Lukas menatap anak anak kembarnya yang ada di kamar bayi. Bibirnya melengkungkan senyum sejak tadi.
Cinta yang ada di sebelahnya pura pura tersenyum dan tertarik dengan apa yang dilihat Lukas saat ini.
"Mereka sangat menggemaskan," puji Lukas. Kalimat itu sudah meluncur dari mulutnya berkali-kali. Membuat Cinta diam diam memutar bola matanya karena bosan.
"Benar, mereka sangat menggemaskan," sahut Cinta. "Kamu tidak melihat keadaan Kasih?" tanya Cinta.
Lukas baru teringat jika dia belum melihat keadaan Kasih sejak istrinya itu melahirkan.
Sudah tiga jam berlalu, seharusnya dia sudah bisa dikunjungi oleh suaminya.
"Kalau begitu aku akan melihat Kasih dulu," Lukas pamit kemudian meninggalkan Cinta sendirian di sana.
Cinta memandangi Lukas yang berjalan dengan langkah terburu-burunya. Lelaki itu seakan tidak sadar jika saat ini dia memang sudah sangat berubah sikapnya pada Kasih.
"Lihat saja, sebentar lagi. Kamu akan jijik dengan wanita itu," gumam Cinta penuh dengan keyakinan.
**
Lukas membuka kamar di mana Kasih sedang istirahat. Senyumnya langsung menghiasi wajahnya saat melihat Kasih menoleh ke arah pintu yang dibuka.
"Bagaimana dengan anak anak kita, Lukas?" tanya Kasih.
"Mereka semua sehat. Mereka sangat menggemaskan. Sebentar lagi mereka akan dibawa ke sini," kata Lukas dengan semangat.
"Syukurlah. Aku sudah ketakutan karena seharusnya mereka lahir satu bulan lagi."
"Dokter mengatakan jika hal itu sudah biasa, meleset atau tidak tepat. Yang penting mereka dan kamu selamat."
Kasih mengangguk. Dia memejamkan matanya ketika keningnya dikecup lembut oleh Lukas.
Jika saja Lukas selalu bersikap seperti saat ini. Mungkin dirinya akan mengabdi menjadi istri yang baik.
Mungkin dia tidak akan mengatakan keinginannya untuk bercerai dengan lelaki itu.
Benih benih cinta yang ada di dalam hati Kasih muncul kembali. Ia jatuh cinta pada sikap Lukas yang seperti ini.
"Lukas, masalah perceraian itu—"
"Tidak, kupikir kamulah yang lebih tepat mengurus anak anak kita," sahut Lukas.
"Kamu yakin?"
Lukas mengangguk, "Tentu saja. Aku tidak akan menceraikanmu."
Hati Kasih bergetar mendengar Lukas berkata seperti itu pada Kasih. Yang ada di depannya saat ini, bukan seperti Lukas yang dia kenal. Dia lebih murip seperti orang lain.
"Lalu, bagaimana dengan ibu? Apakah dia maasih mau menerimaku di rumah itu?"
Lukas mengusap tangan Kasih. "Cinta tidak akan bisa mengurus anak anak kita. Ibu pasti mengerti. Lagi pula, mana mungkin aku memisahkan anak anak itu dengan ibunya?"
Mendengar Lukas berkata seperti itu, ada kelegaan dalam diri Kasih sekarang.
Setidaknya Lukas kini ada di pihaknya.
Sementara itu Cinta yang sejak tadi berdiri di depan pintu kamar Kasih. Samar samar mendengar niat Lukas yang tidak akan menceraikan Kasih.
"Aku sudah menduga kalau kamu akan begini. Kamu akan melupakanku kemudian mengusirku dari rumah itu jika aku tidak melakukan sesuatu," gumam Cinta.
Ponselnya tiba tiba berdering. Membuat Cinta terkejut.
Panggilan dari ibu mertuanya pasti ingin menanyakan masalah cucunya.
"Cinta, bagaimana dengan anak anak Lukas? Apa mareka sehat dan baik baik saja?"
"Ya, Bu. Mereka baik baik saja. Apa ibu tidak akan datang ke rumah sakit?"
"Tidak. Aku akan menunggu mereka pulang ke rumah saja."
Cinta tersenyum.
"Ibu—apakah ibu masih mendukung Cinta?"
Hening cukup lama.
"Apa maksudmu?"
"Cinta akan pulang sekarang dan bicara dengan ibu masalah Lukas dan Kasih."
**
Meskipun dia sangat menginginkan Luki. Tetapi Clara pikir membuat lelaki itu celaka maka tak mungkin.
Apalagi membuatnya hilang ingatan. Ia tak mau jika sampai Luki melupakannya.
Masih ada cara lain yang akan Clara dapatkan. Namun biaya yang diminta Deri tidaklah sedikit.
Dengan metode hipnotis yang berasal dari India. Deri mengatakan jika Luki akan melupakan semua termasuk kesalahan Clara yang sudah dia lakukan.
Metode itu juga bisa membuat Luki hanya mencintai Clara. Hanya saja—risiko yang akan dia dapatkan juga berakibat fatal untuk mental Luki.
Jika hipnotis itu bertabrakan dengan ingatannya. Maka besar kemungkinan Luki akan menjadi idiot atau gila.
Ponselnya berdering. Luki menghubunginya secara tiba tiba. Sebelum dia mengangkatnya. Sekretarisnya mengetuk pintu lalu masuk dan mengatakan jika rapat akan diadakan sebentar lagi.
"Lima menit lagi aku akan ke sana," kata Clara.
Sekertaris itu menutup pintu setelah mendapatkan jawaban.
Clara menarik napasnya dalam dalam lalu menjawab telepon dari Luki.
"Ya, sayang?" sapa Clara. Bersikap biasa saja seolah tak ada yang terjadi.
"Temui aku di restoran hotel Sunrise nanti malam, kutunggu kamu di sana jam tujuh."
Clara terdiam.
"Aku menginginkan jawaban darimu."
"Luki—tak bisakah kamu percaya saja padaku?"
"Aku akan percaya jika kamu bisa membuktikannya, Clara."
Padahal, jika Luki berniat untuk melupakan foto itu. Clara akan mengurungkan niatnya untuk melakukan hal buruk itu pada Luki.
Dia sudah terlanjur cinta mati pada lelaki itu. Namun tiba tiba semuanya terjadi begitu saja. Hal yang membuatnya gagal menikah dengannya.
"Baiklah, aku akan ke sana nanti."
Usai menutup teleponnya. Clara kemudian menghubungi Deri.
"Baiklah, aku akan menggunakan cara hipnotis itu," kata Clara.
Deri tertawa. "Transfer uangmu dulu padaku. Kamu kira ahli hipnotis itu melakukannya dengan cuma cuma?"