Lukas terkesiap ketika dia melihat Cinta berdiri di balik pintu dan menatapnya dengan penuh pandangan yang menyelidik.
"Kamu baru dari mana?" tanya Cinta.
"Aku mencari udara segar," jawab Lukas, dia melewati Cinta dan bersiap untuk tidur kembali.
"Malam malam begini? Padahal kamu bisa membuka jendela balkon kalau hanya ingin mencari udara segar."
"Aku ingin jalan jalan," balas Lukas malas. Dia sudah bisa sedikit tenang sekarang, dan saat ini dia bisa tidur nyenyak.
Cinta tak ingin terus berdebat, akhirnya dia mengikuti Lukas tidur di atas ranjang dan memeluk lelaki itu dari belakang.
"Setelah kupikir-pikir. Bagaimana kalau kita pindah rumah saja," kata Cinta . Mata Lukas kembali terbuka dan memandang Cinta dari samping.
"Kenapa harus pindah? Kamu tak suka tinggal bersama dengan ibuku?"
Cinta menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bukan seperti itu. Maksudku—" Aku pasti tak akan bisa hidup bebas jika ada ibumu di sana. Belum lagi ada Kasih yang membuat pergerakannya tidak sebebas jika tinggal berdua.
"Pokoknya kita tak bisa pindah. Ibu bisa kesepian kalau aku pergi dari rumah itu."
Untuk sesaat Cinta lupa, jika Lukas adalah anak kesayangan ibunya. Dan Lukas sangat menyayangi ibunya itu.
"Baiklah kalau begitu, aku hanya berpendapat saja." Tapi lain kali aku akan membuat kita bisa pergi dari sana.
**
Luki keluar dari kamar ketika Lukas sudah rapi dengan pakaian formalnya.
Suami Kasih itu melewati Luki begitu saja seakan tidak terjadi apa apa tadi malam. Padahal yang sebenarnya dia malu karena sudah terlalu khawatir tentang Luki yang tidur dengan Kasih.
"Tunggu dulu!" cegah Luki.
Lukas menghentikan langkahnya kemudian memandang Luki gugup.
"Ada apa? Hari ini aku sibuk, aku harus bertemu dengan klien pagi ini."
"Tadi malam, kamu ke kamarku, kan? Ada apa?" tanya Luki curiga.
Lukas tak bisa menjawab jika dia ke sana karena ingin memastikan Kasih berada di kamarnya sendirian. Namun dia harus menjawab apa?
"Aku ingin mengajakmu minum," jawab Lukas asal. Ia berharap jika adik sepupunya itu akan memercayai apa yang dia katakan saat ini.
"Minum? Tiba tiba?"
"Memangnya kenapa dengan ajakan minum? Aku tak bisa mengajak para wanita itu karena sudah malam," kata Lukas dengan gugup. Takut jika kebohongannya akan terbongkar.
"Nanti malam saja kalau begitu," kata Luki pada akhirnya.
Lukas terdiam. Dia jarang minum dengan Luki. Karena sifat keduanya yang bertolak belakang.
"Baiklah, aku akan menunggumu di bar hotel jam delapan," ucap Lukas sebelum akhirnya pergi dari hadapan Luki.
Luki memandangi punggung kakaknya yang melewati koridor. Yang kemudian menghilang ke dalam lift.
Ia merasa yakin jika alasan Lukas menemui malam-malam dirinya kemarin pasti bukan karena ingin minum. Melainkan masalah lain.
**
Luki keluar dari kamar mandi. Dan pada saat itu lah dia melihat ponselnya menyala.
Nama Clara muncul memanggilnya. Pasti saat ini dia sudah tahu jika Luki ada di luar negeri.
"Halo?" sapa Luki. Ia duduk sambil menghanduki rambutnya yang basah.
"Kata tante kamu ada di Swiss? Kamu ada urusan apa di sana?"
"Masalah pekerjaan. Hanya satu minggu aku kembali lagi. Ada apa?"
"Tidak apa apa. Aku hanya merasa heran padamu. Kenapa kamu selalu menolak jika memintamu ke luar negeri. Tapi sekarang kamu tiba tiba ada di Swiss."
"Aku ada urusan, lagi pula minggu depan kamu juga sudah kembali kan?"
"Hmm, aku kembali karena merindukanmu. Aku harap kita segera mempercepat pernikahan kita."
Luki tidak menanggapi. Dia hanya diam, membuat Clara merasa terluka.
"Kamu tak ingin menikah denganku?" tanya Clara.
"Bukan begitu—"
"Lalu?"
"Perusahaan ini—aku ingin membuat perusahaanku sukses dulu."
Di ujung, Clara mendecih. "Sukses katamu? Padahal perusahaan itu bukan tanggungjawab dirimu seorang."
Luki diam lagi.
"Sudahlah kalau begitu. Kamu tidak asik, dan aku merasa lama lama hanya aku yang mencintaimu, tapi kamu tidak!"
"Bukan seperti itu Clara tapi—"
TUT TUTT TUTT
Telepon itu ditutup sepihak oleh Clara. Luki hanya menghela napasnya, ia sudah hafal dengan sifat Clara yang seperti itu. Suka menarik kesimpulan sendiri seperti sekarang.
Karena tadi malam Kasih mabuk berat, pasti wanita itu sekarang pusing. Luki mengetuk pintu kamar Kasih untuk mengajaknya makan sup agar meredakan pengarnya.
"Sepertinya aku tidak bisa makan bersamamu," kata Kasih. Suaranya jadi serak dengan rambut yang kusut masai.
"Kamu sakit?" tanya Luki.
"Hanya sedikit pusing." Kasih memijat kepalanya yang terasa berat.
"Kalau begitu aku pesankan makanan untukmu ke kamar."
**
Lukas baru saja bertemu dengan kliennya. Niatnya dia ingin membelikan pakaian yang bagus untuk Kasih tanpa sepengetahuan Cinta.
Meski bagaimanapun, Lukas merasa bersalah karena sudah membuat Kasih seperti saat ini. Apalagi melihat tadi malam.
Namun setelah dia mendapatkan pesan dari Cinta. Lukas mengurungkan niatnya.
"Maaf saya tidak jadi membelinya," kata Lukas. Ia langsung keluar dari toko pakaian tersebut dan bergegas menuju hotel.
Cinta mengirimkan pesan pada Lukas. Sebuah foto yang menunjukkan Luki pagi pagi mengunjungi kamar Kasih.
Lalu mereka keluar dalam jeda satu jam.
Apa yang sudah mereka lakukan? Kenapa mereka sangat berani? Batin Lukas berkecamuk.
Ia tak mau kalau sampai Kasih menyukai Luki itu apapun alasannya.
**
Kasih mendengar suara pintu diketuk dengan tak sabar. padahal jika dia adalah Luki, maka lelaki itu akan menekan bel pintu kamarnya.
Dengan langkah gontai. Kasih menghampiri pintu. Ia terkejut ketika melihat Lukas berdiri di depannya.
"Lukas—apa—"
Lukas mendorong Kasih ke dalam kamarnya. Lalu dia menutup pintu kamar itu dengan kasar.
"Apa yang aku lakukan? Seharusnya aku yang tanya seperti itu padamu! Apa yang sudah kamu lakukan dengan Luki ketika aku pergi!"
Kasih masih tak mengerti apa maksud Lukas. Karena dia dan Luki memanglah tak melakukan apa apa.
"Kamu—mencoba untuk berselingkuh dengan Luki? Kamu menyukai Luki?!" tanya Lukas dengan nada yang tinggi.
"Kenapa kamu bisa bertanya seperti itu? Aku—aku sama sekali tidak menyukai Luki. Aku tidak tahu mengapa kamu bisa berkata demikian, tapi kamu salah, Lukas."
"Lalu ini apa!" Lukas mengeluarkan ponselnya kemudian menunjukkan pada Kasih sebuah foto yang menunjukkan Luki yang keluar masuk dari dalam kamarnya.
"Oh itu—aku sakit, makanya dia—"
"Makanya kamu pulang saja!" bentak Lukas.
Kepala Kasih semakin berat. Ia merasakan tubuhnya seketika menjadi ringan. Kemudian dia kehilangan kesadarannya.