"Seriusan, Nes, daripada nyicil apartemen, mending beli mobil kemarin. Ke mana-mana nggak usah dijemput."
"Gue turut ngasih penghasilan buat sopir taksi dan bus lho, Mbak."
"Lo mau ke Bandung naik taksi atau bus juga?"
"Jadi nggak ikhlas nih jempit?"
"Nggak ikhlas-lah. Gue kan harusnya nebeng Papa Mama semalem. Lo semalem dihubungi susah. Gue terpaksa nyetir pagi-pagi."
"Nyinyirin Maya dan kemacetan di pagi hari bukanlah perpaduan yang pas. Dengan mata yang masih segaris, Aneska harus mendengar kakaknya berkomentar seperti biasa. Mengomentari apa saja. Beruntung pada omelan tidak jelas. Apakah selamanya kakaknya harus berkomunikasi dengan cara seperti ini?
Sejak dulu sudah begini. Jadi, sekali lagi, Aneska mencoba maklum dan sabar.
"Target utama gue kan apartemen, Mbak."
"Jangan sok idealis. Tapi bertahap gitu."
"Oh iya. Gue inget. Waktu itu lo mau beli mobil tapi dilarang Mas Dikta kan?" Maya terkekeh. "BIar apa? Biar dia bisa antar-jemput lo."