"Gila! Jadi kamu melakukannya dengan Lukas ketika di luar negeri kemarin?" tanya Velove ketika malam itu Kasih mendatangi rumahnya.
Seperti tak ada tujuan, Kasih pergi ke sana karena seakan tidak memiliki tujuan.
"Tanpa menggunakan obat?"
Kasih mengangguk.
"Kalau aku hamil. apa semuanya akan berubah?" tanya Kasih.
"Aku tidak tahu. Tapi Cinta sudah seperti itu, aku takut kalau dia melakukan hal yang lebih dari ini," kata Velove.
**
Satu minggu pun berlalu. Akhirnya resepsi pernikahan Lukas dan Cinta pun diadakan.
Berbeda dengan pesta pernikahan Lukas dan Kasih waktu itu. Kali ini pesta pernikahan mereka sangat meriah. Seribu tamu undangan datang untuk mengucapkan selamat pada Cinta dan Lukas, tak peduli jika lelaki itu sudah pernah menikah sebelumnya.
Kasih yang berada tak jauh di sana duduk dan mengamati para tamu yang datang. Tugasnya di sana hanya tersenyum seolah dia memang sudah mengikhlaskan suaminya menikah lagi dengan wanita lain.
Padahal yang sebenarnya terjadi mereka berdua telah menipunya selama ini. Bermain di belakang mereka menganggap Kasih tak pernah ada.
"Seharusnya kamu tidak perlu datang," kata seseorang. Ketika Kasih menoleh, dia melihat Luki sudah ada di sebelahnya.
Kasih tersenyum kecut. "Mana bisa seperti itu," sahutnya.
"Kalau kamu sudah tidak bisa menghadapi mereka berdua. Sebaiknya kamu—melepaskan Lukas."
Kasih menoleh. "Apa kamu sudah tidak mau mendukungku lagi?"
Luki menatap mata Kasih yang tersirat kesedihan amat dalam. "Bukan begitu, tapi kebahagiaanmu adalah segalanya, kan?"
Acara semakin meriah, ketika Cinta dan Lukas memotong kue pengantin tingkat sembilan. Bahkan dulu di pernikahan pertamanya tak ada kue di pernikahannya.
Kasih tak mau membandingkan, hanya saja dia semakin merasa memang Cinta lah pemenang di hati Lukas.
Tak peduli apa yang sudah Lukas lakukan kemarin ketika ada di Swiss. Nyatanya Lukas kini sudah berbeda dan kembali seperti semula. Lukas menjadi dingin dan angkuh padanya.
Tak ada lagi kehangatan yang Lukas berikan lagi seperti mereka berada di luar negeri kemarin.
Kasih berdiri. Dia meninggalkan kursinya menuju toilet. Di sana dia menatap wajahnya yang terlihat sangat menyedihkan. Haruskah dia mengalami hal menyakitkan seperti ini?
"Kamu lihat wanita yang duduk di meja paling depan? Dia istri pertama pak Lukas, kan? Bisa bisanya dia merebut kekasih sahabatnya sendiri," kata seseorang.
Kasih yang ada di dalam toilet terkejut ada yang membicarakannya di belakang.
"Padahal wajahnya sangat polos ya, tapi aku tak tahu jika sifatnya tidak terpuji," timpal satunya.
"Pak Lukas pandai ya, dia memilih Cinta karena Cinta jauh lebih cantik dari sahabatnya," kekehnya.
"Seperti wanita kampungan. Wajar saja ketika ada acara keluarga di perusahaan pak Lukas tak mau membawa istrinya."
Kasih sudah tidak tahan lagi. Dia akhirnya keluar dari toilet dan ingin melabrak kedua orang itu.
"Coba ulangi apa yang kalian katakan tadi?" tanya Kasih dengan suara gemetar.
Mereka berdua sontak melihat ke belakang. Sempat terkejut tapi tidak menunjukkan rasa bersalahnya.
"Kami memangnya bilang apa? Kami tidak bilang apa apa tuh," kata perempuan dengan tubuh yang pendek.
"Lagi pula, kalau pun iya kami mengatakannya. Bukankah hal itu memang benar?" sahut satunya tak takut meski Kasih adalah istri dari direktur perusahaan tempatnya bekerja.
"Sudahlah ayo kita pergi."
"Kita tidak akan dipecat kan?"
"Tak akan ada yang memecat kita, karena pak Lukas hanya mendengarkan apa kata Cinta bukan wanita kampungan tadi."
Rasa percaya diri Kasih semakin turun. Apakah dia memang sejelek itu? Memangnya ada apa dengan penampilannya?
Ketika dia hendak keluar dari toilet, dia tanpa sengaja bertemu dengan Clara.
Clara sangat wangi, matanya bulat berwarna cokelat. Rambutnya panjang bergelombang. Kuku-kukunya saja bahkan cantik tak seperti miliknya. Dan wangi parfum langsung menyeruak ketika wanita itu masuk ke toilet.
"Kasih ya?" Clara menyapa Kasih, dia seperti tidak mengenali calon sepupu iparnya tersebut.
Kasih mengangguk. Dia tak percaya diri di depan Clara.
"Kemarin kata bibi, kamu pergi ke Swiss sama Luki, ya? Kamu yang mengajaknya, kan?"
Bahkan ibu mertuanya mengadukan hal itu pada Clara.
"Iya—karena aku—tak tahu harus minta tolong pada siapa."
"Kamu tahu kan, kalau dia adalah calon suamiku? Aku dan Luki sudah mau menikah lho, jadi bisa kan untuk tidak mendekati dia lagi? Luki itu lelaki baik, jadi jangan kamu manfaatkan.
"Aku tahu kamu sedang ada masalah dengan Lukas, tapi bukankah lebih baik kalau kamu tidak menyeret Luki? Karena jika dia ada masalah, pasti Lukas akan membuat Luki terbuang dari perusahaannya."
Kasih tak bisa membalas apa yang dikatakan oleh Clara. Dia mengakui dirinya memang salah. Seharusnya dia tahu jika Luki sudah memiliki kekasih dan mau dia nikahi, tapi kenapa dia harus menganggu lelaki itu?
"Maaf," kata Kasih akhirnya.
"Aku tak mau melihat kamu bersama dengan Luki lagi, karena kalau tidak. Aku bisa melakukan hal yang lebih jahat daripada yang Cinta lakukan padamu."
Apakah Luki tahu jika Clara ternyata seperti ini?
"Baiklah."
**
Akhirnya Kasih pergi lebih dulu ke kamar hotelnya. Dia sudah tidak ada niatan untuk kembali ke pesta pernikahan Cinta karna perasaannya yang semakin memburuk.
Apalagi jika dia kembali ke sana dia akan bertemu dengan Luki. Kini dia sudah tidak tahu lagi harus meminta bantuan pada siapa, jika Clara sudah mengatakan hal itu kepadanya.
"Cerai?" gumam Kasih. Apakah dia cerai saja dengan Lukas? Tapi dia masih sangat mencintai lelaki itu meski dia sering menyakitinya.
Langkahnya semakin lelah ketika membayangkan jika dia harus bercerai dengan Lukas.
Kasih terkesiap ketika ada tangan yang memegang pundaknya dari belakang. Ia hendak menoleh, tapi mulutnya sudah dulu dibekap oleh seseorang yang entah siapa.
Kasih dipaksa—dibawa masuk ke sebuah kamar yang jelas bukan kamarnya sendiri.
Ketika sudah masuk, lelaki itu mendorong tubuh Kasih sampai terjatuh di atas karpet di kamar.
"Siapa—siapa kamu?" tanya Kasih.
Lelaki bertubuh besar dengan kepala tanpa rambut itu mengusap kepalanya yang licin.
"Aku? Kamu tidak perlu tahu siapa aku." Lelaki itu mendatangi Kasih, berjongkok di depannya dan mengusap dagu istri Lukas dengan lembut.
"Benar benar wanita kampungan," desis lelaki itu. Dia langsung merobek gaun yang digunakan oleh Kasih hingga memperlihatkan bahu Kasih yang mulus.
Lelaki itu hendak memerkosa Kasih. Namun sebelum dia berhasil, suara pintu didobrak dari belakang mengejutkan mereka berdua.
Mata Kasih yang basah menatap bayangan lelaki yang kemudian menarik kerah lelaki botak itu. Memukulinya sebelum dia melakukan pembalasan.
"Lepaskan tangan kotormu itu!"