"Itu Pak Joko, Girls, satpam sekolah!" kata Naura. "Sepertinya dia mau mencari kita agar kita ke kelas lagi."
Raya heboh di tempatnya. "Tutup pintunya, Girls!"
Mereka belum sempat mendorong pintu yang ada di depan mereka karena jaraknya yang agak jauh. Tapi Lisa sudah lebih dulu berlari dan menutup pintu dengan cepat. Untungnya Lisa bisa melakukannya dengan pelan jadi Pak Joko tidak sempat menyadari ada anak-anak di sana.
"Hei!" teriak Pak Joko lagi, yang memakai seragam satpam berwarna putih. Di kepalanya bertengger topi berwarna biru donker. "Stella! Naura! Raya! Lilis! Eh." Pak Joko baru saja sadar. "Lisa. Iya, Lisa. Maksudnya Lisa bukan Lilis."
Pak Joko kembali mengitari area belakang sekolah itu untuk menemukan Stella dan teman-temannya. Sesekali Pak Joko berjalan dan memeriksa beberapa tempat, termasuk lubang-lubang kecil yang sebenarnya tidak mungkin dipakai anak-anak untuk bersembunyi.
"Pak Joko itu waras engga sih," cibir Raya mengintip, mengamati Pak Joko yang jangkung tapi berkulit agak gelap. "Yang dia cari itu tempatnya kecil lho. Mana muat kalau kita di sana? Terus ngapain juga sampai cari di situ?" Raya menggelengkan kepala tidak habis pikir.
Stella ikut mengintip. Saat melihat Pak Joko berjalan ke arah mereka, gadis itu buru-buru memberikan perintah pada teman-temannya. "Ayo kita tahan pintu ini, Girls! Pak Joko berjalan kemari. Dia bisa menemukan kita di sini. Ayo!"
Dengan kondusif anak-anak itu segera berkerumun di depan pintu. Tangan mereka menahan pintu. Lilis tidak membantu, tapi gadis itu mencari beberapa balok kayu yang cukup berat agar bisa menahan pintu lebih kuat lagi.
Sekarang mereka sudah bersatu, seperti para pahlawan yang ingin mempertahankan keselamatan bersama.
DUM! DUM! DUM!
Langkah kaki Pak Joko seperti dentuman palu raksasa, yang semakin lama semakin cepat dan menggemparkan. Bumi bisa saja terguncang hebat, mendadak terjadi bencana alam. Seperti itulah perumpamaannya.
Stella dan teman-temannya gugup. Tapi mereka tetap memacu kekuatan bersama demi menahan pintu di depan mereka.
"Tapi, kurus-kurus begitu Pak Joko kuat, Girls," bisik Naura cemas. "Kalau nanti kita terpental karena kalah dengan Pak Joko gimana, Girls?"
Sebenarnya Stella pun takut jika nanti dengan prediksi yang serupa. Tapi jika dirinya memperlihatkan ketakutannya, itu justru akan memperburuk mental teman-temannya. Menjadi ketua, meskipun hanya sebuah geng anak badung, tidak bisa dilakukan seenaknya. Apalagi jika Stella masih ingin gengnya berjalan terus.
"Kalian di sini kan?" Pak Joko sudah berada di depan pintu, bahkan mulai menggedor pintu.
Getaran pintunya menembus hingga bisa dirasakan oleh anak-anak itu. Lisa hampir menjerit karena terlalu kaget dan ketakutan. Tapi untungnya gadis itu bisa menahan dirinya sendiri.
Cukup lama Pak Joko menggedor pintu. Security itu juga tadinya ingin memanggil teman-temannya agar bisa membantunya menggedor dan mendobrak pintu. Tapi tiba-tiba HT miliknya berbunyi.
"Pak Joko monitor!"
Dan Pak Joko pun menjawabnya. "Monitor. Ada apa, Pak?"
"Kembali ke pos saja, Pak!"
Karena perintah itu akhirnya Pak Joko tidak melanjutkan menggedor pintu kembali. Satpam itu pun pergi untuk menuju ke pos.
Stella menoleh pada teman-temannya. Mereka saling pandang satu sama lain, seperti sedang melemparkan telepati untuk berdiskusi. Tak lama kemudian mereka mengangguk bersama-sama, seolah sudah membuat keputusan.
Lisa sudah sibuk menyingkirkan balok-balok yang menutupi pintu, dibantu oleh Stella dan yang lain. Tak lama kemudian pintu pun dibuka.
"Sekarang mau kemana kita, Tuan Putri?" tanya Raya. "Mau membolos dimana lagi? Sebenarnya di sini nyaman, tapi udaranya…" Tangan Raya mengipas wajahnya berulang kali.
"Atau ke kantin saja?" usul Naura, yang dipatahkan oleh dirinya sendiri. "Kalau Pak Joko saja bisa pergi ke sini, kemungkinan di kantin juga ada satpam yang berpatroli. Kita seperti pencuri saja. Iya tidak, sih?"
Lisa yang sejak tadi diam saja akhirnya menyeletuk, "Bagaimana kalau kita kembali ke kelas saja?"
Semua teman-temannya menoleh padanya dalam sekejap mata, memberikan respon yang negatif, termasuk Stella. Melihat hal itu Lisa pun menunduk dengan malu-malu, sedikit merasa bersalah. Padahal dia berpikir kalau idenya tidak buruk juga. Lalu kenapa teman-temannya begitu padanya? Huff!
"Kalau kau mau kembali ke kelas, kembali saja," ujar Stella, yang bernada lembut dan rendah tapi entah kenapa terdengar menusuk dan menyeramkan. Ekspresi Stella apalagi, menyeramkannya bukan main.
"Tidak kok," bisik Lisa menunduk. "Aku-aku mau ikut kalian saja. Tapi kemana?"
Bersama-sama mereka berpikir keras. Semua kemungkinan sudah mereka bahas, tapi selalu saja ada resiko sangat besar. Akhirnya setelah cukup lama berdiskusi, mereka menemukan satu jawaban.
"Bolos aja!" usul Raya mantap. "Kita bolos, keluar dari sekolah. Itu, tembok belakang sekolah biasanya sering digunakan untuk membolos kan? Ayo kita pergi ke sana saja."
"Tas kita bagaimana?" keluh Naura. "Make up milikku ada di sana semua lho."
"Dompetku juga ada di dalam tas," polos Lisa. "Aku hanya membawa beberapa uang saja."
"Sudah tau kau itu sering menghabiskan uang, Lis, kenapa malah bawa uang sedikit?" kesal Raya.
"Kita minta saja beberapa anak untuk membawa tas kita keluar," kata Stella dengan ekspresi datar. "Kalau urusan membolos lewat pagar belakang sekolah, kita minta beberapa anak laki-laki untuk membantu kita."
"Memangnya mereka mau?" tanya Lisa dengan polos.
"Pasti mau," jawab Stella dengan mengeluarkan sejumlah uang.
Ide itu dilakukan. Untungnya saja semuanya bisa berjalan dengan lancar. Tas mereka sudah dibawakan oleh beberapa siswi yang mereka bully. Lalu beberapa anak bandel sudah berhasil dikumpulkan Stella dan diberikan uang. Tugas mereka adalah membantu agar Stella dan teman-temannya bisa keluar dengan cara memanjat tembok.
Untungnya berhasil. Dan mereka akhirnya keluar dari sekolah, memilih untuk berjalan-jalan di beberapa tempat seperti kafe dan lain-lain. Karena membawa jaket dan baju ganti, mereka bisa berganti baju, jadi tidak ada larangan untuk masuk.
Hari semakin sore. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Apalagi Stella juga akan ada janji dengan Bastian, yaitu bertemu di air mancur yang ada di kota.
"Aku pulang dulu, Girls!" Mereka semua pun berpencar untuk pergi ke tujuan masing-masing.
Tadinya Stella ingin pulang sebentar untuk sekedar mandi. Tapi karena malas pulang akhirnya gadis itu mandi di kamar mandi umum yang paling bersih. Ada minyak wangi, gadis itu pun menyemprotkannya di tubuhnya. Dan pakaian yang dia kenakan adalah pakaian yang baru saja dia beli. Uang sakunya masih cukup, apalagi dia sering memeras anak-anak di sekolahnya.
"Aku otw ke air mancur. Aku tunggu secepatnya ya?" Stella pun segera pergi ke area air mancur dengan naik ojek. Tak lama kemudian gadis itu pun sudah sampai.
Sekarang dirinya membuka ponsel miliknya. Muncul pesan dari Bastian. "Aku sudah sampai nih. Kau ada di mana, Stell?"
Stella hampir saja membalas pesan Bastian, tapi gadis itu mengernyit saat melihat pesan dari Bisma. "Aku sudah sampai, Ca. Sekarang kamu ada dimana?"
Gadis itu pun heboh dan membuka kotak pesan milik Bisma. Dan betapa terkejutnya gadis itu setelah melihat ternyata tadi dia salah kirim. Dan parahnya sekarang Bisma dan Bastian sudah sampai, dan berjalan mendekat dimana Stella berada.
***