sifatnya Arabella yang seperti itu; lembut dan penuh cinta, siapa yang akan tahan untuk tidak jatuh hati padanya.
Deon mematung mendengar penjelasan neneknya itu, dalam hati dia juga sedikit berpikir, mengapa dia bisa lepas kontrol seperti itu, dan jujur saja, ketika melakukannya semalam, dia tidak memikirkan tentang tanggung jawab maupun konsekuensi. Kini neneknya mengingatkan dia, hatinya sedikit kacau.
Apakah benar jika dia memilih wanita itu menjadi istrinya di atas kertas putih perjanjian?!
Deon pun kembali ke kamar setelah seorang sopir datang menjemput Lewi. Ketika masuk, sosok mungil yang ada di atas ranjang masih tidur dengan tenang, sama seperti saat dia pulang. Tampaknya dia tidak melakukan pergerakan apa pun selama Deon meninggalkannya.
Seketika Deon merasa lucu. Wanita ini sama sekali tidak memiliki penjagaan diri!
Namun, saat ini hatinya pun sedikit risau. Dia menatap wanita yang tertidur itu dengan pandangan rumit. Sebenarnya kenapa kau datang ke kamarku semalam? Apakah ada seseorang yang menyuruhmu, atau....?
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat sulit dijawab Deon. Ia mengambil ponselnya yang ada di saku jasnya. Dia baru menyadari rupanya ponselnya itu sedang berada dalam mode 'jangan ganggu'. Di sana juga terdapat banyak sekali panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan dari neneknya.
Deon menghela nafas. Ini memang kesalahannya. Dia selalu jarang sekali memegang ponsel pribadinya, dia juga kerap kali memasang mode 'jangan ganggu' itu untuk menghindari telepon dari neneknya yang selalu mengatur kencan buta dengannya.
Di saat seperti ini, tiba-tiba muncul pertanyaan menggelikan dalam benaknya, 'Jika semalam dia pergi ke acara makan malam yang diatur neneknya, mungkin saja dia tidak akan bertemu dengan wanita ini'. Memikirkan hal ini, dia pun kembali menatap wanita yang tertidur itu.