"Kenapa kamu diam Bastian? Apakah Luna tidak akan bangun lagi?" tanya Cesi dengan mata yang memerah karena menangis. Ia masih belum bisa meredakan tangisnya, masih ada sisa-sisa tangis yang terdengar dari mulutnya. Cesi masih sesenggukan karena ia sangat sedih melihat kondisi sahabatnya yang terbaring lemah di dalam ruangan IGD Rumah Sakit SMA Bintang. Bagaimana nasib Luna? pikir Cesi dalam hatinya.
"Aku yakin jika Luna pasti akan bangun lagi. Aku yakin jika Luna baik-baik saja, kamu tenang saja Cesi, semuanya akan baik-baik saja." ucap Bastian berusaha meyakinkan Cesi, walaupun ia sendiri tidak yakin jika apa yang ia katakan akan benar-benar terjadi. Bastian sendiri tidak yakin jika Luna baik-baik saja, mengingat kondisi Luna yang seperti tadi, ia sendiri jadi takut jika ia memberikan harapan palsu pada Cesi. Tapi bukan kah mengatakan jika semuanya baik-baik saja itu lebih baik?
"Kamu tidak berbohong kan Bastian?" tanya Cesi dengan raut wajah ragu dan mulai mengusap sisa-sisa air mata di pipinya. Jujur saja, Cesi tak bisa berhenti menangis. Ia masih teringat dengan darah-darah yang membasahi baju seragam SMA Luna, mimisan Luna sangatlah parah.
"Aku tidak berbohong Cesi, percayalah padaku bahwa Luna akan baik-baik saja. Lebih baik kita doakan saja Luna supaya cepat siuman." ucap Bastian dengan nada sedikit melemah, ia merasa bersalah, ia merasa bahwa dirinya adalah pembohong besar karena telah membohongi Cesi tentang keadaan Luna. Tapi dibalik itu semua, Bastian melakukan ini karena terpaksa, ia tak mau membuat Cesi semakin bersedih jika tahu keadaan Luna sebenarnya sedang kritis.
"Benarkah Bastian?" tanya Cesi masih belum mempercayai perkataan Bastian. Ada sedikit keraguan di hatinya, firasatnya mengatakan bahwa Luna tidak sedang baik-baik saja. Tapi yang mana yang harus ia percaya sekarang? Kata hatinya atau kata Bastian?
"Iya Cesi, benar. Aku tidak pernah bohong, sama sekali tidak pernah. Apalagi membohongimu tentang keadaan Luna. Percayalah padaku Cesi." ucap Bastian untuk yang kesekian kalinya meyakinkan Cesi bahwa sahabatnya baik-baik saja. Dalam hatinya Bastian sangat meminta maaf pada Cesi karena telah membohongi Cesi tentang keadaan Luna yang sebenarnya. Namun kata-kata maaf itu hanya bisa tertelan di tenggorokannya, tak bisa ia keluarkan lewat mulutnya.
***
-Ruang Kelas XI IPS 1-
Keadaan kelas begitu ramai ketika berita tentang ada anak IPA yang dilarikan ke Rumah Sakit SMA Bintang karena ulah The Angel Wings yang mengunci siswi tersebut di dalam toilet hingga siswi tersebut pingsan dan mimisan. Ditambah lagi adanya gosip bahwa yang menggendong siswi tersebut adalah Bastian. Iya, Bastian Angkasa, siapa lagi jika bukan Bastian Angkasa? Di SMA Bintang hanya ada satu nama siswa yang bernama Bastian.
"Hey Bisma, kamu tahu tidak?" tanya teman sebangku Bisma yang bernama Farrel.
"Tidak tahu." ucap Bisma cuek, pandangannya tidak beralih, ia terus menatap buku sejarah yang ia baca sejak tadi pagi karena di kelasnya tidak ada guru yang masuk, maka dari itu kelas ramai karena jam kosong. Manusia mana yang tidak menikmati jam kosong? Ya, hanya Bisma yang tidak menikmatinya, Bisma sibuk belajar untuk persiapan Olimpiade Sejarah minggu depan.
"Belum juga aku bicara sudah dijawab." sungut Farrel dengan nada kesal dibuat-buat.
"Ya salah siapa bertanya tidak runtut, lengkap dan jelas?" tanya Bisma masih dengan nada cuek dan tidak peduli, ia menoleh sekilas ke teman sebangkunya yang bernama Farrel itu. Ia terkadang heran dengan Farrel apakah Farrel tidak lelah bicara banyak padanya? Padahal ia hanya membalas sepatah dua patah kata dari penuturan Farrel yang sepanjang rel kereta api itu.
"Iya iya… Semua salahku, selalu salahku." sahut Farrel mengalah dan pura-pura sedih. Persis seperti seorang laki-laki yang sedang mengalah terhadap pacarnya.
Dan itu membuat Bisma bergidik ngeri melihatnya, "Sungguh menjijikkan." ucap Bisma menatap datar kearah Farrel. Bagaimana bisa ia tahan duduk sebangku dengan orang macam Farrel? Bisma pun tidak tahu jawabannya. Disaat-saat seperti ini ia merindukan Bastian, sahabatnya. Hanya Bastian lah yang mengerti sifatnya dan tidak pernah menunjukkan sisi menjijikkannya di depannya.
"Apanya yang menjijikkan?" tanya Farrel pura-pura tidak tahu dan memasang tampang polosnya.
"Wajahmu yang menjijikkan." ucap Bisma kejam, tak memikirkan perasaan Farrel sama sekali. Sekali lagi, Bisma tidak peduli. Ia tak pernah peduli dengan siapapun kecuali orang itu penting di hidupnya. Ah iya! Ini artinya Farrel tidaklah penting di hidupnya. Bisma tetap dikenal sebagai orang tercuek dan terdingin di SMA Bintang. Namun sikap Bisma yang seperti itu malah membuat perempuan-perempuan penasaran dengan Bisma, termasuk Stella. Stella sangat merasa penasaran dengan Bisma, hingga tanpa Stella sadari rasa penasaran itu tumbuh menjadi rasa suka di hati Stella.
"Aku tertohok dengan perkataanmu tuan Anggara." ucap Farrel dengan nada bercanda. Sungguh ia tak marah apalagi memasukkan ke hati perkataan Bisma. Ia kenal dengan Bisma, sudah setahun menjadi teman sebangku Bisma membuatnya mengenali sikap Bisma yang sebenarnya. Setidaknya secuek-cueknya Bisma, Bisma masih memiliki sisi baik, walaupun tak terlihat.
"Bodo amat, saya tidak peduli. Ada apa sih? kalau Cuma mau basa-basi mending tidak usah, buang-buang tenaga saja. Aku sibuk, mau belajar." ucap Bisma dengan nada malas-malasan. Kenapa sih orang-orang di sekelilingnya sangat suka mengusik ketenangannya dan mengganggunya? Apakah mereka tidak punya kerjaan lain selain mengusik ketenangan orang? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepalanya yang tidak pernah akan mendapat jawaban dari siapapun.
"Tidak basa-basi Bisma. Ini penting, sangat penting malah. ini menyangkut sahabatmu, sahabat terbaikmu. Siapa itu namanya? Bastian? Bastian Angkasa kan?" tanya Farrel merubah raut wajahnya menjadi serius. Masa iya Bisma tidak tahu menahu tentang berita itu? Sebegitu tidak pedulinya kah Bisma dengan sekelilingnya? Hingga topik hangat ini tidak sampai ke telinganya?
"Hm… Iya, Bastian Angkasa. Kenapa dia? Apakah dia membuat ulah?" tanya Bisma dengan polosnya menuduh Bastian membuat masalah. Padahal sebenarnya Bastian sedang ramai di perbincangkan karena hari ini ia menjadi super hero di SMA Bintang.
"Tidak. Tentu saja tidak. Malah sebaliknya." ucap Farrel menyangkal perkiraan Bisma itu. Bisa-bisanya Bisma berprasangka seburuk itu pada sahabatnya sendiri. Apa sebenarnya yang ada di pikiran Bisma? Kenapa Bisma begitu cuek dan tidak peduli dengan sekelilingnya? Itu masih menjadi pertanyaan besar di kepala Farrel.
"Sebaliknya bagaimana? Maksudmu apa? Aku tidak mengerti." sahut Bisma mulai sedikit tertarik dengan pembicaraan ini. Maka dengan gerakan cepat Bisma langsung menolehkan wajahnya menatap Farrel dan menutup buku sejarah yang sejak tadi ia baca.
"Penasaran ya? Hm… Tumben peduli, giliran persoal Bastian aja kamu peduli, giliran tentang aku, kamu malah tidak peduli." ucap Farrel pura-pura kesal dan memalingkan wajahnya menatap kearah lain. Ia ingin mengerjai Bisma, ia ingin mengetes Bisma, seberapa penasarannya Bisma tentang informasi yang ia bawa yang menyangkut Bastian? Kita tunggu saja permainannya.