Kasih menunggu kepulangan Lukas dengan gusar. Sudah jam sebelas malam tapi suaminya itu masih belum sampai rumah juga.
Apa Lukas sudah pergi ke Swiss? Tetapi—tak mungkin kan dia tidak berpamitan pada Kasih?
Hingga suara mobil terdengar memasuki pekarangan rumah. Dengan langkah yang tak sabar Kasih berjalan mendekati pintu. Ia berharap jika Lukas kali ini yang pulang. Masalah dia akan pergi ke Swiss besok pun ia tak akan masalah. Asal dia pamit dulu padanya.
Namun air muka Kasih berubah drastis ketika melihat siapa yang datang saat ini. Bukan Lukas yang dia lihat—melainkan Luki yang baru saja turun dari mobilnya.
"Nunggu Lukas?" tanya Luki pada Kasih yang berdiri kaku di depan pintu.
Kasih mengangguk.
"Dia sudah ke Swiss tadi sore, memang dia tidak pulang dulu?"
Kasih menggeleng.
"Padahal tadi dia mengatakan akan pulang ke rumah untuk mengambil pakaiannya."
Jangan-jangan, Lukas kembali ketika dia sedang pergi ke pasar tadi sore? Maka dari itu dia tidak bertemu dengan suaminya itu?
"Apa Lukas pergi dengan Cinta?"
Luki seakan enggan menjawab. Dia tak ingin membuat Kasih semakin khawatir. Namun—tak perlu dijawab pun, Kasih tahu jika jawaban atas pertanyaannya itu adalah iya. Jika Lukas pergi dengan Cinta.
"Mereka akan pergi satu bulan, setahuku memang ada urusan pekerjaan di sana," jelas Luki. "Kamu tak perlu khawatir."
"Tapi bukan itu masalahnya," sahut Kasih.
Luki menaikkan kedua alisnya.
"Cinta—Cinta hamil anak Lukas," terang Kasih. Ia terduduk di depan Luki. Kedua lututnya seakan lemas karena tidak bisa menahan tubuhnya saat ini.
Kabar kepergian Lukas dengan Cinta membuatnya syok hingga dia tidak mendengar jika Luki memanggilnya berkali-kali.
"Hamil?"
Kasih mengangguk.
"Bagaimana kamu tahu?"
"Aku menemukan test pack di ruang kerja Lukas, dan dua garis merah—bukankah itu artinya Cinta sedang hamil?"
Luki mengusap wajahnya sendiri dengan emosi. Dia tidak menduga jika sepupunya itu akan melakukan hal sejauh ini dengan Cinta. Jika dia masih mencintai Cinta, tidak seharusnya dia menikahi Kasih.
"Begini saja—kalau Lukas dalam sebulan tidak pulang, aku akan mengantarkan kamu ke Swiss dan menemui kakak dan Cinta di sana."
Seuntai harapan Kasih temukan. Dia berharap jika Lukas benar benar ke sana karena pekerjaan. Bukan untuk menikahi Cinta. Karena Kasih tahu, Swiss adalah negara impian Cinta sejak dulu.
**
Satu bulan berlalu. Lukas pun tidak kunjung pulang. Tiap kali lelaki itu dihubungi, selalu saja beralasan jika dirinya tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Namun Kasih tak lantas percaya, karena Lukas tak pernah memberikannya waktu meski satu menit pun untuk bicara.
"Tolong temani aku ke Swiss," kata Kasih malam itu. Dia melihat Luki baru saja masuk ke dalam rumah.
Luki yang melihat Kasih duduk di ruang tamu pun terkejut. Padahal sekarang jam dua malam, tapi wanita itu masih menunggungnya kembali.
"Aku hanya mau memastikan jika Lukas tidak berbohong kepadaku. Ini sudah satu bulan lebih, dan Lukas tak pernah bisa bicara kepadaku. Bukankah itu sangat aneh?"
Karena kasihan dengan Kasih. Akhirnya Luki setuju untuk mengantar Kasih pergi ke Swiss.
"Tapi aku hanya memiliki waktu satu minggu, tidak apa apa, kan?"
Kasih mengangguk. Seulas senyum terbit di bibir Kasih. Namun senyum itu terlihat pahit dan dingin.
"Terima kasih, Luki. Aku tidak tahu kalau tidak ada kamu di sini," kata Kasih. Ia kemudian berdiri dari duduknya. Lalu kembali ke kamarnya yang ada di lantai dua.
Luki memandangi punggung yang menyedihkan milik istri sepupunya itu.
Seingat Luki, Kasih dulu tidak seperti ini. Dia sangat cantik dan memesona.
Dulu ia tampil begitu percaya diri ketika masuk pertama ke dalam rumah keluarganya.
Bahkan Luki sempat berpikir, ingin merebut Kasih dari sepupunya waktu itu. Namun Luki mengurungkan niatnya ketika tahu jika Kasih sangat mencintai kakaknya.
Awalnya Luki setuju dengan pernikahan sepupunya dan Kasih. Tetapi ketika mengetahui jika Kasih adalah sahabat Cinta, mantan kekasih Lukas. Luki memiliki pikiran buruk, bagaimana jika Kasih hanya dimanfaatkan oleh sepupunya?
Dan benar saja, hal yang pernah terbesit dalam pikirannya itu terjadi juga. Lukas benar benar membuang Kasih dalam waktu yang singkat.
Pernikahan mereka bahkan belum berjalan lama. Tapi Lukas sudah memiliki gelagat aneh. Apalagi ketika dia mendengar jika Lukas telah membuat Cinta hamil.
Apakah nantinya dia akan memiliki dua istri? Memadu Kasih yang selama ini sudah sakiti?
**
Di tempat lain. Cinta dan Lukas bertengkar karena Cinta hanya ingin menikah dengan Lukas. Tapi tak ingin melahirkan anaknya.
Lukas pun kesal karena Cinta malah berubah pikiran begitu cepat.
"Lalu kamu mau menggugurkan kandunganmu?" tanya Lukas. "Lalu apa gunanya aku menikahimu?"
"Lukas! Bukankah kamu masih mencintaiku makanya kamu mau menikah denganku?"
Lukas terdiam cukup lama, membuat Cinta gusar. Pernikahan mereka beru berjalan dua minggu. Tapi sudah ada saja masalah di antara mereka berdua.
"Tidak, aku tidak akan menikahimu kalau kamu tidak hamil."
Mata Cinta membulat.
"Karena Kasih?"
"Bukan."
Cinta mendecih. "Bilang saja padaku, kalau kamu seperti ini karena Kasih kan? Kamu tidak mau melukai Kasih, kan?"
Lukas membalikkan tubuhnya. "Sudah cukup! Sebaiknya kamu pertahankan kandunganmu itu jika masih ingin menjadi istriku. Itu adalah alasan yang tepat mengapa aku menikahimu."
Cinta tak dapat berkata apa-apa. Ia melihat Lukas pergi meninggalkan kamar hotelnya.
"Tapi aku tak mau hamil," gumam Cinta.
**
Ibu mertua Kasih sudah uring-uringan sejak pagi, lantaran Kasih tiba tiba ingin menyusul suaminya ke luar negeri.
"Tugas di rumah ini banyak, tapi kamu malah ingin pergi libur? Di mana otak kamu, Kasih?!"
Sambil membereskan bajunya di koper. Kasih menjawab dengan santai dan pelan. "Kasih di sana hanya sebentar Bu. Tidak akan lama, Kasih hanya ingin menemui suami Kasih. Apa itu salah?"
"Salah, karena Lukas tidak pernah mengizinkanmu untukmu pergi ke sana. Jadi sebaiknya kamu batalkan penerbanganmu ke Swiss sekarang juga."
"Maaf Bu. Tidak bisa." Kasih berdiri tegak sambil menurunkan kopernya. Ia tersenyum pada ibu mertuanya itu lalu memeluk. "Kasih akan kembali minggu depan."
Kasih pun keluar. Di depan rumah, Luki sudah berada di samping mobil untuk menunggu dirinya.
"Kasih! Jangan harap kamu bisa masuk ke rumah ini lagi kalau kamu pergi sekarang!" teriak ibu mertuanya. Namun Kasih tidak peduli.
"Bibi pasti gusar karena di rumah tidak akan ada yang bisa memasak makanan kesukaannya," komentar Luki saat Kasih masuk ke mobilnya. "Jadi tidak mungkin dia mengusirmu," kekeh Luki dengan ringan.