Satu minggu kemudian. Lukas dan Cinta sudah kembali dari Swiss. Mertua Kasih sangat menyambut menantu barunya karena sejak dulu dia lebih menyukai Cinta daripada Kasih yang menurutnya sangat norak dan kampungan.
"Ibu, aku membawakan oleh oleh untuk ibu," kata Cinta setelah memeluk ibu mertuanya.
"Wah terima kasih, kamu memang sangat perhatian. Tidak seperti seseorang," sindir ibu mertuanya. Kasih yang ada di belakang ibu Lukas memandang suaminya.
Dia sangat merindukan Lukas sampai ingin memeluknya pada saat itu juga. Namun pelukan itu ditepis oleh Lukas karena tiba tiba dia merasa benci dengan Kasih.
"Kenapa dulu kamu pulang tanpa pamit? Dan pulang berdua dengan Luki? Memang suamimu itu Luki?" tanya Lukas.
"Maaf, aku—"
"Sudahlah. Kamu memang tidak pernah berubah. Selalu saja seenaknya sendiri." Lukas langsung pergi begitu saja. Bukannya ke kamarnya dengan Kasih. Namun dia malah masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuk tidur dengan Cinta.
Sudah tiga hari Luki tidak di rumah. Dia pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaannya.
Saat itu Luki sedang meminum kopinya di kafe. Ia terkejut ketika tiba tiba ada tangan yang menutupi matanya.
"Clara?" tebak Luki.
Tangan itu langsung terlepas. "Ah, kamu tak asik, setidaknya pura pura kaget," katanya kemudian duduk di depan Luki. "Aku sangat merindukanmu sampai aku tak bisa marah padamu saat ini." Clara menyangga dagunya dengan kedua tangannya. Sambil memandang Luki, dia tersenyum penuh arti.
"Kamu tidak terkejut ya aku ada di sini?"
"Pasti bibi yang sudah memberitahumu kan?" tebak Luki sambil menyeruput kopinya.
"Benar, aku langsung ke sini. Aku tidak akan pulang, aku mau bersamamu."
Luki tertawa kecil. "Lakukan sesukamu," balasnya. Dia lega karena Clara setidaknya sudah tidak marah lagi kepadanya.
"Oh ya, ayah ingin bertemu denganmu. Kamu bisa kan menemui ayahku?"
Pasti ingin membahas pernikahan. Luki sudah lama didesak oleh ayah Clara agar segera menikahi putrinya itu.
Lagi pula usia mereka juga sudah di usia yang cukup untuk menikah.
"Lusa, bagaimana? Aku menyelesaikan pekerjaanku dulu."
Mata Clara langsung berbinar senang. "Kamu serius kan?"
Luki mengangguk.
**
Lukas, ibunya dan Cinta sedang membahas masalah resepsi pernikahan yang akan diadakan di ballroom hotel sepekan lagi.
Meski Lukas sudah memiliki istri, tapi sepertinya dia tidak keberatan untuk menggelar pesta pernikahan meski nantinya akan ada banyak orang yang mencibir dirinya.
"Bilang saja pada mereka kalau kamu menikah karena Kasih tak mampu memberikanmu keturunan," putus ibunya tiba tiba. "Agar kamu tidak begitu disalahkan. Lagi pula saat ini Cinta sudah hamil kan? Kamu tidak membutuhkan istri seperti Kasih lagi."
"Mereka sudah tahu aku adalah mantan kekasihmu. Dan banyak kok yang mendukungku, karena aku mengatakan pada mereka kalau Kasih telah merebutmu dariku," tambah Cinta yang membuat Kasih terkejut.
Ia tanpa sengaja menjatuhkan nampan yang berisi cangkir di ambang pintu ruang keluarga.
Ketiga orang itu langsung menoleh, ibu mertuanya marah karena melihat Kasih telah ceroboh.
"Lihat dia, membawa cangkir saja tidak becus!" hardik mertuanya. Tangan Kasih masih gemetaran lantaran tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.
Jadi orang orang mengira jika dirinya yang sudah merebut Lukas dari Cinta? Padahal itu sama sekali tidak benar?
Lukas bergeming di tempatnya duduk. Dia sama sekali tidak mau membantu Kasih untuk mengambil pecahan beling yang berserakan di atas lantai.
"Apa kita juga harus membawa Kasih, Bu? Maksudnya di pesta pernikahan aku dan Lukas nanti?"
"Tentu saja dia harus ada di sana. Dia harus di sana dan menjelaskan jika dia sudah ikhlas dimadu suaminya."
Cinta tersenyum lebar. Sementara itu Lukas merasa ada yang aneh
terhadap dirinya.
**
"Sebaiknya kamu segera menceraikan Lukas. Kamu tidak mau hal ini terus terjadi padamu, kan?" ancam Cinta ketika dia menyusul Kasih di dapur.
Kasih sedang menyiapkan teh baru untuk Lukas dan ibunya.
"Kenapa kamu harus melakukan ini kepadaku? Bukankah sudah cukup aku bersedia dimadu. Tapi kenapa kamu menginginkan hal lebih dariku?"
"Karena hanya ada satu ratu di dalam rumah. Dan itu aku, kamu tidak pantas bersanding dengan Lukas. Lihatlah dirimu, Kasih. Kamu sangat berbeda denganku."
Kasih membalik tubuhnya memandang Cinta tak mengerti. "Seharusnya aku yang mengatakan hal itu padamu. Seharusnya kamu yang mundur, karena ratu di rumah ini adalah aku bukan kamu."
Mata Cinta membulat.
"Kamu yang sudah mencampakkan Lukas waktu itu. Dan kini kamu yang datang, bagaimana bisa kamu dengan tidak tahu malu berkata seperti ini?"
Kedua tangan Cinta terkepal, dia hendak menampar Kasih tapi dia urungkan.
"Agh!"
Mata Kasih melebar. Dia melihat Cinta menjatuhkan diri di atas lantai padahal Kasih tidak menyentuhnya sama sekali.
Tak lama, Lukas dan ibunya berbondong-bondong ke dapur. Melihat Cinta terjatuh seperti itu. Membuat darah mertuanya semakin mendidih.
"Apa yang sudah kamu lakukan, Kasih!" ujar Lukas. Dia langsung mendorong Kasih. Dan membantu Cinta berdiri.
"Sepertinya dia marah kepadaku tadi," kata Cinta. "Maaf kalau kamu tak suka aku berkata seperti itu. Tapi kamu tau kan kalau aku sedang hamil anak Lukas?
"Kamu boleh menyakitiku tapi jangan anak di dalam kandunganku," lanjut Cinta penuh dengan drama.
PLAK!
Mertua Kasih menampar pipi Kasih dengan keras. "Ternyata sifat kamu seperti ini ya, aku tidak tahu kalau kamu ternyata sangat jahat pada istri Lukas."
"Bu, tapi aku tidak melakukan apa apa pada Cinta. Aku hanya—"
"Agh." Cinta memegangi perutnya. Membuat dua orang itu langsung menoleh ke arahnya.
"Bawa dia ke rumah sakit. Ibu tak mau kalau terjadi apa apa pada Cinta, Lukas."
Lukas pun membopong Cinta menuju luar rumah. Dan memasukkannya ke dalam mobil.
Kasih hanya terdiam di tempatnya berdiri. Tak menyangka jika semua orang akan menyalahkannya seperti itu.
**
"Benar, sebaiknya kamu ceraikan saja Lukas."
Sepertinya Kasih salah tempat karena sudah bercerita pada ibunya. Bahkan dia juga membela Cinta yang jelas jelas bersalah atas kejadian ini.
"Kasih adalah istri Lukas, Bu. Istri pertamanya."
"Tapi kamu sudah merebut Lukas dari Cinta, Kasih! Sadarlah bahwa hidupmu tak akan seperti ini kalau kamu tidak merebut Lukas dari Cinta!"
Padahal sudah jelas jelas waktu itu Cinta sudah putus dengan Lukas. Pernikahan mereka pun tidak langsung dilaksanakan setelah mereka putus. Namun Kasih menunggu Cinta apakah dia masih ingin kembali dengan Lukas atau tidak.
Tetapi kenapa semuanya jadi seperti ini? Tetap saja dia disalahkan atas perbuatan yang tidak dia lakukan?
"Bu—"
"Sudahlah, kalau kamu hanya ingin mengadu. Sebaiknya urungkan saja niatmu."
"Apa karena aku bukan anak ayah dan ibu—makanya ibu melakukan hal ini pada Kasih?"
Sontak mata ibu Kasih bergetar.
"Kamu—sejak kapan kamu tahu hal ini?"