"Apa yang kamu lakukan, Cinta?" Ibu mertuanya terkejut ketika Cinta menemuinya malam itu dan berlutut di depannya dengan pasrah.
"Kamu kenapa?" Ibu mertuanya bertanya lagi. Ia berdiri dari duduknya lalu memegang kedua lengan Cinta. Ia mendongakkan wajah Cinta dan menatap wajah menantu kesayangannya itu sudah basah.
"Tolong Cinta, Bu," katanya dengan lirih.
"Tolong? Tolong apa?"
Cinta pun mengatakan semuanya pada mertuanya yang dia dengar ketika ada di rumah sakit tadi. Bagaimana Lukas tidak akan berniat menceraikan Kasih karena merasa Kasih lah yang lebih baik merawat anak anaknya nanti.
Cinta juga mengatakan jika Lukas akan membujuk ibunya agar mau menerima Kasih kembali.
"Jadi, kamu menangis karena Lukas tidak jadi menceraikan Kasih?" tanya mertuanya.
Cinta mengangguk. "Cinta bisa menjadi ibu yang baik. Lukas bahkan belum memberikan kesempatan itu pada Cinta tapi sudah berkata seperti itu."
Ibu mertuanya menghela napasnya.
"Sebenarnya, aku juga tidak setuju jika di rumah ini ada dua istri Lukas. Seharusnya hanya ada satu istri di dalam rumah ini. kendati orang orang sudah melupakan kejadian waktu itu. Namun tetap saja Lukas yang memiliki dua istri sering menjadi bahan olok-olokan di belakangku."
Cinta menatap serius wajah mertuanya.
"Tunjukkan padaku, kalau kamu memang lebih pantas dari Kasih. Dengan begitu aku akan membantu memberikan posisi Kasih kepadamu."
Cinta mengusap air matanya dengan kasar.
"Bu, bukankah sudah jelas jika Cinta jauh lebih baik dari Kasih? Kasih—apakah ibu sudah tahu jika Kasih bukan anak kandung ayah dan ibunya?"
Mendengar fakta baru itu tentu saja membuat mertuanya menoleh ke arahnya terkejut.
"Apa katamu?"
"Apa ibu mau memiliki menantu yang tidak jelas asal usulnya. Cinta juga mengetahui baru baru ini jika ternyata Kasih bukanlah anak ayah dan ibunya. Entah Kasih anak pungut, atau anak yang dibuang orang tuannya. Yang jelas, Cinta jauh lebih baik Bu."
Mertuanya memandang wajah Cinta, lalu dia tersenyum kecil.
"Tapi aku ingin melihat dulu, apakah kamu bisa menjadi istri yang baik untuk Lukas atau tidak." Mertuanya saat ini berpikir untuk memanfaatkan Cinta yang selama ini selalu bertingkah seenaknya saja di rumah itu.
Bahkan beberapa kali wanita itu terlihat tidak menghormati Lukas.
"Karena setelah kupikir pikir, Kasih sejak dulu selalu menuruti perintahku. Dia tidak pernah membangkang dan bahkan diam saja meski aku sudah menyuruhnya ini itu." Mertuanya sengaja memprovokasi Cinta. Membuat Cinta kelabakan.
Jika mertuanya sudah tidak ada di sisinya. Lalu siapa lagi yag akan mendukungnya untuk tetap berada di rumah itu?
"Cinta akan melakukan apapun Bu," kata Cinta bersungguh sungguh menyembunyikan seringaian yang menakutkan.
"Cinta akan melakukan apa saja yang Kasih biasanya lakukan. Tapi tolong aku untuk mendapatkan posisi Kasih."
Mertuanya menyesap tehnya dengan anggun. Sikapnya terlihat lebih santai daripada biasanya. Seakan dia telah mendapatkan kartu As-nya.
**
Luki melihat jam tangannya. Clara tak kunjung datang meski jam sudah menunjukkan pukul delapan.
Ke manakah wanita itu?
Karena khawatir terjadi apa apa pada kekasihnya. Akhirnya Luki menghubungi Clara.
"Maafkan aku Luki, aku masih ada rapat. Sepertinya malam ini aku tidak bisa datang menemuimu."
"Kamu mengatakan ini bukan karena ingin mengulur-ulur waktu kan?"
"Tentu saja tidak!" sambar Clara.
"Jika kamu terus begini. Dan tak mau menjelaskan apa yang terjadi pada foto itu, maka aku tidak akan segan untuk membatalkan pernikahan kita."
Di ujung telepon Clara sudah khawatir jika ancaman Luki akan menjadi kenyataan. Ia menggigit kukunya di balik meja di kantornya.
Dia tidak ada rapat. Ia hanya ingin membatalkan acara ketemuan itu secara sepihak. Karena Clara akan menggunakan metode yang seperti Deri usulkan.
Tak ada pilihan lain, selain Clara menggunakan cara itu.
"Maafkan aku, Luki," gumam Clara ketika panggilan mereka berdua sudah berakhir. "Aku juga tak mau menggunakan cara seperti ini. Tapi kamu memaksaku untuk melakukanya."
Clara kemudian menghubungi Deri, untuk melakukan tugasnya.
**
Luki menepikan mobilnya ketika melihat seorang anak kecil terlihat kesulitan memperbaiki sepedanya.
Ia turun hendak membantu anak kecil itu.
Namun—tanpa disadari ada seseorang berdiri di belakang Luki membawa obat bius yang sudah diletakkan dalam sapu tangannya.
Luki langsung tak sadarkan diri. Ia langsung dibawa masuk ke mobilnya kemudian mobil itu pergi meninggalkan anak kecil yang tak lain adalah suruhan Deri.
"Kita harus melakukannya cepat," kata Deri. Wanita yang ada di sebelah Luki tersenyum dengan tenang.
"Santai saja. Yang penting hasilnya, kan?"
**
Sudah satu hari sejak Luki dibawa pergi oleh Deri. Lelaki itu mengatakan jika dirinya saat ini sedang ada di vila.
Kediaman Lukas pun tidak ada satu pun orang yang menyadari jika ada satu anggota keluarga tidak pulang ke rumah tadi malam.
"Bagaimana? Apa sudah berhasil?" tanya Clara melalui telepon ketika dia menghubungi Deri.
"Kamu bisa ke sini malam ini. Sekaligus mengantarkannya pulang."
"Tapi—berhasil kan?"
"Tenang saja, aku sudah memastikannya. Tapi—jangan sampai ingatannya bentrok. Dia mungkin kehilangan beberapa memori, tapi masih mengingat hal hal penting lainnya."
"Baiklah kalau begitu, aku akan ke sana sekarang."