Kaki Kirana bergerak maju perlahan mendekat ke arah Gama. Wajahnya menunduk dengan kedua tangan mengepal erat di sisi tubuh. Kurang dari satu meter dari sosok Gama, dia pun berhenti.
Kirana menarik napas dalam-dalam sebelum kedua tangannya terangkat untuk membuka satu per satu butir kemeja Gama. Dari jarak yang sedemikian dekat, Kirana bisa merasakan aroma musk yang menguar dari tubuh pria tinggi ini. Sangat kuat menusuk hidungnya, meski begitu entah kenapa Kirana menyukai aromanya.
Tangan Kirana sedikit bergetar saat meloloskan butir-butir kancing dari lubangnya. Dan saat dia berhasil membuka semua kancing yang terkait, seketika tatapnya menubruk dada bidang pria itu. Kirana menahan napas ketika Gama merentangkan tangan memintanya untuk membuka kancing lengan kemejanya. Berlanjut membantu pria itu melepas kemeja dari tubuh kekarnya.
Ya Tuhan, pria seksi dan mempesona ternyata beneran ada. Percuma saja Kirana menghindar, tatapnya akan terus bersirobok dengan tubuh seksi di depannya. Kirana memejamkan mata rapat-rapat. Dia benar-benar malu menyaksikan pria bertelanjang dada secara langsung seperti ini.
"Su-sudah selesai, Pak," ucap Kirana masih dengan mata terpejam setelah berhasil meloloskan kemeja Gama.
Gama mengernyit. "Kamu yakin? Bahkan saya masih mengenakan celana."
Sontak ucapan Gama membuat mata Kirana terbuka. Masa iya membuka celana harus dia juga yang melakukan? Yang benar saja!
"Pak, itu tidak—"
Kirana terpekik saat Gama tiba-tiba menyentak tangannya dan membawa tangan itu menuju gasper celananya.
"Buka!"
Pria ini gila. Kali ini Kirana benar-benar ketakutan. Baginya ini sudah di luar batas kewajaran.
"Tidak seperti ini, Pak?" cicit Kirana dengan pandangan terus menunduk.
"Memang kamu nggak penasaran, huh?! Asisten-asisten sebelum kamu tanpa saya suruh sudah melakukannya, bahkan lebih dari ini. Kenapa kamu tidak? Apa kamu tidak tergoda dengan tubuh saya?"
Ya Tuhan, Kirana ingin kabur dari kamar ini. Alarm tanda bahaya di kepalanya sudah berdengung sejak tadi. Kirana menggeleng dengan mata terpejam. Dia memang sempat tertegun dan mengagumi dalam hati keindahan tubuh pria itu. Namun, dia masih punya malu dan harga diri.
Gama melepas tangan Kirana dengan seringai lebar. "Bagus! Kamu wanita yang cukup tahu diri. Saya paling tidak suka memiliki asisten yang sengaja flirting, karena kalau itu terjadi saya tidak akan segan-segan memecatnya."
Mendengar itu Kirana menelan ludah. Jangankan flirting, berhadapan dengan Gama saja dia setengah gentar. Setengahnya lagi dia tetap harus bisa mempertahankan kewarasannya. Selama perintah Gama sesuai dengan job desk yang sudah disepakati, dia tentu akan menurut. Namun, jika sudah aneh-aneh dia tentu tidak akan tinggal diam.
"Pilihkan saya pakaian santai, dan jangan pergi ke mana-mana sebelum saya selesai mandi," ujar Gama, lantas beranjak masuk ke kamar mandi.
Melihat pria itu menjauh dan menghilang di balik pintu, membuat perasaan Kirana seketika lega. Dia membuang napas kasar seraya menyentuh dadanya yang berdebar.
"Benar-benar menegangkan."
Kejadian tadi dan ucapan Gama membuat wanita itu bertanya, apa mungkin asisten-asisten pribadi Gama sebelumnya diberhentikan karena pria itu yang memecatnya? Gosip yang Kirana dengar tidak seperti itu.
Kirana tidak peduli, dia harus melakukan pekerjaan selanjutnya sebelum mendapat omelan lagi. Tapi ...
"Di mana letak lemari pakaiannya?" Kirana celingukan. Menyisir dan mencari perabot lemari seperti yang ada di kamarnya. Tidak ada.
Langkahnya bergerak menuju sebuah pintu kaca buram yang berada dekat pintu kamar mandi. Dia mencoba menggeser pintu tersebut. Tenryata memang ada ruang lain yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan baju-baju dan perlengkapan penampilan milik Gama. Kirana bergerak masuk ke sana. Lalu melihat begitu banyak koleksi pakaian milik Gama. Namun yang lucu, pakaian yang dimiliki pria itu sama sekali tidak ada berwarna cerah. Dominan hitam, navy, dan putih. Satu-satunya warna yang sedikit menonjol hanya maroon.
"Sesuai sih sama tampang dan kepribadiannya," gumam Kirana, lantas menarik sebuah baju tanpa lengan berwarna putih. Untuk bawahan dia mengambil celana panjang abu longgar yang berkaret pada bagian pinggangnya.
Kirana tersenyum kecil membayangkan tampannya Gama mengenakan pakaian santai yang dia pilih. Dia hendak keluar dari sana saat kepalanya teringat sesuatu.
"Apa perlu aku mengambil celana dalam buat dia juga?" Tanpa sadar Kirana mengigit bibir. Masa iya pakai baju, tidak pakai daleman?
Meski merasa geli dan aneh, Kirana benar-benar memilih salah satu boxer milik Gama yang tertata rapi di salah satu laci besar. Baru kemudian dia beranjak keluar dan menyimpan benda-benda yang sudah dia ambil di atas ranjang tidur.
Dua puluh menit kemudian Gama keluar dengan hanya mengenakan handuk yang melilit pada pinggulnya. Sontak hal itu membuat Kirana kontan menjerit seraya menutup muka dengan kedua telapak tangan. Dia berbalik memunggungi Gama.
"Apa-apaan kamu? Kenapa berteriak?" tanya Gama dengan suaranya yang tinggi.
"Bapak tidak memakai baju."
"Apa yang salah? Bukannya tadi kamu juga sudah melihat?" tanya Gama menatap belakang kepala Kirana dengan heran. "Sudah jangan lebay, apa pakaian saya sudah kamu siapkan?"
Kirana mengangguk-angguk, lalu menunjuk pakaian yang sudah dia siapkan di atas tempat tidur.
Gama melirik arah telunjuk Kirana dan lumayan terkejut melihat apa yang sudah asistennya itu lakukan. Di sana dia melihat baju dan celananya dijejer lengkap dengan boxer di tengahnya.
"Kenapa kamu letakkan di tempat tidur? Kamu cukup mengeluarkannya dan menaruhnya di meja yang ada di dalam sana," ujar Gama geram. Dia lantas menunjuk boxernya. "Dan itu, berani sekali kamu menyentuh barang privasi saya? Saya kan cuma minta kamu menyiapkan pakaian santai."
Eh? Kirana menurunkan keduanya telapak tangan dari wajah. Astaga, kenapa sih dia baru tahu hal ini? Wajah Kirana merona dibuatnya. Menyebalkan.
Bukan hanya Kirana, Gama pun sama saja. Telinganya memerah saat tahu Kirana sudah mengambil boxernya. Ini memalukan bagi pria itu. Jadi, setelah mengomel panjang lebar, dia buru-buru menyambar pakaian yang sudah Kirana persiapkan lengkap dengan boxer-boxernya dan segera mungkin melesat ke walk in closet.
"Memalukan, berani-beraninya dia mengambil barang privasiku," gerutu Gama kesal.
Kirana masih ada di dalam kamar Gama saat lelaki itu sudah berganti pakaian pilihan Kirana. Tidak buruk, pilihan wanita itu cocok dengannya.
Wanita itu berdiri menghadap jendela kaca besar dan tidak menyadari kemunculan Gama, membuat pria tinggi besar itu terpaksa berdeham beberapa kali.
Dehaman itu membuat Kirana terperanjat dan langsung berbalik. "Bapak sudah selesai?" tanya Kirana spontan.
Gama bergumam dan memalingkan muka. "Apa menurut kamu baju ini cocok untuk saya?" tanya Gama ragu. Aneh sekali, tiba-tiba rasa malu menyelimutinya.
"Sangat cocok di tubuh Bapak yang tinggi. Daebak!" ucap Kirana penuh semangat seraya mengangkat kedua ibu jarinya.
Jawaban Kirana malah membuat Gama salah tingkah. Meski begitu dia harus tetap bisa mengendalikan diri di depan pegawainya. Kembali Gama berdeham.
"Saya mau makan malam," ucap Gama kemudian, lantas mengayunkan kakinya yang panjang. Kedua tangannya tenggelam di kanan kiri saku celananya. Di belakangnya, Kirana buru-buru mengikuti pria yang sempat membuatnya senewen itu.
________________
Jangan lupa dukung cerita ini dengan memberi review/ulasan bintang lima pada sampul depannya ya teman. Biar makin banyak yang membacanya. Terima kasih.