"Dokter kandungan tapi bisa akrab banget ya. Temen cowok lo ternyata banyak juga, Nes." Mbak Maya mengangguk-angguk lalu menoleh ke arah jam dinding. "Eh terus kok bisa? Lo pulang tengah malam begini," matanya memicing. "Nggak mampir ke tempat aneh-aneh dulu kan?"
Aneska rasanya ingin menoyor kepala Mbak Maya. "Udah gila. Nggak mungkinlah."
"Terus ngapain? Ini udah tengah malam, Nes. Jarak dari rumah sakit lo ke sini kan nggak jauh-jauh amat."
Aneska mengusap wajahnya. Kakaknya yang satu ini, detail banget.
"Macet, Mbak, macet. Hujan juga."
"Semacet-macetnya nggak sampai berjam-jam kali, Nes."
"Tadi, gue mampir dulu ke restoran F&H. Makan. Soalnya udah masuk jam makan malam. Gue kan lagi hamil, nggak boleh makan telat."
Mbak Maya menghela napasnya kemudian dia meletakan bantal sofa di belakang tubuhnya. "Boros banget sih. Itu kan restoran mahal. Kebiasaan banget maunya makan di restoran bintang lima. Inget, duit lo lama-lama bisa habis, Nes."