Dua puluh enam tahun hidupnya, Reygan kehilangan banyak hal. Dia tidak marah dengan Tuhan. Dia juga sudah lelah menyalahkan siapa-siapa. Dia juga berhenti untuk bertanya. Memangnya apa lagi yang perlu dia tanyakan? Kalau semua jawaban sudah dia terima dengan lapang. Dia tidak akan berandai-andai untuk memutar waktu. Buat apa kalau sudah begini garis takdirnya? Dia tidak bisa memilih untuk lahir dari keluarga mana. Tidak bisa memilih untuk tidak bertemu orang-orang yang akan menyakitinya.
Namun, di sini, setidaknya, banyak luka yang terobati dengan sendirinya.
Yang perlu Reygan lakukan hanya terus melangkah maju. Tidak perlu menoleh. Jika dia tidak punya kenangan indah di masa lalu, dia masih punya sekarang dan besok. Reygan tidak perlu cemas. Ada saja kebahagiaan yang menghampiri.