"Hei, kalian dipanggil ke ruang BK sekarang!" Siswa itu mengarahkan tatapan pada Stella dan kawan-kawannya. Dari penampilannya, siswa itu bisa dipastikan kakak kelas Stella. Maka dari itu dia tidak terlalu takut pada Stella. Sebaliknya, siswa itu kagum dengan kecantikan Stella.
"Dipanggil ke ruang BK?" bisik Raya mengerutkan kening. Setelah memastikan siswa yang memberitahu mereka untuk ke ruang BK itu memang kakak kelas, gadis itu pun bertanya, "Kenapa, Kak? Ada urusan apa?" Untuk ukuran seorang gadis Raya memang badungnya minta ampun.
Padahal jelas-jelas dia itu seorang gadis, yang harusnya menjaga tata krama. Bahkan jika memang dirinya salah satu anggota dari The Angel Wings yang diketuai oleh Stella, tetap saja dia itu seorang gadis, adik kelas pula. Tapi bisa-bisanya dia petenteng-petenteng seperti itu. Nyalinya besar juga.
"Mana kutahu?" sergah kakak kelas itu, yang rambutnya cepak berlebihan. Dia juga memakai terlalu banyak minyak rambut sehingga membuat penampilannya terkesan jadul. Belum lagi potongan rambutnya. "Pergi saja sana biar bisa tahu." Tadinya dia ingin pergi, tapi beberapa detik kemudian mengurungkan niatnya.
'Ini momen langka,' angguk kakak kelas itu di dalam hati. 'Mumpung ada Stella si adik kelas cantik, aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Kalau bisa menyelam sambil minum air, kenapa tidak?'
Jadi kakak kelas itu berdeham sembari mendongakkan dagunya. "Makanya lain kali jangan bandel. Kalian itu adik kelas, orang baru di sekolah ini. Bisa-bisanya sudah membuat masalah dengan kakak kelas. Apa kalian yakin bisa tetap bersekolah di sini?" Kakak kelas itu berkacak pinggang, seolah ingin menunjukkan sisi maskulinitasnya. "Ini sekolah mahal dan elit. Biaya sekolah di sini mahal. Kalau niat kalian bersekolah di sini untuk membakar uang orang tua, itu hak kalian, asalkan jangan rugikan siswa-siswi yang lain. Mereka juga berhak memiliki lingkungan yang nyaman untuk belajar."
Tadinya kakak kelas itu berimajinasi kalau Stella dan teman-temannya akan langsung sadar setelah dia ingatkan. Setelah itu Stella akan berterima kasih karena sudah ditunjukkan jalan hidup yang benar oleh si kakak kelas. Kemudian hubungan mereka akan semakin dekat, mereka bertukar nomor telepon, dan akhirnya mereka bisa pendekatan lalu jadian.
Hore! Indahnya hidup ini jika memang semuanya bisa berjalan sesuai dengan rencana.
Sayangnya, hidup tidak semudah itu.
Buktinya saja Stella justru meludah di lantai, justru hampir mengenai sepatu mahal kakak kelas itu.
"Cuih!" Stella memasang wajah bengis setelah itu. Mata yang berdesing seperti elang, tapi tetap terlihat anggun dan sangat cantik.
Melihat hal itu, kakak kelas tersebut justru semakin menyukai Stella.
"Kalau mau ceramah jangan di sini, Kak! Ini bukan tempat untuk ceramah," sambung Stella. Gadis itu hampir saja pergi, tapi kakinya berhenti melangkah saat mendengar kakak kelas itu kembali bicara.
"Aku tidak asal memberikan ceramah, tapi aku tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dan kalian sudah mengerjai Luna. Iya kan? Kira-kira jika sampai terjadi sesuatu padanya, apa yang akan pihak sekolah lakukan pada kalian?"
Stella menyeringai, bukannya takut. "Memangnya ada bukti kalau kami yang melakukannya?"
Jawaban Stella kontan membuat kakak kelas itu membelalak sekaligus kaget. 'Apa maksud Stella? Bukannya memang dia yang mengerjai Luna? Aku tadi sempat melihat dia dan kawan-kawannya keluar dari kamar mandi terburu-buru. Dan tak lama kemudian Luna ditemukan pingsan serta mimisan dengan pintu terkunci di dalamnya.'
"Ada," kata kakak kelas itu tidak mau menyerah. "Aku punya buktinya. Aku sudah merekam kalian mengunci Luna di dalam kamar mandi."
Stella mengamati kakak kelas itu dengan benci. Bola matanya yang lebar dan cantik seperti boneka kini tampak seperti mesin pembunuh. Dalam sekejab kecantikan wajahnya berubah sangat mengerikan, bahkan lebih mengerikan daripada guru killer di sekolah itu.
Tangan ramping Stella terangkat. Dan…
GREP!
Gadis itu menarik kerah baju kakak kelas yang cerewet itu, yang tingginya tidak terlalu jauh dari Stella.
Raya dan Naura memasang wajah sinis dan puas. Bahkan kalau bisa mereka ingin segera membantu Stella untuk memberi pelajaran pada kakak kelas itu.
Hanya Lisa saja yang terlihat cemas dan ketakutan. Apalagi jika sampai seseorang memergoki mereka. "Aduh, bagaimana ini? Kalau ada orang yang melihat bagaimana? Pasti kami akan mendapatkan hukuman lebih besar lagi." Lisa bergeming, mulai memikirkan apa hukuman yang kira-kira akan dirinya dan teman-temannya dapatkan.
"Jangan-jangan diskors," gugup Lisa tercekat. "A-atau jangan-jangan dikeluarkan?" Matanya membulat sementara wajahnya memucat karena mendelik. "Tidak boleh terjadi." Kepalanya menggeleng dengan cepat. "Itu tidak boleh terjadi. Aku harus menghentikan Stella. Benar."
Keberanian Lisa muncul begitu saja, seperti biji buah-buahan yang akhirnya bersemi dan muncul dari dalam tanah, mendobrak kerasnya dataran yang melingkupinya.
Tapi sayangnya keberanian Lisa tidak berbekas apa pun apalagi setelah melihat Stella sudah berhasil mengangkat tubuh kakak kelas itu. "Hah? Stel-Stella? Tuan Putri Stella?"
"Argh! Stella!" Kakak kelas itu memegangi tangan Stella sementara kakinya sudah berada di atas lantai, tidak menapak sama sekali. "Turunkan aku! Stella, turunkan aku! Kau mau membunuhku, hah? Uhuk! Uhuk!"
Padahal Stella sama sekali tidak mencekik kakak kelas itu. Tapi karena mungkin kerah yang ditarik gadis itu menekan leher kakak kelas, jadi si kakak kelas sampai terbatuk-batuk.
Naura dan Raya yang tadinya bersemangat untuk ikut membully pun akhirnya ketakutan. Mereka tidak mau terlibat kasus pembullyan yang parah.
"Nau, ba-bagaimana ini?" gagap Raya. "Hentikan Tuan Putri Stella sana! Kita bisa kena kasus, Nau!"
"Aku tidak berani, Ray," geleng Naura, justru mundur beberapa langkah ke belakang.
Raya justru bergabung dengan Naura. Mereka saling bergandengan tangan.
"Tuan Putri Stella kesurupan ya?" Naura menggigil di posisinya.
Raya tidak berani menjawab. Saat mundur beberapa langkah, sikunya menubruk Lisa tanpa sengaja. Menoleh karena refleks, Raya baru sadar kalau ada Lisa di situ. Dalam sekejap saja tatapan Raya terlihat berbinar-binar. Gadis yang biasanya sering bertengkar dengan Lisa itu mendadak seperti melihat berlian dalam diri Lisa, sekaligus cahaya penyelamat yang sangat kuat.
Melepaskan genggaman pada tangan Naura, Raya pun segera menghampiri Lisa, dan justru menggenggam tangan Lisa dengan kuat. Dengan wajah memelas, Raya pun memohon, "Lis, cuma kamu harapan kami. Sadarkanlah Tuan Putri Stella! Dia bisa tersandung kasus nanti. Kalau itu terjadi, bisa jadi kita akan ikut terseret. Kau mau masih muda dipenjara?"
"Tidak lah!" dengking Lisa buru-buru.
"Kalau begitu, sadarkanlah Tuan Putri Stella!"
GLEK! Lisa pun menelan ludah. Meskipun takut, gadis itu mengangguk. "A-akan aku coba."
Sekarang kakinya merayap, lebih lambat daripada siput. Dari belakang, Raya sudah tidak sabaran. Jadi Raya mendorong Lisa sampai membuat temannya itu menubruk punggung Stella.
Semua orang terhenyak kaget karena Stella sekarang sudah menoleh pada mereka semua, seperti seorang monster.
Lisa yang tadinya berani tiba-tiba saja takut.
"Apa yang akan terjadi? Apa Tuan Putri Stella akan mengamuk?" bisik Naura ketakutan.
Raya menggelengkan kepala. "Aku juga tidak tau."
Lisa terbirit karena takut, lalu bergabung bersama dua teman lainnya.
Sementara itu, Stella mematung memandangi mereka. Di matanya, berkobar kemarahan. Tapi tangan gadis itu akhirnya melepaskan kerah kakak kelas tersebut, sehingga membuat suara benturan dan erangan.
"Apa yang kalian lakukan?" dingin Stella. "Ayo kita ke ruang BK."
Meskipun takut, semua teman Stella mengangguk. Mereka pun segera mengekori Stella. Tapi sebelum mereka benar-benar keluar, Stella sempat berbisik pada kakak kelas itu.
"Diam atau Kakak akan menyesal."
Dan kakak kelas itu pun histeris karena ketakutan.
Teman-teman Stella pun merinding. Mereka baru tau kalau ternyata ketua geng mereka bisa semengerikan itu. Tapi kini ada yang lebih mengerikan lagi, yaitu nasib mereka setelah sampai di ruang BK.
Apakah mereka akan diskrors? Atau justru dikeluarkan?
***