Semenit kemudian, Tante Dewi muncul dengan sepiring nasi penuh lauk. Reygan semakin merasa tidak enak. Dia hanya mampir sebentar, dan tidak berniat merepotkan begini.
Dibuatkan teh saja sudah merepotkan, karea menunda pekerjaan Tante Dewi. Dan sekarang, sepiring nasi berlimpah lauk sudah terhidang di atas meja ruang tamu. Reygan ingin menolek, tapi sudah terlanjur diambilkan. Semakin tidak enak lagi kalau dia menolak. Sementara cacing di perutnya terus berontak, menolak isi pikirannya.
"Kamu nggak suka lauknya, Rey?" Tante Dewi menyadari keterdiaman Reygan lagi. Dia memaklumi, mungkin Reygan masih canggung.
"Karena kita bertetangga, anggap saja rumah sendiri, Rey. Jangan sungkan. Tante masak banyak, kok."
Reygan terharu. "Saya doyan apa aja, Tan."
Tante Dewi tersenyum. Dia sejak dulu mendambakan anak lelaki dan mungkin tidak akan pernah terwujud. Tidak apa. Dia sangat bersyukur mempunyai Sonia.