Mereka berdua pun akhirnya menyudahi makan pagi yang singkat itu. Mendadak hati Lewi menjadi risau. Apakah ini akan menjadi pertemuan pertama sekaligus pertemuan terakhir mereka? Jika pertemuan terakhir, jelas saja, Lewi tidak akan setuju!
Yang ditakutkan pen akhirnya terjadi. Bella menatap Lewi dengan senyuman yang mengembang, seakan siap untuk mengatakan salam perpisahan.
Bahkan gadis belia itu memegang tangan Lewi, "Nenek, rumah Anda di mana? Biar aku mengantarmu, okay? Tidak baik berjalan-jalan sendirian tanpa teman."
"Eh...." Lewi berpura-pura linglung. Dia menggaruk kepalanya.
"Nenek, apa yang terjadi?" tanya Bella lagi. Sorot mata murninya menampilkan kekecewaan.
"Ah, aku ... lupa di mana rumahku."
Arabella membelalakkan mata. Ketika dia siap bertanya, Lewi sudah menambahkan, "Ah, aku ini sudah nenek tua, sudah banyak hal yang aku lupakan," ucapnya dengan kaku.
"Apakah Anda ada menyimpan nomor ponsel anak atau cucu Anda?" tanya Arabella lagi.
"Emmm... ada, ada." Lewi menjawab dengan cepat.
"Kalau begitu Anda boleh menelepon mereka untuk menyebutkan alamat rumah Nenek."
"Ah... tapi ponselku habis baterai. Bagaimana ini?" Lewi terlihat sangat menyedihkan.
"Apa? Jadi bagaimana nenek mau pulang?" Arabella pun terlihat gusar. Ia menggaruk kepalanya.
Lewi : "...."
Setelah beberapa saat kemudian, dia menarik tangan Arabella, "Nak, apa kamu sibuk? Bagaimana kalau kamu bawa saja aku ke rumahmu? Nanti di sana aku bisa menumpang untuk mengisi baterai ponselku lalu akan menghubungi keluargaku. Bagaimana?"
Arabella terdiam mendengar itu. Bukannya dia tidak mau, tetapi saat ini dia harus pergi bekerja part-time. Hari-harinya yang berat ini tidak membuatnya lantas bisa bermalas-malasan. Tapi melihat nenek tua yang ada di hadapannya sekarang ini, Arabella juga sungguh tidak tega membiarkannya berkeliaran tanpa tujuan dan teman.
Baiklah, hanya bisa seperti ini....
Arabella juga memegang tangan Lewi, sudut bibirnya melengkung, menampilkan senyum kecil di sana. "Baiklah, nenek, ayo kita ke rumahku."
Mendengar itu, Lewi sangat bersuka cita. Dengan semangat dia berkata, "Ayo, ayo. Anak Bella, sungguh terima kasih."
Bella hanya menjawab itu dengan senyuman.
Di apartemen Bella_
"Nenek, silakan masuk." Bella membuka pintu lebar-lebar.
Lewi masuk dengan wajah yang semringah. Rumah itu terlihat sangat kecil, tetapi semuanya tertata rapi. Seperangkat sofa yang berada di ruang tamu yang kecil yang tampak selalu dijaga kebersihannya. Di depannya ada sebuah pintu kaca dorong dengan balkon ala kadarnya, tetapi malah banyak dipenuhi bunga-bunga yang segar, yang baunya masih menyerbak di pagi hari seperti ini.
Sungguh memberikan suasana yang segar dan hangat.
Arabella mengikuti arah pandangan Lewi, ia pun tersenyum kecil, "Bunga-bunga itu semua yang ditanam mamaku. Dia sangat suka sekali dengan bunga." Keinginannya sejak dulu adalah memiliki taman bunga kecil, tambah Bella dalam hati.
Mendengar itu, Lewi menjadi bersemangat, "Oh, jadi kau di sini tinggal dengan orang tuamu?" Tidak menampik, Lewi memang sangat tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Lewi.
Orang tua? Tiba-tiba di mata Bella muncul sosok Merrick yang tidak berperasaan. Mendadak perutnya mual mengingat pria kejam itu. Tapi dengan cepat, Bella mengontrol perasaannya, "Hanya ada mama saja. Sementara ayahku ..... sudah mati." Memang benar, saat ini Merrick masih sehat dan bahkan hidup dengan baik, tetapi dalam hati Bella, pria itu telah lama mati.
Melihat sorot mata Bella yang berubah, Lewi segera meminta maaf, "Oh, maafkan saya." Dia tahu dia sudah mengungkit luka lama gadis belia ini.
Bella tahu, sikapnya telah disalahartikan oleh Lewi, dia pun buru-buru menjawab, "Ah, tidak apa-apa, Nek." Dan dia pun tidak ingin menjelaskan apa pun.
"Oh, ya, aku tidak melihat ibumu? Ada di mana dia? Bolehkah aku bertemu dengannya?" tanya Lewi lagi.
"Ibuku .... dia masuk rumah sakit, nek."
"Oh, astaga, maaf saya tidak tahu." Lewi sungguh menyesal.
Arabella tersenyum manis, "Ha ha ha, tidak apa-apa, Nek. Anda boleh mencharger ponsel Anda."
"Oh, okay." Dia menyerahkan ponsel itu kepada Arabella.
Bella menerima itu sambil berkata, "Nenek, Anda boleh beristirahat sambil menunggu ponsel Anda terisi."
"Ah, apakah seperti itu, tidak apa-apa? Aku takut merepotkanmu. Bukankah kau harus menjaga ibumu yang di rumah sakit?" tanya Lewi berhati-hati. Tentang hal ini, dia sungguh-sungguh tidak mengetahuinya. Andai saja ia tahu, dia tidak akan mungkin setega itu sudah menyita waktu gadis ini.
Bella tersenyum, "Tidak, sungguh tidak masalah. Melihat Anda, aku jadi teringat akan nenek-kakekku. Dulu mereka selalu menjagaku. Sekarang, ketika aku besar malah tidak bisa menjaga mereka. Mereka telah bahagia bersama di surga."
Mendengar itu, tenanglah hati Lewi. Dia pun tidak lagi berpikiran jika dirinya ini sudah membuat Bella kesulitan.
Benar-benar anak yang berbakti, gumam Lewi dalam hati.
Bella menuntun Lewi ke kamarnya. "Nek, ini kamarku. Nenek bisa beristirahat sebentar di sini. Aku juga harus beristirahat di kamar ibuku." Mendadak kepalanya sangat sakit. Sudah dua hari ini dia hanya tidur 3 jam dari 24 jam sehari. Setiap harinya dia habiskan dengan bekerja ke satu tempat ke tempat lain. Pekerjaan apa pun, dia lakukan.
Mendengar kalau dia akan beristirahat di kamar Arabella, Lewi sangat girang. Matanya yang sudah keriput berbinar-binar.
"Ah, baiklah, baik. Terima kasih. Kebetulan tubuh tuaku ini mendadak terasa lelah. Kalau begitu aku tidak akan sungkan lagi."
Lewi pun langsung duduk di tempat tidur pink berukuran queen, milik Arabella.
"Nek, maaf, kamarnya hanya kecil. Semoga Anda nyaman," ucap Bella lagi.
Dengan cepat Lewi menjawab, "Ah, tidak apa-apa, sungguh tidak masalah. Diberikan tumpangan saja sudah sangat bagus. Wanita tua ini mana berani lagi meminta lebih. Ini juga sungguh sangat luar biasa."
"Kalau begitu, aku akan mencharger ponsel nenek di meja kecil ini. Nenek beristirahatlah." Bella pun segera meninggalkan kamarnya dan pergi ke kamar ibunya.
Masih hanya sebentar berbaring, dia sudah tidur pulas.
Di samping itu, Lewi buru-buru menghidupkan ponselnya. Begitu ponselnya bunyi, banyak sekali notifikasi yang berdatangan; dari mulai panggilan tidak terjawab, sampai beberapa pesan. Siapa lagi pengirimnya jika bukan sopir, kepala pelayan, dan cucunya, Deon.
"Anak tengil, akhirnya kau mengkhawatirkan aku juga, ya?" Lewi malah tertawa puas.
Saat dia tengah menikmati suasana itu, tiba-tiba ponselnya berdering lagi. Itu adalah panggilan dari Deon. Tanpa sadar Lewi menerima panggilan itu.
Deon yang berada di seberang sana, dengan buru-buru berkata, "Nenek, akhirnya kau menjawabku. Katakan di mana nenek sekarang? Biar aku menjemputmu, oke?"
Lewi dengan enteng menjawab, "Tidak perlu. Aku lagi pergi menyelesaikan urusanku."
Di seberang sana, kening Deon berkerut, "Urusan? Urusan apa itu? Nenek, kau sudah menghilang dari penjagaan bibi Anya untuk waktu 3 jam. Kau menghilang dari rumah sakit tanpa mengatakan apa pun. Sekarang kami sangat panik untukmu!"